Share

TERAPIS MUDA SANG NYONYA
TERAPIS MUDA SANG NYONYA
Author: Agus Irawan

TAMU ADALAH RAJA

“Kau masih muda, dan bisa mendapatkan pekerjaan lebih baik dari ini, kenapa kau malah lebih memilih bekerja di tempat pijat seperti ini?”

Roman terkejut mendengar ucapan pengusaha yang saat ini dipijatnya.

Pasalnya, baru pertama kali ada klien yang mengatakan hal seperti ini padanya. Kebanyakan klien yang ditemuinya pun tidak berkata apa-apa dan langsung dipijatnya. Roman sedikit bingung pada perempuan penyewa jasanya ini.

“Berapa umurmu?” tanyanya lagi.

Roman menunduk malu. "Du--dua puluh satu tahun Tante..,"

Roman memang masih muda tapi dia memiliki keahlian dalam memijat, melayani customernya. Sehingga tiap para tamu yang datang, berlomba ingin mendapatkan pijatan darinya.

Awalnya, ia memang tidak ingin bekerja seperti ini. Namun, dia harus bertahan hidup di tengah kota yang kejam.

Tentunya, tidak pernah terbesit di dalam benaknya untuk menjadi seorang pekerja di panti pijat.

“Silakan berbalik sambil tengkurap,” pinta Roman sambil menekan remot kursi agar kursi itu terbaring.

“Baiklah.” Tante Silvia lantas menuruti permintaan Roman. Ia pun tengkurap bersiap merasakan sensasi dari pijat relaksasi itu.

Setelahnya, Roman langsung memijat punggung mulus perempuan beda usia dengannya itu.

“Oh, iya. Saya lupa. Jadi, siapa namamu?” Silvia bertanya dengan posisi tengkurap.

“Roman, Tante.”

“Pijatanmu sangat enak, boleh kapan-kapan saya datang lagi kemari, dan hanya kamu yang memijat saya?”

Roman terdiam. Bahkan, ia sampai berhenti memijat Tante Silvia.

“Hei, lanjutkan pekerjaanmu. Kenapa kau berhenti?!” kesal Silvia karena tidak ditanggapi.

“Em—iya Tante ... maafkan saya,” Roman merasa gugup, dan kembali memijat dengan sensual punggung itu.

Hampir saja jantungnya copot, dan nyawanya terbang melayang saat mendapat pujian akan kenikmatan pijatannya. Bahkan, saat Silvia menyentaknya dengan lantang saat ia berhenti melakukan pijatan.

“Kenapa kau tidak menjawab pertanyaanku? Kenapa kau memilih bekerja di tempat ini?” Silvia berbalik mengekspos bagian tubuhnya. Bahkan, sambil meraup kedua lengan pria pemijat itu dengan kedua tangannya.

“Sebagai lelaki, apa kau tidak punya kepintaran selain mengolah tubuh para Wanita yang haus belaian seperti ini?!”

Lagi-lagi Roman tidak menjawab. Pria itu sejujurnya merasa tersinggung. Dia sontak menatap Silvia dengan tatapan marah. “Apa Nyonya tidak menyukai pijatan saya, atau Anda ingin ganti terapisnya saja?”

Wanita itu sontak mendengus kesal. “Bodoh! Kau kenapa marah padaku? Apa kau tersinggung? Bukankah, pekerjaanmu ini memang hanya untuk memuaskan Wanita yang haus belaian, kan?”

Lagi-lagi pertanyaan itu sukses membuat Roman merengut kesal dengan wajah terlihat semakin memerah. Ia tak menyangka mendapatkan customer secerewet ini.

“Saya tidak marah hanya saja saya tersinggung, jujur saya pun tidak ingin bekerja di tempat ini. Tapi, ada alasan kuat saya bekerja di sini. Karena hanya tempat ini yang memberi saya tunjangan uang yang cukup setiap bulannya!” desis Roman sembari memijat.

“Lantas, apa alasanmu tetap bekerja di sini?”

“Tidak semua Orang harus tahu masalah hidup saya, termasuk Anda!” Roman bersikap sinis.

Silvia tidak melanjutkan pertanyaannya, dan memilih diam hingga Roman menyelesaikan pijatannya.

Namun, tiba-tiba saja terbesit dalam benaknya akan ketertarikannya pada wajah pria pemijat dirinya ini.

Wanita itu lantas menggenggam tangan Roman, dan membawa tangan itu menyentuh dua puncak kenikmatan miliknya. “Sekarang puaskan aku!” perintahnya dengan tegas.

“Tapi—”

“Saya tidak suka ditolak. Lakukanlah, sesuai apa yang saya inginkan!” potong Silvia, "atau saya akan membuatmu dipecat dari sini."

Dengan menahan geram, Roman perlahan pun melakukannya. 

“Apa kau tidak berniat melepas pakaianmu Hem?” goda Silvia sembari mencengkeram kerah baju Roman. Tindakannya itu sukses melepaskan baju pria itu dari tubuhnya.

Mata Silvia membulat. Tubuh Roman sangat menawan dengan delapan roti sobek di tubuhnya. Untuk sesaat dia kagum pada tubuh bak roti sobek milik terapis pria itu. Tetapi terlintas di benaknya jika pria ini sangat murahan, dan merasa jijik ketika ia berpikir Roman menyentuh semua wanita yang datang ke tempat itu.

"Tapi, ini sayang bila dilewatkan," batinnya. Apalagi, Silvia telah membayar jasa pria ini di kasir sebelum masuk ke dalam ruangan pijat itu.

Tanpa basa-basi Silvia meminta penyatuan dengan Roman.

Meski nikmat, Roman tak bisa menikmati itu semua. Terlebih, kala mendengar Silvia berbicara, “Ternyata kau memang pandai dalam memuaskan para pelanggan, pantas saja hargamu sangat mahal.”

Roman memilih diam. Pujian itu seolah merendahkannya. 

Jadi, Roman langsung bangkit, setelahnya untuk membersihkan diri seusai bekerja. 

Namun, saat Roman telah tenggelam ke dalam pintu kamar mandi.

Silvia masih memandanginya.

Ia mulai membayangkan kenikmatan setiap permainan yang Roman persembahkan untuknya, dan Silvia mulai tidak rela jika Roman harus dimiliki semua wanita yang menjadi customer di panti pijat itu.

“Apa dia memiliki Pacar, atau dia masih sendiri. Jika dia memiliki Pacar aku harus merebutnya, enak saja dia harus membagi kenikmatan dengan Wanita lain,” gumam Silvia tidak rela.

Beberapa menit kemudian, Roman keluar dari kamar mandi dengan tubuh terekspos dan handuk dililitkan ke pinggangnya menutup bagian spesial itu.

“Apa kau akan langsung pergi dari sini?” tanya Silvia.

Roman pun mengangguk. “Tentu saja, satu jam kita telah berlalu. Dan saya sudah selesai melakukan pekerjaan saya.”

Ia bergegas memakai kembali pakaiannya.

“Tapi, masih ada waktu sekitar 15 menit lagi, kata siapa sudah selesai?!”

Hanya saja, Roman tetap pergi tanpa memedulikan Silvia. Baginya, tugas memuaskan perempuan itu telah selesai.

*****

Silvia begitu marah.

Setelah menenangkan diri dan memakai pakaiannya kembali, ia segera bersiap pergi dari ruangan pijat itu, dan memarahi kasir di depan tempat pijat itu. 

"Terapis macam apa yang kau berikan padaku, dia bersikap sombong dan tidak ada senyum-senyumnya saat memijatku. Panggilkan dia untukku, sekarang!"

Silvia membentaknya dengan sorot mata menajam, "Cepat lakukan!" perintahnya berseru.

Petugas kasir itu ketar-ketir. Ia pun langsung menuju ruangan karyawan di mana saat ini Roman sedang melepas lelah--setelah melakukan pekerjaannya.

"Roman!" panggil salah seorang kasir menatap pada Roman dengan terengah-engah.

Roman bangkit, "Ada apa?"

"Cepat ke depan, ada Customer mengamuk karena ulah kamu! Memangnya apa yang kamu lakukan padanya sehingga dia murka?"

"Aku hanya melakukan sesuai pekerjaanku, tidak lebih. Memang apa masalahnya?"

"Sudah pokoknya kamu ke depan, dan minta maaf padanya. Atau kau akan dipecat dari pekerjaan ini!"

DEG.

Tangan Roman mengepal. Ia sudah dilecehkan dan sekarang ingin dipecat. Yang benar saja? Dengan menahan marah, pria itu pun bangkit.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status