Share

TERGODA IPAR
TERGODA IPAR
Author: Rafasya

Tragedi

Author: Rafasya
last update Last Updated: 2023-12-22 22:04:37

BRAK!

"Ah ma—maaf mbak, aku tidak sengaja. Aku pikir tidak ada orang di dalam."

Firman pria berusia 27 tahun itu segera menutup pintunya kembali.

Aku terpaku di tempat, saat adik iparku masuk ke dalam kamar mandi, dimana aku sedang tel*njang bul4t di dalamnya.

Firman adiknya Mas Hendra suamiku. Usianya memang lebih tua di atasku. Sebab aku menikah dengan pria dewasa yang 7 tahun lebih tua dariku. Firman dan Mas Hendra hanya berjarak satu tahun saja. Namun Firman dengan sopan memanggilku dengan sebutan Mbak Winda. Winda—namaku.

Aku menggigit bibir merasa malu, mengapa aku sebodoh ini, seingatku pintunya ku kunci. Ah Firman telah melihat seluruh tubuhku. Apalagi tadi matanya membulat seolah mengagumi tubuhku yang seksi tanpa busana.

Aku bergegas menyelesaikan mandiku, kemudian segera keluar. Berjalan mengendap-endap menuju kamarku.

Ini salahku, aku yang ceroboh sampai lupa mengunci pintu. Semoga saja Firman tidak berpikir aku sengaja ingin menggodanya.

Sudah sebulan Firman tinggal di rumah kami, rumah kecil yang hanya memiliki satu kamar mandi letaknya berada di dekat dapur. Semenjak Firman di mutasi dari pekerjaan lamanya dan pindah di dekat rumahku. Mas Hendra menyarankan adiknya itu untuk tinggal bersama kami.

Awalnya aku menolak, apalagi Mas Hendra sering pulang larut malam. Itu artinya aku akan lebih banyak menghabiskan waktu berdua bersama adiknya itu di rumah. Aku sedikit merasa risih meskipun Firman tidak pernah macam-macam.

Dan akhirnya semua ini terjadi. Aku merasa canggung dan tak ingin keluar kamar. Namun perutku ini tak bisa di ajak kompromi. Dia terus berbunyi.

Kulihat jam di dinding menunjukkan pukul 7 malam. Itu artinya aku sudah dua jam berada di dalam kamar.

Krukuk krukuk.

"Ahh... Perutku terasa perih." gumamku sambil menekan perut.

BRUM BRUM! senyum terbit di wajahku saat ku dengar suara mobil mendekat di halaman rumah. Itu adalah suamiku yang pulang dari kantor.

Syukurlah Mas Hendra sudah pulang, itu artinya aku tidak sendiri. Ah maksudku aku tidak harus berduaan dengan adiknya.

Aku bergegas merapihkan pakaianku lalu menyambut kedatangannya.

Mas Hendra tersenyum melihatku, kemudian mengecup sekilas keningku. Ah rasanya sungguh menenangkan. Kami menikah selama 4 tahun dan belum juga di karuniai anak. Kami sudah melakukan berbagai cara, namun tak kunjung membuahkan hasil.

Namun kami tetap bersabar dan berusaha.

"Kamu masak apa Win?" Mas Hendra menatapku saat tiba di kamar. Dia langsung melepaskan kemeja kerjanya.

"Aku masak kesukaanmu, Mas."

"Hem baiklah, tolong hangatkan kembali, aku mau mandi sebentar."

Aku mengangguk.

"Oh iya dimana Firman? Apa dia sudah pulang?" tanya Mas Hendra.

"Fi—firman sudah pulang sejak sore tadi. Dan mu—mungkin saat ini dia sedang berada di kamarnya."

"Apa dia sudah makan?"

"Aku tidak tau, aku belum menawarinya."

"Baiklah, kau siapkan saja semuanya. Lalu panggil dia dan suruh kita makan bersama. Aku akan menyusul setelah mandi." sahut Mas Hendra.

Aku berlalu dari sana, menyiapkan makan malam, setelah itu hendak menemui Firman di kamarnya. Yang bersebelahan dengan kamarku.

Aku berdiri di depan pintu kamarnya yang tertutup, aku sedikit merasa canggung untuk menemuinya. Tapi jika tidak kulakukan Mas Hendra akan marah, dia pasti akan mengira aku tidak perduli dengan adiknya yang menumpang di rumah kami.

Aku masih berdiam di tempat, tanganku mengatung di udara, antara mengetuk atau tidak.

Namun saat sedang dalam kebimbangan. Derit pintu malah terbuka menampakkan Firman yang hendak keluar dari sana. Aku menarik kembali tanganku.

"A—a—aku..... Ak-ku...." Aku merasa gugup luar biasa. Apalagi Firman seperti kebingungan melihatku berdiri di luar kamarnya.

"Ada apa Mbak?"

"M-mas Hendra menyuruhku untuk memanggilmu, untuk makan malam bersama."

"Hem, baiklah." Firman tersenyum. Aku bergegas berbalik lalu berjalan dengan cepat meninggalkannya.

Kami bertiga makan malam bersama di meja makan, aku hanya diam sambil menunduk. enggan bersitatap dengan Firman. Sejak tadi aku hanya mengaduk-aduk makananku saja. Padahal sebelumnya sangat lapar.

Firman bersikap biasa saja, seperti tidak pernah terjadi apa-apa sebelumnya. Padahal aku sangat takut dia menjadi salah paham dan mengatakan yang tidak-tidak pada Mas Hendra.

Firman dan Mas Hendra makan dengan tenang sambil sesekali membahas soal pekerjaan mereka. Yang tidak aku mengerti.

Sejenak hening. Hanya dentingan sendok dan piring yang terdengar. Sampai akhirnya....

"Aku sudah kenyang." Mas Hendra melap mulutnya dengan tisu. Kemudian bangkit dari duduk nya meninggalkan aku dan Firman di meja makan.

Aku bergegas berdiri, kemudian merapihkan piring. Dengan gerakan yang terburu-buru.

SET!

Aku tersentak saat Firman menghentikanku dengan memegang tanganku.

"Mbak, aku belum selesai."

"Oh, kau be—belum selesai?"

Firman mengangguk. Kemudian menatapku.

"Mbak, aku minta maaf soal tadi sore. Aku tidak bermaksud untuk mengintipmu mandi. Aku benar-benar tidak tau jika kau ada di dalamnya."

"Lupakan saja, dan jangan pernah membahas itu di depan siapapun, apalagi di depan Mas Hendra!" sarkasku menatap Firman dengan lekat. Dan Firman malah tersenyum. Membuatku langsung mengalihkan pandangan.

Melihat Firman menyelesaikan makan malamnya, aku segera merapihkan piring dan membawanya ke dapur.

Aku masuk ke dalam kamar, kulihat Mas Hendra masih berkutat dengan laptopnya. Dia terlihat sangat serius, jika Mas Hendra di rumah dia lebih banyak menghabiskan waktu bersama laptop dan pekerjaannya. Padahal sebagai seorang istri aku juga ingin di manja dan di perhatikan.

Aku berjalan mendekat ke arah sisi ranjang, di mana Mas Hendra tengah sibuk mengetik sesuatu. Aku naik dan merebahkan diri. Mas Hendra tak menyapaku sama sekali, dia masih saja sibuk.

Aku memiringkan badan kemudian memejamkan mata. Setengah jam kemudian, aku merasakan sebuah tangan kekar melingkar pada pinggang rampingku.

Mas Hendra mencium tengkukku, bisa ku rasakan napasnya memburu. Aku tau, pasti dia meminta haknya sebagai suami.

Aku berbalik badan menghadapnya. Mas Hendra dengan rakus menciumi wajahku. Melumat bibir merah mudaku, aku membalas ciumannya. Sapuan lidah Mas Hendra turun pada leherku.

"Sshhh...." Aku mendesis merasa panas pada seluruh tubuh.

Aku mulai terhanyut dalam bu4snya ciu-man suamiku. Mas Hendra mulai menanggalkan pakaianku dan pakaian yang dia kenakan.

Mas Hendra menciumku kembali, me lu mat bibirku dengan ganas, meremas dan memilin put*ng sus*ku. Aku blingsatan merasakan kenikmat4n yang suamiku berikan. Erangan dan desahanku lolos dari bibirku. Aku tak bisa menahannya. Padahal ada Firman yang mungkin bisa mendengar.

Pertempuran itu pun terjadi, aku di buat men de sah tak karuan saat Mas Hendra memacu bir4hi di atasku. Sesuatu di dalam diriku seperti hendak meledak. Namun....

"Ahhhhhhh!" Lenguhan panjang terdengar dari mulut Mas Hendra, lagi-lagi dia mencapai pelepasan sebelum aku.

Aku sedikit kecewa, padahal aku juga menginginkannya. Mas Hendra egois, hanya memikirkan dirinya saja. Setelah melepaskan nafsunya. Mas Hendra berbaring di sampingku, kemudian memejamkan mata tanpa memperdulikan perasaanku.

"Mas... Aku belum puas." Bisikku.

"Ah sudahlah! Besok malam saja." Lagi, kata itu lagi yang dia ucapkan jika aku bilang tentang yang aku rasakan.

Aku merasa kesal, kemudian turun dari ranjang memunguti pakaianku satu persatu, kemudian memakainya.

Ah... Sebaiknya aku mandi, untuk mengurangi rasa panas dalam diriku karena nafsu yang tak tersalurkan.

Aku masuk ke kamar mandi, ku pastikan berkali-kali jika aku menguncinya. Jangan sampai kejadian tadi sore terulang kembali.

Aku mengguyur tubuh dengan air dingin untuk menenangkan diriku, tak lupa juga menggunakan shampo beraroma strawberry milikku.

Setelah selesai mandi ku lilitkan handuk di kepala, dan juga t u b u h ku. Aku keluar perlahan. Aku terkejut saat berpapasan dengan Firman. Aku menggigit bibir, kemudian menutup dadaku yang terdapat tanda merah.

Ah... Semakin malu saja.

"Fi—Firman, kamu belum tidur?"

Firman tertawa kecil sambil menggaruk kepalanya.

"Hehe, Aku tidak bisa tidur Mbak, apa Mbak Winda punya mie instan? Aku lapar."

"Ada, sebentar ya mbak ambilkan."Aku sangat gugup, kemudian berbalik berjalan ke arah dapur.

Aku yang masih mengenakan handuk sedikit kesulitan menggapai tempatku menyimpan mie instan.

"Kenapa, Mbak? Susah?"

Aku tersentak, ku pikir Firman kembali ke kamarnya, ternyata dia mengikutiku dan kini berdiri di belakangku.

"I—iya, aku tidak sampai." lirihku.

Firman mendekat ke arahku berdiri sangat dekat di belakangku, tu bu h nya menempel padaku, posisi kami begitu intim. handuk di kepalaku terjatuh membuat rambutku yang basah tergerai. Firman berusaha mengambilnya sesuai instruksiku, Aroma maskulin dari tubuh Firman tercium olehku, membuat darahku berdesir. Sesuatu yang sudah mengeras dapat aku rasakan. Benda keras itu menyentuh pahaku. Mungkinkah Firman?

Setelah mendapatkannya Firman semakin mendekat, membuatku berpegangan pada sisi Rak. Firman mencondongkan wajahnya.

"Terimakasih Mbak Winda. Aroma shampo yang mbak pakai sangat harum. Aku suka." bisiknya.

Glek!

Aku kesulitan menelan ludah. Firman mundur menjauh, aku segera berbalik dan berjalan dengan cepat menuju kamar.

Setelah selesai berpakaian aku segera berbaring di sebelah Mas Hendra yang sudah terlelap. Aku berguling kesana kemari namun tak kunjung tertidur.

Mas Hendra yang telah lama tertidur menggeliat, kemudian menepuk lenganku.

"Win, aku haus. Tolong ambilkan minum."

Aku menghembuskan napas perlahan. Kemudian turun dari ranjang menuju dapur. Menuangkan air ke dalam gelas dan membawanya ke kamar. Namun saat melewati kamar Firman. Aku menautkan alis mendengar suara seseorang yang sedang men de sah. Aku penasaran, ku dekatkan telingaku pada daun pintu kamar Firman, dan benar saja suara aneh itu berasal dari kamarnya.

Aku menelan ludah, kemudian mengatur napasku. Aku menautkan alis saat suara itu tidak terdengar lagi. Ku dekatkan telingaku kembali menempel pada pintu. Dan...

KREK!

Pintu terbuka, aku terkejut bukan main.

"M—mbak Winda, ngapain disini?" ujar Firman dengan wajah yang panik.

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (2)
goodnovel comment avatar
ronal tampubolon
bgini nih crita yg seru jgn giluran adegan panas trus d langkahi..penulisny trbuka g munafik..lanjutkan trus
goodnovel comment avatar
Rkborneo Nafarin
menarik untuk dibaca
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • TERGODA IPAR   —SELESAI—

    Hari demi hari, bulan demi bulan berlalu ... Aku dan anak-anak terus mencoba untuk menghibur Winda. Jangan sampai dia sedih dan terus memikirkan Farah. Ternyata, tidak ada usaha yang menghianati hasil. Winda yang tadinya menangisi Farah setiap malam. Kini sedikit berkurang. Hari ini adalah hari jadi pernikahan kami yg ke 6 tahun, tak terasa waktu berjalan begitu cepat. Aku berencana mengajaknya liburan di bali sekaligus merayakan anniversary kami. Anak-anak sengaja kutitipkan pada Kak Santi selama aku liburan di bali.Kami sampai di resort Bali setelah sebelumnya naik pesawat selama 2 jam. Winda langsung merebahkan diri di kamar hotel. Aku tau dia pasti kelelahan.Setelah memasukan isi koper ke dalam lemari, aku langsung membuka tirai jendela. Terlihat deburan ombak yang sangat kencang di sertai dengan pemandangan yang sangat cantik. Aku sengaja memilih resort yang menghadap langsung dengan laut. Jadi, saat berdiri di jendela seperti yang kulakukan i

  • TERGODA IPAR   Mencoba Ikhlas

    “Bagaimana? Apa ada perkembangan?” itu suara Kak Santi. Aku segera menoleh ke arah nya. Kemudian menggeleng, “Belum, Winda masih belum sadar.” jawabku. Aku menatap ke arah ranjang di mana ada Winda yang tengah berbaring dengan luka perban di kepalanya. Kejadian dua hari yang lalu membuatnya tak berdaya di rumah sakit ini. “Anak-anak bagaimana, mereka sama siapa?” Aku menghela napas sejenak, “Bersama asisten rumah tangga kami.” “Kakak ke rumahmu ya, kasian keponakanku. Dua kali ibu mereka masuk rumah sakit.” Aku mengangguk,“Terima kasih, Kak.” “Ya sudah. Kakak pamit ingin menemui mereka. kamu jangan terus bersedih, doakan saja istrimu cepat pulih.“ “Oh iya, bagaimana dengan pelaku yang menyebabkan Winda begini?” “Aku sudah melaporkannya kepada pihak berwajib, biarkan mereka yang mengurusnya.” Kak Santi tersenyum, “Aku tau, adikku tau apa yang harus di lakukan.”

  • TERGODA IPAR   Tolong, panggilkan ambulans!

    POV Firman Aku baru saja sampai di kantor. Berbarengan dengan aku masuk ke dalam loby, tiba-tiba saja ponselku berbunyi. Aku segera mengangkatnya karena itu berasa dari rumah. Aku sangat takut terjadi sesuatu di rumah. Apalagi itu menyangkut Winda. Kondisi nya masih belum stabil. “Halo, Bibik. Ada apa?” “Halo, Pak. Ibu ... Ibu ....” “Ada apa? Bicara yang jelas?! Winda kenapa?” bertubi-tubi pertanyaan kulontarkan, aku benar-benar merasa khawatir. “Ada apa dengan Winda?” “Tadi Ibu pamit keluar sebentar katanya, dia membawa tas.” Ah, aku meraup wajah kasar. “Sudah kuduga, dia pasti akan berpergian. Harusnya aku tetap di rumah.” Aku menyesal. Kupikir memang benar Winda hanya per

  • TERGODA IPAR   Tas biru

    Pagi hari .... Firman membuka matanya perlahan. Kepala yang semalam terasa berat, kini menghilang perlahan. Meskipun dia demam tinggi semalam, tapi dia ingat semalam Winda mengompres dirinya. Firman pikir Winda percaya pada ucapan seseorang yang mengatakan dirinya adalah penyebab kematian Hendra—kakaknya sendiri. Ternyata wanita itu masih perduli padanya. Firman mengulum senyum. Dia menoleh ke samping. Kosong! Winda tidak ada di sana. Entah semalam istrinya itu tidur di mana dia tidak tau. Sebab, setelah minum obat matanya terasa berat. Dia tertidur dan baru bangun sekarang. Firman menyibak selimut yang menutupi tubuhnya. Dia harus segera pergi ke kantor. Hari ini ada jadwal meeting pagi. Sebagai manager yang disiplin tentu saja Firman tidak ingin telat. Meskipun tubunya masih terasa tidak enak. Namun, semangatnya tidak berkurang sedikitpun. Ada wajah Fira dan Farhan, yang menjadi semangatnya ketika rasa malas itu datang. D

  • TERGODA IPAR   Merasa Khawatir

    Setelah itu Winda mendekat ke arah Firman duduk di sampingnya, dia menatap muka wajah yang tengah terlelap. Wajah yang sangat teduh, tiba-tiba saja jantungnya berdetak kencang saat menatapnya. Winda menyentuh dadanya sendiri. Deg Deg Deg!Benar, jantungnya berdebar-debar. Padahal Firman Tengah tertidur.“Perasaan apa ini? Apakah aku jatuh cinta pada Firman?”“Ah, sudahlah. Jika memang iya, bukankah tidak apa-apa. Toh, dia suamiku.” Winda mengulum senyum.Senyum di wajah Winda pudar saat melihat bibir Firman bergetar.“A—aku tidak melakukan apapun, Win. Tidak ...” gumam Firman dengan mata yang masih terpejam.Winda langsung menyentuh keningnya.“Sshh, panas!”“Ternyata Firman demam, pantas saja dia tidak turun untuk makan malam.”Winda segera bangun dari ranjang. Kemudian keluar dari kamar. Dia mengambil sesuatu kemudian kembali lagi ke dalam kamar. Sambil membawa bak berisi air hangat dan juga

  • TERGODA IPAR   Berdebat

    Firman pulang setengah jam kemudian. Setelah menyelesaikan permasalahannya di kantor. Dia segera memarkirkan mobilnya ke garasi. Sebelumnya, dia sudah mendapatkan kabar dari asisten rumah tangganya bahwa Winda sudah pulang.Dengan tergesa dia segera masuk ke dalam rumah. Terlihat Winda tengah duduk di sofa, dengan tangan bersedekap dada. Pandangannya tajam lurus ke depan.Firman tersenyum kemudian berjalan perlahan ke arah nya.“Sayang kamu dari mana saja,” ujarnya saat sudah dekat. Firman duduk di samping Winda. Jarak di antara mereka hanya satu jengkal saja.Winda melirik tajam ke arah Firman. Pria di sampingnya tanpa aba-aba langsung merangkul pundak nya.“Sejak tadi aku mencarimu. Kamu membuatku khawatir, tapi syukurlah kamu sudah pulang.”“Sayang ...”“Berhenti memanggilku dengan sebutan sayang, Firman!” Winda menepis kasar tangan Firman.“Ka—kamu kenapa?”“Aku sudah tau apa yang telah kamu lakukan

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status