Share

Tepi Pantai

Duduk di tepi pantai sambil menikmati langit malam dengan secangkir kopi dan suara deburan ombak yang lumayan tinggi malam ini.

Ditambah api unggun yang menjadi alat penerangan malam ini, Seana menarik napas panjang menikmati deburan ombak malam ini. Semakin malam bintang-bintang semakin bersinar menghiasi malam ini.

"Sea, berapa hari lo disini?" tanya Baskara sambil meminum kopinya.

"Eum… besok lusa mungkin."

Baskara mengangguk. "Mending nanti aja sih Cil… soalnya akhir bulan ini ada festival Jeron Beteng di alun-alun Kidul."

"Hah?"

"Itu acara tari topeng, gua gak tau ini mereka mengusung tema apa tapi yang pasti ini rame." Seana mengangguk antusias.

Ini yang disebut definisi liburan dengan orang yang tepat, Baskara yang hobinya jalan-jalan dan Seana yang suka scroll-scroll reels liburan.

Suara gelak tawa dari tenda kiri dan kanan membuat malam ini jauh lebih seru, mendengar orang-orang tertawa bersama keluarga dan teman mereka juga, tanpa ponsel karena tidak ada sinyal di sini.

Baskara merentangkan tangga. "Cil…" panggilnya sambil merebahkan badannya di matras.

Seana menekuk lututnya, matanya fokus menatap keatas. "Apa."

"Cil, sebenernya…" Seana menoleh melempar tatapan curiga. "Sebenernya…"

"Ngomong yang bener kek… gak usah sok misterius," celetuk Seana tidak suka.

"Sebenernya gue cuma mau bilang ini udah malem dan mendingan lo tidur," usir Baskara perlahan memejamkan matanya.

Bibir merah muda mungil itu mengerucut. "Gue masih pengen disini, kapan lagi coba liat bintang di pinggir pantai?"

Kelopak mata Baskara terbuka. "Ini sebabnya kenapa gua lebih suka duduk ditepi pantai atau di gunung yang sepi, karena alam kasih sesuai yang gak bisa dikasih manusia," ucapnya kembali memejamkan matanya dan dua tangannya yang jadi bantalan kepalanya. "Gua bersyukur dan berharap bisa terus eksplor alam ini."

"Ada waktunya buat pulang… walaupun seberisik apapun rumah, tetep seenggaknya harus pulang," balas Seana tenang. "Dulu rumah gue berisik. Tapi, semenjak sebagian jiwa rumah itu pergi rumah itu udah gak sama lagi dan walaupun udah gak sama lagi mau gak mau tetap pulang."

Deru helaan napas terdengar. "Pondasi rumah itu bukan cuma kekuatan betonnya, tapi gimana orang itu mampu menjaga beton itu tetap kokoh."

Seulas senyum tipis terulas di bibir Seana. "Pulang bang… gue masih kecil, tapi seenggaknya lo pulang walaupun lo bingung, karena rumah itu bukan berasa rumah buat lo."

"Buat apa gua pulang kalau itu bukan rumah gua?"

"Ada sesuatu yang pasti pengen lu jaga disana," jawab Seana tatapannya terus menatap langit malam. "Semesta gak kasih apa yang anak lain punya, tapi gak apa-apa."

Dari kecil Seana sudah bisa mendengar orang tuanya ribut sampai akhirnya mereka berpisah dan Seana menghabiskan waktunya berdua bersama papa-nya yang selalu ada untuknya walaupun papanya sibuk mengajar di beberapa universitas.

Kemana-mana diantar jemput papa dan sekarang tidak ada lagi yang selalu mengantar jemputnya dan suasana di rumah semakin sepi.

Disaat orang-orang wisuda berfoto dengan orang tua mereka, Seana hanya bisa mengambil foto bersama para sahabatnya yang selalu mendukungnya.

Diberkahi teman-teman yang selalu ada saat ia terpuruk adalah sebuah anugrah untuk Seana.

Seana beranjak dari duduknya sembari menutup mulut. "Kak, aku duluan ya udah ngantuk," pamitnya lembut. "Hati-hati nanti ada hewan."

Baskara tidak menjawab hanya memberikan tanda 'Oke' pakai jarinya dan Seana berjalan kearah tenda warna orange yang lucunya hampir semua tenda disini warnanya orange.

Diberkahi teman-teman yang selalu ada saat ia terpuruk adalah sebuah anugrah untuk Seana.

Seana beranjak dari duduknya sembari menutup mulut. "Kak, aku duluan ya udah ngantuk," pamitnya lembut. "Hati-hati nanti ada hewan."

Baskara tidak menjawab hanya memberikan tanda 'Oke' pakai jarinya dan Seana berjalan kearah tenda warna orange yang lucunya hampir semua tenda disini warnanya orange.

Kondisi Rasya mulai membaik, dia sudah keluar dari rumah sakit tadi pagi kini Rasya istirahat di kamar hotel. Ya, hotel yang kemarin jadi saksi insiden penyiksaannya. Memang, luka lebamnya belum sembuh total. Namun, menurut dokter akan sembuh dalam beberapa hari.

Dari kemarin malam Rasya kehilangan selera makannya dan dengan sengaja dia melewati kamar tempat Bocilnya menginap.

Rasya mengernyit karena bukan Bocilnya yang keluar dari kamar itu. Tapi, pasangan bule yang sedang mesra-mesranya. Tanpa basa-basi Rasya bergegas masuk ke dalam lift dan sesampainya di bawah yang tadinya mau sarapan di tepi kolam, Rasya malah menghampiri meja resepsionis.

"Mba orang yang isi kamar 707 udah check-out?" tanya Rasya sembari membenarkan letak masker hitamnya.

Resepsionis mengangguk mengiyakan. "Selamat pagi, oh iya betul mas sudah… dua hari yang lalu." Rasya melongo.

"Pindah kemana?"

"Oalah, kalau itu saya kurang tahu mas…"

"Kenapa pindah?"

"Oh, saya kurang tahu mas… kalau itu yang tau pak manager sama pak GM." Resepsionis itu mencoba berkata lembut dan tenang. Walaupun, didalam hatinya terasa tidak karuan.

Rasya mengangguk, dia yakin kalau Bocil pindah karena masalah ini dan itu sudah pasti. "Saya mau ketemu GM kamu."

Perempuan muda dan parasnya khas gadis-gadis Jawa yang berkulit bersih agak bingung harus menanggapi apa. "Mohon maaf tap–"

Mata Rasya melotot tajam. "Panggil GM kamu sekarang juga. Saya tunggu!" titahnya suara yang agak tinggi membuat dua resepsionis yang bertugas agak ketakutan.

Dua perempuan yang umurnya sekitar 20-an itu langsung mencoba menelpon sekretaris GM agar GM mereka bisa segera datang ke hotel. Jantung mereka berdua mendadak tidak karuan, rasanya seperti mau di PHK.

Hawa di meja resepsionis yang biasanya tenang dan orang-orang tanpa sungkan berani menghampiri meja ini mendadak tidak ada yang berani menghampiri meja resepsionis.

"Gimana ini… mbak gak diangkat," gumam resepsionis yang dari name-tag yang dipakainya bernama Safa ke temannya. 

Temannya itu menggeleng bingung bercampur takut.

Dari kejauhan Janu menghela napas kasar seraya melangkah menghampiri Rasya yang pagi-pagi sudah membuat dua resepsionis jantungan.

Plak!

Tanpa basa-basi Janu penepuk bahu kanan Rasya, lalu merangkul bahu Rasya. "Lagi ngapain?" tanyanya sekedar basa-basi sebenarnya dia tahu apa sedang Rasya cari. 

Mata hitam Rasya mendelik tidak suka. "Kepo."

Kepala Janu agak condong ke samping dan membisikkan. "Bocil lo udah pindah, kenapa huh? Kangen?"

Rasya menggeleng. "Sembarangan," katanya tidak terima tapi malah diketawai Janu. 

Janu menggeleng sambil tertawa, dia mengeluarkan ponselnya dan membuka salah satu aplikasi sosial media. "Nih, lagi liburan sama cowoknya," tunjuknya memperlihatkan salah satu foto Seana sambil minum kopi di tepi pantai berlatarkan matahari terbit.

"Sialan, gua sakit dan dia malah seneng-seneng camping di pantai sama cowoknya!" Rasya mulai naik pitam dan Janu yakin orang-orang akan kena imbasnya mood Rasya yang sedang jelek ini.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status