TERIMA KASIH TELAH MENCERAIKANKUPart 12 (bos dan mantan suami)Ternyata aku tertidur di mobil. Seperti nyonya, justru pak Ridwan seperti sopirku, he he he. "Mau tidur di mobil?" tanya pak Ridwan dengan nada santai."Ngak mau!" Spontan kujawab cepat. Alis pak Ridwan langsung bertaut menatapku."Ma-maksudku, aku nggak biasa tidur di mobil, Pak," polesku gugup. Aduuuh, kok matanya menatap gitu ..., merasa tidak enak saja.Ops! Lupa. Bukankah aku tertidur di mobil? Malunya aku asal jawab. Dinda ..., jangan terlihat bodoh di depan bos, justru kamu harus lebih elegan dan menjaga harkat martabat sebagai seorang wanita. Lebay ...."Terima kasih, Pak. Mau mampir dulu?""Aku langsung balik aja.""Oke, Pak." Lalu kubuka pintu mobil dan ke luar.Tidak ada kata-kata perpisahan gitu? Seperti film Rio Dewanto. Selamat malam ..., atau semoga mimpi yang indah ..., atau mimpikan aku. Dasar bos, mungkin saja ia tak norm*l. Wanita cantik tertidur di mobilnya, tapi cuek saja.Kulangkahkan kaki ingin mas
TERIMA KASIH TELAH MENCERAIKANKUPart 13 (mantan suami vs mantan pacar)"Ibuku sakit dan selalu menanyakanmu, itulah kenapa aku ingin kita rujuk, jangan kamu kira aku akan mengemis setelah kamu selingkuhin." Kak Angga berkata sambil berdiri melipat tangannya di perut. Raut wajah arogan terpancar hingga aku tak mengenal kak Angga yang sekarang. Atau memang begini sifatnya?Mmm, sepertinya aku harus membalas mantan suamiku. Tapi bukan dengan cara emosi. Ia terlihat merendahkanku padahal butuh. Minta rujuk karena ibu atau belum bisa melepaskanku. Oh mantan suami, kenapa kamu bikin ribet."Ooh, jadi karena Ibu?""Iya, jadi gimana? Asal kamu tau ya, aku juga tidak punya waktu mengurus perceraian kita. Dari pada mengurus itu lebih baik kita rujuk demi Ibu, demi Ibu, ya," ucapnya sedikit menekan.Kalau alasan demi ibu, buat apa aku rujuk? Toh yang menjalani rumah tanggaku bukan ibu. Alasan!"Salam buat Ibu," jawabku."Iya, pasti kusampaikan. Kamu tahu, 'kan, karirku sekarang naik, beberapa w
TERIMA KASIH TELAH MENCERAIKANKUPart 14 (mendadak adegan drakor)"Ehem!"Ini deheman ke dua kalinya. Pak Ridwan menatapku berdiri di ambang pintu ruangannya. Mati aku.Loh, Silvi kok seperti sibuk mengetik. Cari muka dia. "I-iya, Pak," ucapku tak berani menatap matanya. Malu, aku sangat malu."Mang Jojo mana? Kenapa kopiku belum diantar?""Oh, maaf Pak, aku lupa, Mang Jojo ijin sakit," sahut Silvi."Biar kubuatkan kopinya, Pak," jawabku. Ini semata-mata mencoba menghilangkan malu. "Oh, ya udah," jawab pak Ridwan lalu masuk dan menutup pintu ruangannya.Kuhela nafas besar. Rasanya ingin menyembunyikan kepalaku di bawah meja tadinya. Dan Silvi tersenyum lebar sambil menaik turunkan alisnya melihatku. "Kenapa?" tanyaku sewot. Aku tahu ia pasti mentertawakanku."Tuh calon suami minta bikinin kopi," ucap Silvi sedikit berbisik. Takut terdengar pak Ridwan kali."Iya iya, kalau ada Pak Ridwan bilang kek, ketahuan kaaan." Mendadak tak berani menghadap bos-ku."Apa salahnya ketahuan, bukan
TERIMA KASIH TELAH MENCERAIKANKUPart 15 (Cinta Lama Bersemi Kembali atau Cinta Baru Kini Hadir)Mendadak selera makanku hilang. Melihat mereka berdua seperti memanas-manasi, seolah aku bakalan cemburu. Kalau tidak ada pak Ridwan, sudah kubantai mereka. Mantan labil buang ke tong sampah saja. Bay bay ...."Sabar Dinda, sabar, jangan emosi karena itu salah satu pemicu sakit jantung," bathinku meski mulut tetap mengunyah."Oh ya, Pak Angga. Nanti aku butuh bantuan untuk menangani proyek besar, aku akan pilih beberapa karyawan yang kuanggap mampu terjun ke proyek ini. Salah satunya Pak Angga dan Dinda," ucap pak Ridwan, lalu menyuap nasi di sendoknya."Baik Pak, justru untuk proyek ini kita harus fokus, jika nanti diminta lembur, aku sangat bersedia," jawab kak Angga."Oke, tidak salah kupilih Pak Angga memimpin cabang," jawab pak Ridwan. Kak Anga tersenyum sambil melirikku.Lagi-lagi masalah proyek pekerjaan menyatukan kami. Meskipun aku berlari jauh agar tidak bertemu dengannya, tetap
TERIMA KASIH TELAH MENCERAIKANKUPart 16 (Keributan tamu tak diundang)Apa aku tidak salah baca? Atau apakah pak Ridwan tidak salah kirim? Tapi namaku jelas tertulis. Tumben nanya aku sudah makan atau belum? Apakah ini mimpi?'Jangan GR dulu, Din, bisa jadi karena tidak enak sering menyuruhmu lembur,' bathinku tidak mau salah duga. Lagian aku juga lelah mencoba menarik perhatian pak Ridwan. Ini bukan diriku yang sebenarnya, ini semacam tantangan saja karena efek diceraikan. Aku merasa tertantang dan ingin membalas mantan suamiku."Dari siapa?" tanya kak Yuda karena aku terpana melihat layar ponsel."Ooh, dari Bos di kantor," jawabku lalu memasukkan ponsel ke dalam tas. Pesan pak Ridwan tidak kubalas."Sibuk?""Lumayan, Kak.""Jadi gimana?"Diam sejenak. Aku tidak bisa memutuskan cepat. Perceraian membuatku harus berpikir lagi tentang membangun rumah tangga. Aku harus memikirkan ini matang-matang. Takut salah pilih suami lagi."Jadi, Kak Yuda belum pernah menikah?" Rasa ingin tahu, se
TERIMA KASIH TELAH MENCERAIKANKUPart 17 (karma Anggi)Pov GaraAnggi keguguran. Ini semua salahku, ini juga karena aku tidak bisa mengendalikan rasa. Terlanjur sudah ...."Tenang, Gara, Anggi pasti baik-baik aja," ucap kak Murni mengerti dengan kegelisahanku."Ya, Kak," jawabku sambil melihat Dinda sekilas. Namun ia tidak menunjukkan perhatian padaku. Aku saja yang terlalu bawa perasaan."Ibu dan Angga sedang perjalan ke sini." ucap kak Murni."Terima kasih, Kak," jawabku. Mereka pasti menyalahkanku.Seandainya rasa hati ini bisa kuhilangkan, aku ingin rasa itu berlari semakin jauh tanpa meninggalkan jejak yang membuatku tertumpu padanya lagi. Berat, ia terlihat dekat tapi tak bisa kudekap, jangankan didekap, disentuh saja sulit. Aku benci rasa ini tak bisa hilang. Aku benci kenapa hanya dia, dia dan dia. Dinda ....Aku hanya bisa memandangnya. Dari dulu hingga sekarang, rasa itu selalu bersemayam di hatiku.Kami menunggu di luar ruangan, di mana Anggi sedang dikuret. Tadi darah sega
TERIMA KASIH TELAH MENCERAIKANKUPart 18 (Gara, Yuda)Selama ini aku diam mendengar mereka mengatakanku mur*han. Tapi ini sudah kesekian kali seakan kata-kata itu sudah melekat di lidah mereka. Bahkan di depan umum tak segannya mereka berucap. Kesabaranku ada batasnya. Jika selama ini aku diam, itu juga karena aku malu."Aku malu, Kak Murni," ucapku."Sekarang lupakan masa lalu, jika ingin mengurus surat cerai, cepat lakukan. Angga bukan lelaki yang baik, ia kasar dan egois."Sebentar saja kak Murni bisa menilai. Kak Angga mencaciku di depannya, wajar ia ikut kesal. Mana ada kakak yang ingin melihat adiknya dikasari, meskipun itu suami adiknya. Lah, ini hanya mantan suamiku."Ya, Kak, besok aku urus," jawabku sambil melangkah menuju kamar.Kututup pintu kamar lalu meletakkan tas di nakas, membaringkan tubuh di ranjang. Lelah, seharian kerja ditambah dengan kejadian hari ini. Kupejamkan mata berusaha ingin tidur.Ponselku berdering. Mata belum terlelap, segera kuambil ponsel dalam tas.
TERIMA KASIH TELAH MENCERAIKANKUPart 19 (di luar dugaan)Pagi-pagi bikin ribut saja mantan suamiku. Aku sudah dicerai tapi sikapnya seolah aku masih istri sah. Lah ini kak Gara ngapain juga berkunjung. Hidupku sudah ribet, eeeh ditambah lagi. Kata kak Murni harus lebih tegas."Kalau Dinda sudah dicerai, ia berhak menentukan pendamping hidupnya, lagian keputusan bukan ditanganmu," ucap kak Yuda melihat kak Angga."Aku tidak butuh pendapatmu!" sanggah kak Angga angkuh.Kenapa mereka semua di depan rumahku. Seperti demo saja. Aku harus buat demo ini bubar. Malu dilihat tetangga jika terjadi keributan lagi."Kak Angga, tolong jangan campuri hidupku lagi, kamu sudah menceraikanku. Dan aku tidak ingin rujuk," ucapku tagas. "Tapi Din, ini hanya salah paham, kita bisa perbaiki," jawab kak Angga. Ternyata ia terlambat sadar."Ini bukan masalah salah paham di antara kita, tapi sikapmu yang tak bisa kuterima."Kak Angga terdiam dan tetap menatapku. Lalu aku berpaling ke kak Gara."Kak Gara, se