“Lo pindah ke belakang!” Pinta Niel dengan nada yang tak bisa dikatakan baik. “Buruan!!” Ia membentak karena tak sabar.
Sadar Niel tidak dalam mood yang bagus pagi ini, Zeusyu memilih menurut. Tak ada penolakan darinya karena ia tak ingin menambah daftar panjang keributannya dengan Niel. Tanpa banyak kata, ia lepaskan sabuk pengaman yang membungkus tubuhnya. Tangannya membuka pintu mobil dan memilih turun.
Menghela napasnya, Zeusyu memandang bangunan rumah berlantai dua di hadapannya. Saat ini mereka berada tepat di depan pagar sebuah indekos. Ia tahu benar siapa sosok yang berdiam di dalamnya.
Mesyelin..
Gadis cantik yang dulu menjadi kakak senior mereka di sekolah. Mayse— begitu sang gadis sering dipanggil, kini tengah menduduki bangku perkuliahan. Satu tahun Meyse menghilang tanpa kabar. Ia kembali setelah Niel mencarinya ke seluruh penjuru Indonesia. Teringat alasan mengenai pulangnya Meyse, Zeusyu pun tersenyum getir.
Brak!!
Tubuh Zeuyu tersentak kala pintu mobil dihempaskan hingga menimbulkan suara debuman yang begitu keras. Ia lalu melihat Niel yang berlari cepat untuk menyongsong kekasih hatinya.
“By..”
Drama mereka dimulai lagi!
“Ngapain kamu kesini?! Aku udah bilang kan kalau nggak mau kamu jemput!”
“Please By.. Jangan mulai lagi. Aku anter ya ke kampus.” Lirih Niel yang dapat Zeu dengar. Zeu mulai mengingat lagi kapan terakhir Niel memperlakukan dirinya selembut itu. Rasanya, Zeu bahkan tak bisa menyebutkan kapan tepatnya. Sudah terlalu lama, semenjak Mesyelin menggetarkan hati pria yang ia cintai.
“Niel kita udah putus. Kamu nggak perlu kayak gini..”
“Nggak!!”
Zeusyu menghembuskan napas lagi. Ia mengeluarkan ponsel, membuka aplikasi startup yang kini menggeluti usaha jasa antar. Zeu mulai menentukan rute penjemputan. Ia tak mau terseret ke dalam drama percintaan Niel. Menunggu keduanya hanya akan membuat dirinya terlambat masuk sekolah. Terserah saja jika Niel ingin membolos. Zeu akan berusaha sendiri untuk sampai.
“Kamu sekolah sana.. Nanti telat. Kamu bawa Zeu, Niel!”
“Its okay, Kak. Nggak apa-apa. Lanjutin aja.” Ujar Zeu. Bibirnya mungkin mudah berkata-kata, tapi tidak dengan hatinya yang mulai kembali hancur berkeping-keping.
Tak menunggu lama, ojek pesanan Zeu datang. Ia beruntung karena sang driver berada dekat pada daerah yang dirinya pijaki saat ini.
“Mbak Zeusyu Tirto?”
“Betul Mas. Yuk. Saya sudah ready.” Zeu lantas menerima helm, memakainya cepat agar tak membuang-buang waktu.
“Mau kemana lo?!” Sergap Niel yang tiba-tiba saja menarik lengan Zeu. Beruntung Zeu tidak terjatuh karenanya. “Nggak usah cari perkara baru!” Bentaknya membuat Zeu langsung menarik tangannya cepat hingga terlepas dari genggaman Niel.
“Gue capek, Niel. Mau sekolah. Udah ya,” ucap Zeu lemah. Ia lalu naik ke atas jok motor. “Kak Meyse, duluan ya. Hati-hati dijalan kalian.” Pamit Zeu ramah. Berbeda sekali ketika ia sedang berbicara dengan Niel.
“Pak ayo..” Pintanya pada pengemudi ojek online.
Niel memukul udara kosong. Menatap geram punggung Zeu yang lamat-lamat menghilang ditelan oleh tikungan perumahan tempat kos Mesyelin. Ia kesal sendiri jadinya. Beraninya gadis itu meninggalkannya.
“Kamu keterlaluan Niel! Liat apa yang udah kamu buat ke Zeu.” Mesyelin merasa tak enak hati. Niel selalu memperlakukan Zeu semaunya dan lagi-lagi ia melihat pancaran kesedihan dimata gadis yang menjadi istri mantan kekasihnya.
“Tolong jangan bikin keadaan aku sulit lagi, Niel.. Mama kamu nggak akan suka.”
Meyselin menghormati keluarga Niel. Ia memang pernah meninggalkan Jakarta karena ancaman mama Niel. Menyembunyikan diri demi menjauhi kekasih yang dirinya cintai. Meski begitu, wanita bernama Amelia Tirto tersebut tidak lepas tangan. Dia mengirimi dirinya uang yang lebih dari cukup untuk bertahan hidup. Ia bahkan bisa merasakan bangku perkuliahan akibat kebaikan wanita itu.
“Niel, aku pengen kuliah, jadi orang hebat. Pengen bisa sekolahin adek-adek pantiku. Kalau kamu kayak gini, gimana nasib aku ke depannya?!” tanya-nya lirih.
“than me?” Serak, suara Niel terdengar sangat berat. Ada kesakitan disana.
“Aku gimana, By?! Cinta kita? Kenapa kamu jahat banget. Kamu mikirin Zeu tapi nggak sama aku?!” Matanya mulai berkaca-kaca. Ia sangat menyukai Meyselin. Mencintainya lebih dari apapun sehingga berani melakukan konfrontasi pada .ama dan omanya.
Niel mengulurkan tangannya, menggenggam jemari Meyselin. “Aku yakin kalau kita terus berjuang, lama-lama mereka pasti setuju. Percaya sama aku, By..” Kepercayaan diri itu muncul karena ia adalah anak laki-laki satu-satu di keluarga Tirto.
“Niel..” Meyselin lelah. Ia bukan manusia tak tahu diri.
“By, kita cari restu Mama Papa lagi ya? Zeusyu bukan urusan kita, By. Nggak seharusnya kita pikirin nasib dia. Ngalah demi dia dan ngorbanin cinta kita..”
Disela-sela rayuannya, ponsel Niel bergetar. “Wait,” ia pun meminta agar Meyselin menunggunya. “Jangan ke mana-mana. Aku yang akan anterin kamu ngampus.” Ujarnya seolah ketika tangannya terlepas, Meyselin bisa saja pergi melarikan diri.
Pada layar ponselnya, Niel menemukan raut wajah sang mama. Ia melirik Meyselin sebelum menekan tombol merah untuk menolak panggilan Amel.
“Mama kamu Niel..”
“Nggak penting..” Jawabnya enteng.
Niel tidak pernah menduga jika mamanya akan terus menghubungi dirinya. Demi menghindari wanita yang telah melahirkan dirinya, ia lantas memasang mode senyap. Pikiran mengenai Zeusyu yang mengadu menyeruak dalam otak kecil Niel.
“Ayo..”
Kali ini, dering telepon menggema di ponsel Meyselin. Amel seperti memiliki indera ke enam. Menebak sangat jitu keberadaan putranya sekarang.
“Halo, Bu Amel..” Sapa Meyselin.
‘Niel sama kamu?!’
Niel mengeram. Harusnya Meyselin tidak menerima panggilan mamanya. Wanita itu terlalu takut hingga mengorbankan perasaannya yang tulus.
“Iya Bu.. Ini saya minta Niel untuk pulang.”
‘Tolong loudspeaker.. Saya mau bicara sama dia..’
Meyselin pun patuh. Pada mailakat yang juga merupakan jagal nyawanya, ia menuruti perintah Amel. Menghadapkan layar ponsel ke udara. ‘Zeu naik motor ke sekolah, bener?’ Amel meminta kejelasan tanpa adanya basa-basi.
‘Nathaniel Rahardian Restian Tirto! Mama minta kamu jawab pertanyaan Mama. Apa Zeusyu naik ojek barusan?!’ Hardikan keras menyeruak, menandakan bahwa sosok dibalik sambungan telepon tersebut menaruh amarah yang tinggi.
“Ya Mah..” Pasrah Niel. Ia tidak mungkin bisa berbohong karena mamanya jelas-jelas sudah tahu. Awas saja Zeu.. Niel pasti akan membuat perhitungan karena gadis itu berani mengadu domba antara dirinya dan sang mama.
‘Good.. Jadi bener. Valid udah. Cewek yang kecelakaan barusan itu Zeu. Oke.. Gitu aja.. Mama hubungin kamu cuman buat pastiin kalau telepon dari polisi barusan emang karena Zeu. Dia bener nggak lagi sama kamu sekarang..’
Tubuh Niel menegang hebat.
“Ma.. Maksudnya apa?!”
“Mah!” Pekik Niel meninggikan suaranya.
Tuts..
Sial... Sambungan telepon dimatikan sepihak tanpa sebuah penjelasan. Ia bahkan tidak tahu dimana Zeusyu sekarang. Beberapa waktu lalu gadis itu masih terlihat baik-baik saja. Ia terlalu kalut, hingga tanpa sadar dirinya langsung masuk ke dalam mobil. Meninggalkan Meyselin tanpa sepatah kata.
“Kamu bahkan nggak pernah sadar kalau bisa gila karena dia kenapa-napa, Niel.” Kekeh Meyselin miris, menyaksikan laju mobil Niel yang bisa dikatakan sangat kencang. Bagaimana ia dapat berjuang sedangkan tanpa sadar Niel selalu bertindak diluar kendali ketika kesulitan menimpa Zeusyu.
Di tempat yang berbeda, Niel seperti orang kesetanan. Ia terus mencoba menghubungi Amel, mencari tahu dimana ia bisa menemukan Zeusyu. Ia bahkan tidak berpikir tentang keselamatannya sendiri. Meski kesal, Niel tidak berpikir jika Zeusyu harus merasakan kemalangan. Andai ia melarang lebih keras, gadis itu pasti masih bersamanya. Mereka bisa berangkat bersama setelah mengantarkan Mesyelin.
“Maaa.. Tolonglah!”
“Shit!!” Emosinya semakin tak terkendali kala reject-an terus dirinya terima.
“Oma.. Iya Omaaa!” Jalan satu-satunya adalah bertanya kepada sang nenek. Wanita itu pasti memiliki informasi mengenai cucu kesayangannya. Peduli setan dengan amukan wanita omanya. Niel akan menerimanya asal ia bisa melihat keadaan Zeu sekarang.
“Excuse me, Little Girl. Kamu siapa ya? Kenapa dateng-dateng marahin pacar orang.”Xaviera mendelik. “Dia pacar Om?” tanya gadis dua puluh tahunan itu sembari melayangkan jari telunjuknya, menunjuk perempuan yang berdiri dengan memeluk lengan Rega.Tenang, Rega menjawab. “I think yeah.”“Babe.. Kamu kok kayak ragu-ragu gitu jawabnya?” Kacau! Padahal Rega pikir healing bersama mantan partner one night stand-nya kali ini bisa berjalan lancar, selancar laju kendaraan di jalan tol ketika masa hari raya tiba karena orang-orang pergi mudik ke kampung halaman.Tapi apa ini, Suketi?Kenapa bocil biang onar yang seharusnya berada di Jakarta, bisa ada di negara tetangga yang dirinya harapkan dapat menjadi spot kencan tanpa gangguan?!Rega sungguh tak habis pikir. Xaviera seakan memiliki indera ke-enam yang menjadikannya tahu kapan tepatnya ia akan bersenang-senang dengan wanita lain.‘Apa gue kurang jauh perginya?’ batin Rega, mempertanyakan apakah dirinya seharusnya memilih benua lain ketimb
“Apa sih?! Nggak boleh orang baikkan? Kita disuruh war terus?!” Sentak Xavier, ngegas. “Kok gitu?”Disampingnya, Aurelia tampak terkejut. Ia yang polos pun termakan oleh kata-kata Xavier. Aurelia mengira jika para orang tua tak menyukai perdamaian antara kakak-beradik itu, dan mereka justru ingin agar keduanya terus saja berseteru.“Padahal Aurel happy loh liat Abang sama Kak Vier baikkan. Kita tadi juga udah ngerayain pake gelato.” Mata indah istri Xavier itu mengerjap, membuat bulu matanya yang lentik ikut bergerak.“Marahin, Queen. Masa orang mau baikan nggak boleh.” Kompor Xavier. Bibirnya mencebik lalu membentuk seringaian sehalus bulu merak.“Eung… ini lagi Aurel marahin. Abang sama Kak Vier tenang aja, serahin semuanya ke Aurel.”Uhuk!Xavier terbatuk usai mendapati betapa menggemaskannya sang istri. Ia sungguh gemas dengan cara bicara dan ekspresinya yang seperti anak TK.Sesaat setelah dirinya dapat menguasai diri, Xavier pun memuji sembari membelai puncak kepala Aurelia. “
Serangan satu pihak yang Xavier lakukan memicu kemarahan Xaviera. Gadis yang tak mengetahui alasan dibalik penyerangan kakaknya itu, membela pria pujaannya tanpa mau repot mendengarkan penjelasan sang kakak.“Fine!”Xavier mengayunkan kedua lengannya ke atas. “Benci aja Abang sepuas kamu. Terserah. Abang nggak akan peduliin kamu lagi.” Tuturnya, teramat kecewa dengan api amarah yang ditujukan Xaviera kepadanya.Sebelum meninggalkan area taman, Xavier sempat melemparkan tatapan pada Rega. Ia belum pernah membenci satu dari tiga sahabat papanya. Namun sekarang, rasa negatif itu bersarang di dadanya. Nahasnya, perasaan itu tumbuh untuk Rega— sosok terdekat yang sudah ia anggap layaknya ayah kedua. “Pi..” Xavier dan rasa kecewanya berlalu, mengabaikan panggilan Niel. Ia berjalan tegak meski seluruh hatinya hancur berkeping-keping. Hah! Memuakkan!Siapa sangka jika patah hati yang tak pernah ia rasakan, justru datang dari saudara yang paling dirinya kasihi. Menyaksikan menantunya pe
Rega kini benar-benar terdesak. Sialnya, Jeno yang tantrum karena putrinya dinikahkan secara paksa saat usianya beberapa tahun dibawah Xaviera, menghubungi mamanya. Alhasil, wanita yang mengidamkan-ngidamkan dirinya untuk segera menikah itu berbondong-bondong datang dengan membawa satu set berlian turun temurun milik keluarga besar sang papa.“Penghulunya mana? Tante udah nggak sabar ini liat Rega kawin.”“Nikah, Tante. Emangnya anak Niel sapi apa, nyebutnya kawin!” Berengut Niel, yang terpaksa merelakan putri kesayangannya dibanding gadis itu nekat menggelandang di luaran sana. Xavier yang telah mengamankan istri kecilnya ke kamar mereka, mulai tak peduli lagi dengan keinginan ekstrim adiknya. Biarlah anak itu melenceng sepuas hati. Kalau nanti diselingkuhi, ia akan bertepuk tangan sembari triple koprol tanpa jeda.Habis batu sih. Ambisinya itu sangat tidak masuk diakal. Orang lain mah mencari pasangan yang lebih muda, eh, dia justru mencari yang sudah bau tanah. “Aduh, kok dadaka
Tamparan mendarat mulus pada kepala Xavier. Semua terjadi begitu cepat. Tahu-tahu, terdengar bunyi, ‘plak!’ dan rasa panas seketika menyerang kepalanya.“Bosen idup kamu, Pi?! Berani-beraninya kamu nyuruh Incess Papa terjun payung. Mending kamu aja sana yang loncat. Kalau mati, Papa bikinin syukuran tujuh hari tujuh malem, lengkap sama konser akbar memperingati berpulangnya kamu ke pangkuan Tuhan!”Amukan sang papa kontan membuat Xavier terperanjat. Apa salah dan dosanya Pemirsa? Padahal ia berniat baik dengan membantu semua orang untuk menghentikan tingkah tak berotak adiknya. Namun niatnya justru disalah-artikan. Lagipula, mana berani Xaviera menerjunkan diri. Anak itu kan hanya menggertak agar bisa memenuhi tujuan dari drama tak bermutunya.“Kalau nggak bisa bantuin, diem aja udah. Nggak usah manas-manasin. Nggak kamu panasin juga udah panas ini suasana!” hardik Niel, membuat Xavier memanyunkan bibir dengan pipi yang menggembung, persis seperti ikan buntal.“Vier.. Turun, Sayang.
“Reg, RUN!” Teriak Jeno, panik, kala mendapati Xaviera menaikkan satu kakinya ke atas tembok pembatas balkon kamarnya.Rega harus segera bertindak agar Xaviera tak nekat terjun seolah dirinya stuntman profesional di film laga. Adegan berbahaya yang akan dilakukannya itu, pasti berujung dengan kefatalan akut.Minimal, seringan-ringannya, Xaviera akan berakhir cacat tidak permanen, persis seperti papanya dulu dan ujung-ujungnya, nasibnya bersama Rega pun akan sama. Bisa juga lebih parah. Mungkin sampai pada tahap mengembuskan napas terakhir ditangan sahabatnya... is dead-lah bahasa kasarnya! Kalau gaulnya meninggoy. Matek dan sebagainya!“Inget Reg, nyawa kita dipertaruhin!” Jeno kembali berseru. Kali ini ia memperingatkan Rega tentang kemungkinan terbesar akibat dari celakanya anak bungsu Niel.Awalnya, Rega melemparkan umpatan kasar. Pria itu memaki entah kepada siapa, sebelum kemudian mencoba merayu Xaviera agar tak bertindak nekat.“Jangan ya, Vier. Turun lewat tangga rumah aja, oke