Home / Romansa / TERJEBAK CINTA CEO ES / Peran Dibalik Cermin

Share

Peran Dibalik Cermin

Author: Kayy
last update Huling Na-update: 2025-06-05 17:23:21

Satu jam setelah kontrak diteken, Anya berdiri di penthouse Reynard. Ruangan itu terlalu sunyi untuk sebesar itu.

Putih. Bersih. Rapi. Seperti hidup yang tak pernah disentuh kesalahan.

Dan pria itu berdiri di sana, setenang patung marmer. Tapi matanya menatapnya tajam seolah mengulitinya.

“Kita harus terlihat nyata.”

Suaranya dalam. Dingin, tapi menyentuh sisi kulit yang tak tertutup logika.

“Mulai dari genggaman tanganmu… sampai caramu memandangku, seolah aku pusat duniamu.”

Anya menyipit. Bibirnya melengkung sedikit.

“Latihan... jadi kekasih? Kau bercanda?”

Reynard melangkah pelan. Tanpa suara, tapi menghantam udara di antara mereka.

Aroma aftershave-nya menyusup halus, seperti bayangan yang terlalu dekat.

Tangannya terangkat dan di pinggang Anya. “Belajarlah menatapku,” bisiknya nyaris tak terdengar,

“Seolah hanya aku yang bisa membuatmu tetap utuh.”

Anya menahan napas. Bukan karena gugup tapi karena sistem alarm dalam dirinya meraung. Meski begitu, ajahnya tetap datar. Tapi detaknya tak bisa disembunyikan.

“Aku cukup terlatih,” jawabnya lirih, “untuk tidak mengaburkan peran dengan perasaan.”

Senyum Reynard terbit perlahan. Seperti senyum seseorang yang tahu permainan ini akhirnya akan menguntungkannya.

“Kita lihat saja nanti.”

Dia mendekat lagi. Nafasnya hangat di pipi Anya,

dan dunia sekitar seperti mengecil hanya pada ruang kecil di antara kulit mereka.

“Kalau ini nyata,” bisiknya, “Kau tak akan berkedip.”

Anya menatap balik. Tak goyah. Tak gentar.

Matanya seperti cermin yang menolak memantulkan.

“Kau lupa satu hal, Tuan CEO,” ujarnya pelan, tajam seperti belati perak.

“Aku pernah mencintai pria yang lebih kejam darimu. Dan aku masih bisa tersenyum.”

Reynard terdiam. Sorot matanya menyipit menerima tantangan yang baru saja dilemparkan ke wajahnya.

“Kau keras kepala.”

Nada suaranya seperti batu es yang retak di permukaan air.

“Itu akan jadi aset paling berbahaya kita.”

---

MALAMNYA.

Hotel bintang lima itu bersinar seperti kotak perhiasan raksasa.

Kristal menggantung di langit-langit, memantulkan cahaya yang terlalu terang untuk niat yang terlalu gelap.

Para tamu berdiri dengan gelas kristal di tangan—senyum mereka mahal, dan pertanyaan mereka lebih tajam dari ujung pisau koktail.

Anya turun dari mobil. Gaun hitam berpotongan tegas membalut tubuhnya dengan angkuh. Tidak minta dikagumi—tapi mustahil untuk tidak dilihat.

Reynard sudah menunggunya. Setelan abu-abu gelap. Dasi hitam. Mata yang tak banyak bicara, tapi mengendalikan segalanya.

Dia menyodorkan lengannya. Tak ada senyum. Hanya isyarat.

“Pegang aku,” katanya tanpa suara.

Anya menautkan lengannya. Jemarinya ringan, tapi posisinya kuat.

Seolah berkata: Aku bukan pelengkap. Aku lawan mainmu.

Dan saat mereka melangkah ke aula, dunia terdiam sepersekian detik.

Bisik-bisik. Kamera. Kilatan cahaya.

Dunia menyambut mereka seperti pasangan dari cerita dongeng—yang semua orang tahu, tak pernah benar-benar bahagia.

Lalu sebuah suara terdengar dengan nada nyaring “Benarkah ini tunanganmu, Reynard?”

Nyonya Besar Andinata. Berdiri seperti monumen dari masa yang tak bisa ditentang.

Gaun brokat gelap. Mata tajam seperti orang yang tak pernah kalah dalam perang keluarga.

Reynard mengangguk ringan. “Benar, Oma. Ini Anya.”

Nyonya Andinata mendekat. Menatap Anya seolah wanita itu barang lelang yang belum tentu layak naik panggung.

“Terlalu cantik untuk sekadar wanita biasa… Tapi terlalu berani untuk jadi bagian dari darah Andinata.”

Anya tersenyum tipis.

Sorot matanya tidak menyerang, tapi juga tidak mundur.

“Saya tidak pernah berniat jadi milik siapa pun, Nyonya,” jawabnya pelan.

“Tapi saya tahu bagaimana berdiri di samping seseorang—terutama saat semua orang menginginkan dia jatuh.”

Nyonya Besar tidak menjawab. Tapi matanya berbicara lebih keras dari kata-kata.

Di sebelah Anya, Reynard menoleh pelan.

Untuk pertama kalinya, dia tampak seperti lupa harus bicara apa.

Anya mencetak poin pertama. Dan dia tahu itu.

Lampu dan kamera kembali menyorot Anya dan Reynard. Beberapa wartawan mulai mengacungkan mik ke arah mereka.

“Bagaimana kalian bertemu?”

“Kapan menikah?”

“Apakah cinta pada pandangan pertama?”

Anya tersenyum—jenis senyum yang tidak bisa dibedakan antara lelah dan licik.

Tapi Reynard lebih cepat. Dia menggenggam tangan Anya—erat, hangat secara sosial, tapi penuh strategi.

“Segera,” jawabnya. “Tapi kami ingin menikmati pertunangan ini dulu. Kami butuh waktu. Untuk saling... mengenal lebih dalam.”

Kamera mengabadikan senyum yang manis di permukaan.

Tapi di balik mata Anya—ada badai yang disembunyikan dengan terlatih.

---

KEMBALI KE HOTEL SUITE.

Anya berdiri di depan cermin besar. Rambutnya masih rapi, tapi pikirannya tidak.

Di belakangnya, Reynard menanggalkan jas, sibuk membaca pesan di ponselnya seolah malam ini hanya bagian dari agenda bisnis biasa.

“Besok kita sarapan dengan Oma. Dia ingin melihat seberapa nyata ini.”

Suaranya tenang, tanpa nada.

Anya menoleh. “Dan malam ini?”

“Kita tidur di suite ini. Satu kamar. Tapi beda tempat tidur. Aku di ruang kerja. Kau di kamar utama.”

Anya terdiam. Lalu mendekat ke jendela.

Di balik kaca, Jakarta bersinar indah.

“Kau menyusun ini seperti merger perusahaan,” katanya pelan.

Reynard hanya menoleh singkat. “Dan kau menandatanganinya.”

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App

Pinakabagong kabanata

  • TERJEBAK CINTA CEO ES    Dari puing yg tersisa

    Sudah dua minggu sejak Anya memutuskan untuk membangun kembali apa yang dulu pernah ia miliki atau setidaknya, bagian dari dirinya yang ikut runtuh bersama Phoenix Creative. Dulu, nama Anya Kirana adalah sinonim kesuksesan di dunia pemasaran digital Jakarta. Ia membangun agensi Phoenix Creative dari nol dengan kerja keras, darah, dan air mata. Tapi semua itu sirna dalam semalam. Pengkhianatan dari dua orang yang paling ia percaya, rekan bisnis sekaligus tunangannya, menghancurkan segalanya. Kini, sebuah ruangan mungil di coworking space Jakarta Selatan menjadi markas sementaranya. Tak semewah dulu, tapi cukup untuk mulai lagi. Siang itu, ia duduk membungkuk di depan laptop, menata ulang model bisnis untuk lini produk lifestyle dan digital branding yang dulu pernah mendominasi pasar. Excel sheet, mindmap digital, dan catatan proposal bertebaran di mejanya. Namun di balik bara semangat itu, ada awan gelap yang tak juga pergi: pendanaan. Ia telah mengirimkan beberapa proposal ke

  • TERJEBAK CINTA CEO ES   Mabuk

    Sinar matahari menari pelan di antara tirai tipis, menyusup masuk dan menyentuh seprai yang kusut. Sisa aroma semalam masih melekat di udara saat Anya membuka matanya perlahan. Tubuhnya lelah, namun terasa ringan. Di sampingnya, Reynard masih tertidur. Dada telanjangnya naik turun perlahan, damai. Ada bekas cakaran di bahunya. Jejak mereka. Bukti bahwa malam itu bukan sekadar mabuk.Ia memutar tubuhnya perlahan, menatap wajah pria itu. Ada damai di sana—damai yang justru membuat jantungnya berdegup lebih keras. Hubungan ini… dimulai dari kontrak. Tapi entah sejak kapan, batas-batasnya mulai kabur.Perlahan, ia menyentuh pipinya. Hangat. Hidup. Dan saat itu juga, mata Reynard terbuka, seperti merespons sentuhan itu.Tatapan mereka bertemu.“Pagi,” ucap Reynard, suaranya berat dan—dalam.Anya tersenyum kecil. “Pagi.”Satu alis pria itu terangkat. “Menyesal?”Anya menatapnya lama, seperti menimbang sebuah kebenaran yang enggan diucap. “Kalau aku bilang ya… kau akan marah?”Reynard tetap

  • TERJEBAK CINTA CEO ES   Malam Panjang

    Begitu mereka sampai rumah dari kegiatan jalan-jalan, Reynard mencondongkan tubuhnya perlahan ke arah Anya. Ia tidak terburu-buru. Matanya menatap mata Anya sejenak—mencari izin, atau mungkin kerelaan. Ketika melihat Anya hanya terdiam, bibirnya lalu menyentuh bibir Anya. Begitu pelan, begitu lembut, seolah takut menghancurkan sesuatu yang rapuh. Ciuman pertama itu seperti helaan napas yang tertahan terlalu lama. Hangat, tapi juga mengejutkan. Bibir mereka menyatu dalam gerakan ragu namun tulus. Anya mengerjapkan mata, jantungnya berdegup tidak beraturan. Detik itu, waktu seolah berhenti. Anya menutup matanya, membalas perlahan. Rasa hangat menjalar dari bibir ke lehernya, hingga ke ujung jari. Sentuhan lembut Reynard di pinggangnya membuatnya mendekat tanpa sadar. Angin malam yang menyelinap dari jendela kini tak lagi terasa dingin karena tubuh Reynard di sampingnya memancarkan kehangatan yang membungkus. Ciuman itu berkembang. Lebih dalam, lebih menuntut. Napas mereka membur

  • TERJEBAK CINTA CEO ES   Pilihan Sulit

    Anya duduk di sofa, menatap ke luar jendela sambil memikirkan tentang apa yang terjadi pada Dion dan Clara. Ia merasa bingung dan khawatir, tidak tahu apa yang harus dilakukan. Tiba-tiba, ia teringat tentang Reynard. Ia merasa ada sesuatu yang tidak beres dengan perasaannya sendiri. Ia telah mencoba untuk tidak mencintainya, tapi ia tidak bisa menyangkal bahwa ada sesuatu yang kuat antara mereka. Anya berdiri dan berjalan ke kamar mandi. Ia membasuh wajahnya dengan air dingin, mencoba untuk menghilangkan pikiran-pikiran yang berputar di kepalanya. "Tidak mungkin," kata Anya pada dirinya sendiri, "Aku tidak bisa mencintainya. Ia terlalu dingin, terlalu keras." Tapi ketika ia melihat dirinya sendiri di cermin, ia melihat sesuatu yang berbeda. Ia melihat seorang wanita yang lemah, yang tidak bisa menyangkal perasaannya sendiri. Anya merasa seperti terjebak dalam dilema. Ia tidak tahu apa yang harus dilakukan, tidak tahu apa yang harus dipilih. Ia hanya tahu bahwa ia harus membua

  • TERJEBAK CINTA CEO ES    Di Balik Pintu Tertutup

    Anya melangkah masuk ke ruang kerja pribadi Reynard di lantai 52. Dinding kaca membingkai kota Jakarta, tapi suasananya hening—terlalu hening.Reynard berdiri membelakangi jendela, jas sudah dilepas, kemeja hitamnya terbuka dua kancing teratas. Satu tangan menyelip di saku celana, yang lain memegang selembar berkas."Laporan terakhir dari investor Jepang. Presentasimu membuat mereka yakin," katanya tanpa menoleh.Anya mengangguk, tetap menjaga jarak. “Terima kasih sudah memfasilitasi semuanya.”"Aku tak fasilitasi siapa pun," ucapnya pelan, kini menoleh. Tatapannya menusuk."Aku hanya pastikan kau tidak membuat kesalahan lagi. Termasuk soal siapa yang kau percaya."Anya membalas tatapan itu. tatapannya dari Reynard."Aku tidak butuh perlindungan, Reynard."Senyum tipis menyentuh bibir Reynard—dingin, nyaris sinis."Salah. Kau hanya belum sadar seberapa banyak musuhmu, dan seberapa keras dunia bisa menghancurkanmu tanpa ampun."Ia berjalan perlahan mendekat. Langkahnya tenang. Tapi aur

  • TERJEBAK CINTA CEO ES   Antara Rasa dan Rahasia

    Restoran itu tenang, berkelas, dengan cahaya temaram dan interior modern minimalis.Anya mengenakan setelan semi-formal, rambut digelung rapi, sepatu hak tak terlalu tinggi. Tidak untuk menggoda. Tapi cukup untuk menunjukkan bahwa ia datang dengan kepala tegak.Seorang pelayan mengantarnya ke meja sudut paling privat. Ketika Anya sampai di sana, ia... sudah melihat Reynard. Pria itu duduk santai, mengenakan kemeja hitam dan jam tangan perak yang mencerminkan lampu gantung di atasnya. Tatapannya langsung menancap begitu Anya datang.“Kau datang.”Anya duduk dengan tenang, menyilangkan kaki, lalu meletakkan clutch-nya di atas meja.“Kupikir ini soal kerja sama. Ternyata restoran bintang lima?”Reynard menyeringai tipis, tidak menjawab langsung. Pelayan datang membawakan dua gelas wine merah, yang satu ditaruh persis di depan Anya.“Kau masih ingat yang ini?” tanyanya sambil menoleh ke Anya.“Prancis, tahun yang sama dengan ulang tahun Andristy yang keempat.”Anya tertegun. Ia tidak men

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status