Share

bab. 4 : Kristal

PRANGG!!

Mangkuk berisi bubur jatuh dan pecah seketika.

Sebuah tangan mencengkram bahunya, tampak guratan urat yang menonjol di sisi punggung tangan yang berwarna pucat.

Arumi terjepit. Salah sedikit, sudah dipastikan lehernya akan tergorok. Dinginnya benda logam itu terasa menggerogoti lehernya.

"Tunjukkan di mana kau menyembunyikan benda berharga."

"Aku tidak tahu," cicitnya gemetaran.

"Jangan berbohong. Apa kau ingin mati."

"Ti-tidak."

"Tunjukkan sekarang."

Jantung Arumi mencelos, baru gagal menikah, tercebur dan masuk antah berantah, kini dia sudah berada di ambang kematian. ya Tuhan, berat sekali cobaan-Mu pada hamba yang cantik dan lemah ini.

Dia baru saja membuka mata. Sama sekali tidak tahu tentang apapun, apalagi soal harta.

Pasrah ditunjuknya lemari kayu. Pastilah terdapat benda berharga didalamnya. Entah uang atau apapun, terserah saja. Yang penting dia terbebas.

Pria itu menyeretnya menuju lemari lalu menendang pintu dengan sebelah kaki hingga terbuka dan menggeledah. Sungguh malang, isinya hanya tumpukan buku.

"Pendusta!" Gebraknya marah, isi lemari yang sebagian besar hanya buku tua bertaburan. Arumi ngeri, berusaha lari menyelamatkan diri.

Sambil menatap geram, dia mengacungkan pisau hendak menangkapnya. Tapi Arumi sudah terlebih dahulu memutar tubuh dan berlari, naas kakinya malah tersangkut rok yang dikenakannya.

BRUGH!

Lututnya menabrak lantai. Dia tepelanting, sakit seluruh tubuh membuatnya sulit untuk bangkit.

BLETAK!

BRUGH!

KREEKK!

ARGH!!!

Suara lengkingan menusuk telinga Arumi, entah bagaimana, pria tadi sudah bertekuk di hadapan Lien Hua , tangannya terpuntir kebelakang, keningnya sudah membentuk bulatan berwarna biru dan didadanya tampak bekas tapak sepatu.

Lien Hua menarik tangannya kuat membuat pria itu berteriak kesakitan.

"Apa yang harus kulakukan pada penjahat ini, Paman?" tanyanya pada Paman yang sudah berada di samping Arumi. "Hei, Kau tidak apa-apa? Apa jantungmu kuat?" tolehnya pada Arumi.

Arumi menggangguk lalu menggeleng, entah, dia bingung harus merespon apa.

"Dia ketakutan."

Paman memegang bahu Arumi yang gemeteran lalu menepuk punggung belakangnya beberapa kali. Tubuh Arumi terasa hangat, seakan sebuah energi mengalir masuk melalui telapak tangan Paman. Membuat tubuhnya terasa lebih rilex.

Dia menggandeng Arumi dan membawanya ke atas ranjang. Menuangkan segelas air dan menyuruhnya minum.

Setelah melihat Arumi lebih tenang, dia mengalihkan wajah pada pria yang bertekuk di lantai dengan paha terinjak kaki Lien Hua

"Apa tujuanmu ke sini."

Pria itu memilih diam.

"Apa tujuanmu ke sini." Ulang Paman.

Lagi lagi pria itu tak menjawab.

Sebelum kata berikutnya keluar dari mulut Paman yang terbuka, Lien Hua memeluntir tangan pria tadi dan menariknya kebelakang.

"Arrghh!! Sakiit! sakiit! "raung pria itu.

Arumi bergidik, Kenapa dia harus melihat semua kekerasan ini, walau dia pecinta drama laga, melihat penyiksaan secara langsung cukup mengerikan.

'"Makanya jawab!" bentak Lien Hua sambil menekan kakinya di paha pria itu. Arumi terkesima, sekuat apa tenaga gadis mungil itu.

"Arrgh!! Mencari emas!! " teriak pria itu kesakitan.

"Mencari emas? Ini klinik. Tidak ada emas di sini." Lien Hua kembali memuntir tangan pria itu.

"Argh!! benar. Di desa beredar kabar kalau di klinik ini menyimpan emas. Demi memberi makan anak yang kelaparan, memberanikan diri mencuri emas di sini. Sumpah, Tuan. Saya tidak berbohong," ringis pria itu sambil menangis.

Paman menghela nafas. "Apa kau sudah makan?"

"Paman percaya padanya?" lirih Lien Hua heran. Arumi pun tak habis fikir semudah itu paman percaya perkataan pria yang hampir membunuhnya tadi.

"Makanlah sebelum pergi, aku akan menyiapkan bahan makanan untuk kau bawa pulang."

"Ikut aku." Lien Hua melepas tangan dan pijakan kakinya dengan kesal, sementara pria itu tertatih-tatih mengikuti langkahnya

***

Arumi memungut buku yang berhamburan dan menyusunnya kembali. Lemari tua ini masih tampak kokoh walau sudah diterjang pencuri tadi.

Sambil meletakkan buku satu persatu, Arumi membersihkan debu dan sarang Laba-laba yang mulai terjaring di tepian lemari, tak sengaja tangannya menyentuh sebuah kotak dan terjatuh seketika.

Kotak itu terbuat dari kayu dengan ukiran. Kenapa pria tadi tak melihat kotak ini saat menggeledah tadi. Ditariknya pengait yang terdapat di penutup kotak dan membukanya. Matanya membelalak

Isinya sebongkah kristal berwarna pink keunguan. Apa ini yang di cari pria tadi? Tapi tadi dia mengatakan bahwa dia mencari emas. Bukan kristal.

Terdengar suara orang bercakap-cakap, Arumi menilik dari jendela, Tampak pria tadi membungkuk pada Paman, ditangannya telah tergenggam beberapa buntalan kain.

***

"Wow, kau sudah membersihkan semua." Lien Hua yang baru datang langsung menselonjorkan tubuhnya di ranjang. Memandangi kamar yang sudah rapi, sama sekali tak tampak sisa kekacauan tadi.

"Walau tidak hebat, setidaknya aku bisa berbenah," sahut Arumi.

Berbenah merupakan hal biasa yang dilakukannya di rumah. Kotor atau berantakan sedikit saja, mama akan menceramahinya berjam-jam. Siapa yang sanggup mendengar celotehan mama?

Mama memang memilih untuk tidak mempekerjakan asisten rumah tangga. Hingga mau tak mau, suka tak suka Arumi turun tangan membantunya walau kadang terpaksa. Tapi entah mengapa saat ini dia merindukan ocehan itu.

"Apa kau terluka?"

Arumi menyentuh lehernya, untunglah tidak ada luka sedikitpun. Mungkin pria tadi memang tidak ingin melukainya, hanya menakut-nakuti saja.

"Pisau yang digunakannya bukan pisau sungguhan, dia memang penduduk biasa yang ingin mencuri karena kelaparan. Tidak ku sangka penglihatan Paman sangat tajam."

"Kalau kau merasa bosan. Ayo kita ke luar. Berjalan di malam hari cukup bagus untuk mendinginkan fikiran."

"Sebentar." Arumi meletakkan buku terahir di dalam lemari, tatapannya kembali pada kotak kayu tadi.

"Apa kau tahu tentang kotak ini?" tanyanya.

"Kotak apa?"

"Kotak kayu berukiran ini. "Arumi mengambil dan menunjukkannya.

"Tidak. Aku baru kali ini melihatnya." Lien Hua bangkit dari ranjang lalu mendekat, tatapannya berubah jahil.

"Apa yang ada di dalamnya? Apa emas yang di cari pencuri tadi?" Secepat kilat dia membukanya.

"Apa? Kosong." Tatapannya berubah kecewa. Arumi mengernyit.

"Apa kau tak melihat itu?"

"Apa?"

"Benda di dalamnya. Sebuah kristal."

Lien Hua menatap Arumi lalu tergelak. Apa kejadian tadi membuat gadis itu hilang akal? Tadi saja dia gemetaran. Dasar lemah.

"Aku tidak melihatnya, coba kau tunjukkan." cibirnya.

Arumi mengambil kristal itu dan menunjukkannya. Lien Hua terbelalak. Sebuah batu kristal tampak bersinar di telapak tangan Arumi.

Bagaimana bisa? Bukankah kotak itu kosong? Kenapa saat Arumi memasukkan tangannya, tiba-tiba dia menggenggam sebongkah kristal.

"Sini." Dia merampasnya. Kembali dia terbelalak karena tangannya kosong, dia tidak bisa menyentuhnya.

Sama dengannya, Arumi juga keheranan. Kristal itu hanya terlihat saat dia menyentuhnya. Ketika Lien Hua mengambilnya, dia seakan tak berwujud.

Mereka saling pandang dengan keanehan yang terjadi dan terdiam dengan fikiran berkecamuk.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status