Share

TERBANGUN DALAM PELUKAN PRESDIR
TERBANGUN DALAM PELUKAN PRESDIR
Penulis: mocca latte

Pertemuan Pertama

“Atas nama Seana Andra Sevanya nomor kamarnya 70 di lantai 7," ujar resepsionis sembari memberikan kartu akses. "Rekan saya yang akan mengantar mba, selamat malam... selamat beristirahat," sambungnya sembari menangkupkan tangan.

Seana mengangguk. “Terima kasih banyak," ucapnya lembut.

“Mari mba... saya antar,” ucap porter laki-laki yang sudah memegang koper Seana.

“Iya, mas...” Seana mengikuti si mas berkulit sawo matang itu.

Sekilas Seana melirik arlojinya yang menunjukkan waktu jam 01.00 WIB dan ya sepertinya para bule baru turun untuk mencari kesenangan malam mereka keluar masuk lift. Akhirnya, Seana sampai di kamarnya.

Jam sudah tengah malam dan Seana memilih untuk cuci muka dan melepas blazernya yang menyisakan kaos oblong. Gadis bermata coklat hazel itu berjalan ke ranjang dan menarik selimut dan baru beberapa menit berbaring matanya langsung terpejam.

Ceklek!

Suara derap kaki terdengar sangat pelan dan perempuan yang tertidur di atas ranjang itu hanya melenguh pelan. Lelaki itu seperti orang linglung, dia langsung menarik selimut dan tanpa basa-basi memeluk Seana yang juga karena rasa lelahnya yang sudah hampir 7 jam di kereta.

Berbanding terbalik dengan laki-laki berambut hitam itu, saat memeluk Seana dia merasa sangat nyaman. “Sialan, kenapa sangat nyaman dan tidak sanggup menyentuhnya,” gumamnya sangat pelan dan tidak mau mengganggu tidur perempuan berambut hitam legam di pelukannya ini.

Seana mengigau tidak jelas membuat lelaki berparas tampan itu menarik senyum tipis sebelah tangannya mengusap-usap rambut Seana.

"Hangat dan tenang," gumam lelaki itu merasakan Seana yang semakin erat memeluknya. Bahkan, menenggelamkan badan kecilnya didada bidang lelaki yang masih enggan terlelap.

Perlahan lelaki bermanik mata indah itu memejamkan matanya sembari menaruh kepalanya diatas kepala Seana. "Selamat malam," gumamnya sebelum benar-benar tertidur.

****

Adzan berkumandang cukup nyaring, Seana yang punya rencana mau sarapan di area pasar Beringharjo mengeliat pelan. Tapi, telinganya yang tidak bisa sensitif dengan suara apapun kalau baru bangun tiba-tiba mendengar suara lenguhan dan badannya seperti ada yang memeluknya.

Deg!!

Mata coklat hazel itu melotot melihat badannya dipeluk seseorang dan gilanya yang memeluknya adalah laki-laki, Seana langsung menyibak selimutnya meraba seluruh badannya yang terasa sewajarnya orang bangun tidur dan habis kelelahan di perjalanan.

“Eh, gue gak di-unboxing, kan? Belum, kan? Enggak, kan?” tanyanya ke dirinya sendiri. “Gue masih gadis, kan?”

Grep!

Plash!!

Plash!!

Jangan mengira Seana hanya bisa menangis setelah dilecehkan seperti ini.

Bugh!

Bugh!

Lelaki yang masih mengumpulkan kewarasannya itu benar-benar tidak bisa berkutik, mukanya yang terbilang ganteng itu berubah penuh memar kebiru-biruan dan hidung mancungnya mengalir darah segar.

“Hey—“

Bugh!

Belum selesai bicara Seana menonjok bibir merah muda tipis itu dan cukup sekali pukulan bibirnya langsung bengkak dan terlihat diujung sudut bibirnya mengeluarkan darah.

Hidung, bibir yang seksi dan paras yang tampan itu tidak bisa dibanggakannya lagi, sekarang lelaki berkulit putih itu seperti korban penyiksaan atau mungkin KDRT.

“Gue minta sekarang lo keluar dari kamar gue!”

“Ini kamar saya! Seharusnya anda yang keluar dari kamar saya.”

“Denger ya pak! Bapak udah meluk-meluk saya dan saya bisa laporin bapak ke polisi—“

“Kamu kenapa bisa di sini! Kamu suruhan—“

Seana semakin kesal. “Bapak ngira saya cewek panggilan?!” teriaknya syok. “Gini ya pak! Om saya bukan cewek panggilan dan saya kesini buat tidur dan liburan! DAN OM HANCURIN LIBURAN SAYA! BADAN SAYA SUDAH GAK SUCI LAGI! GARA-GARA OM!”

“Saya Cuma meluk kamu,” sahut laki-laki itu santai.

Mata hazel yang bentuknya seperti kacang almond itu membelalak. “CUMA?!” teriaknnya. “Om meluk anak perawan lho!” teriaknya histeris. “Om denger ya—“

“Saya bukan om kamu! Berhenti panggil saya om!” sentaknya tidak terima. “Saya masih 25!”

“Dih udah tua!”

“Saya baru 25! Belum tua! Bocil kamu rusak muka saya.”

“Dih gapapa bocil yang penting gak main asal peluk-peluk kayak om!” omel Seana santai. Ya, memang badannya yang kurus dan tingginya yang hanya 167 cm sedangkan laki-laki yang babak belur itu sekitar 180 cm. “Udah tua bukannya tobat malah bungkus.”

“Diam kamu bocil!” Seana bersedekap dada sedangkan orang yang masih tiduran di ranjang sambil mengusap-usap pipinya yang memar semakin kesal. Tapi, tidak bisa marah. “Badan kayak bocil—“

“Daripada om! Doyan miara kucing!” ejek Seana menyunggingkan senyumnya. “Kucing garong! Eh, kucing garong apa ayam, om?” tanyanya semakin berani meledek.

“Diam kamu bocil!" sentak laki-laki bermata hitam itu sambil sebelah tangannya mengusap-usap kepalanya sendiri dan meringis. "Shh! Kepala saya sakit cil! Ini gara-gara kamu! Saya ada rapat penting di sini!"

Seana mendengus pelan. "Kamu gak ada sopan santunnya banget sih?! padahal udah tua juga!" sentaknya tidak terima dan tanpa melirik orang yang terbaring di ranjang itu.

Brak!

Sontak Seana menoleh mukanya berubah sangat datar melihat 3 orang yang berpakaian hitam-hitam, resepsionis yang melayani Seana tadi malam dan satu lagi perempuan yang sepertinya resepsionis hotel ini juga. Beberapa kali Seana melirik laki-laki yang terus meringis itu.

"Mba… Mas kalian–"

"Kita gak ngelakuin apapun kok! Dia yang tiba-tiba masuk dan meluk saya!" pekik Seana menunjuk laki-laki yang terus memegangi kepalanya dan mencoba menghentikan pendarahan dihidungnya.

"Pusing… tolong panggil dokter," pinta orang yang Seana hajar habis-habisan. Tapi nihil tidak ada yang mendengarnya, suaranya terlalu pelan.

Resepsionis mengangguk. "Maaf mba kemarin teman saya yang keliru dan lupa untuk blocking room ini, karena tamu sebelum mba protes karena pintu kamar ini rusak…" katanya menyesal. "Mohon maaf atas pelayanan buruk kami…"

Seana menghela napas pelan. "Oke! Dan kenapa dia bisa ada dikamar saya perlu pen—"

"TOLONG!" teriak laki-laki itu sekuat tenaga.

Bruk!

"Pak! Om!"

Laki-laki yang masih mengenakan kemeja dan celana bahan itu tersungkur di lantai.

Semua orang kalut, Seana langsung bergegas membopong laki-laki itu berbaring di ranjang ada perasaan kasihan didalam diri Seana. Tapi, disini juga dia yang merasa dilecehkan orang ini.

Resepsionis itu langsung menelpon rumah sakit dan meminta dikirim albulance segera dan di samping ranjang Seana mengembuskan napas kesal.

"Aku benci kamu! Tapi kalo mati juga ya aku takut! Jangan mati dulu ya," gumam Seana sangat pelan.

Seana beranjak dari duduknya. "Kalian bawa orang ini ke rumah sakit, saya mau bicara dengan pihak hotel. Saya gak terima dan saya mau ketemu General Manager kalian!"

Salah satu resepsionis mengangguk. "Baik mba... General Manager kami sedang dalam perjalanan kemari dan kurang lebih 15 menit akan segera sampai dan beliau meminta untuk masalah ini dibahas di ruangan beliau," ujarnya bergetar ketakutan dan sudah pasti ia akan dipecat hari ini akibat keteledorannya juga.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status