Share

bab. 5 : Melepaskan

Author: Re_
last update Last Updated: 2023-06-15 22:32:07

Pemuda itu menyipit saat melihat seorang pria tua yang tengah berbelanja, dia menurunkan caping yang dipakainya untuk menyembunyikan wajah, lalu perlahan menyingkir dan menjauh.

Pak tua itu keliatan baik-baik saja, dia terlihat begitu tenang seakan tidak terjadi sesuatu, apa rencananya tidak berhasil? Dia menggigit bibir gelisah.

Sebuah anak panah melesat, pria bercaping waspada dan menghindar, lalu berlari menuju tempat sepi.

"Sial. Apa pasukan lembah hitam sudah mengetahui keberadaanku. Baru 3 hari yang lalu aku mengelabui mereka dan sekarang mereka sudah menemukanku. Ck. Merepotkan."

Dia mengeluarkan pedang dari tangannya lalu bersiap sedia dengan serangan yang akan diterimanya.

Pria berkepala botak menebaskan pedangnya, pria muda itu menangkis lalu menendangnya hingga terpental.

Tiga orang maju serentak mengayunkan kapak, dia berkelit, menangkis serangan di tengah dan menendang serangan dari kanannya.

Lalu dia melompat, berlari terbang menendang orang-orang yang berlarian menyerbunya. Sebagian terpental dan terguling, namun kembali bangkit dan mengejarnya.

Pertempuran tak terelakkan, walau pasukan yang mengejarnya tidak memiliki kemampuan yang tinggi, pemuda itu cukup kewalahan meladeni mereka semua.

Terlebih dengan tubuh yang belum pulih akibat pertempuran sebelumnya, beberapa kali dia memegang dadanya yang masih terasa nyeri saat terbentur serangan.

"Sialan. Tenagaku mulai melemah." gumamnya gusar menatap puluhan lelaki dengan pakaian hitam kelam kembali datang menyerangnya.

Sepertinya tidak ada pilihan lain saat ini selain kabur, pemuda itu mengambil sesuatu dari balik bajunya, lalu melemparkan pada pasukan lembah hitam.

Benda itu meledak lalu mengeluarkan asap pekat yang panas.

Mereka kocar kacir, merasakan pedih di mata dan pernafasan mereka. Masing-masing menutup hidung dengan tangan atau pakaian mereka, setelah asap menghilang tubuh pemuda yang mereka kejar pun telah lenyap.

***

Arumi memikirkan hal aneh yang menimpanya, bagaimana dia bisa melihat sesuatu benda yang bahkan tidak bisa di lihat Lien Hua.

Apa ini kekuatannya? Dia tersenyum-senyum sendiri. Tidak rugi juga dia jatuh di Wangliang kalau dia bisa memiliki kekuatan seperti orang-orang di tempat ini.

Dia bisa tahu keberadaan uang simpanan mama atau kartu kreditnya yang di sita mama. Gadis itu tertawa geli membayangkan hal konyol yang akan dia lakukan dengan kemampuannya ini.

Kenapa tidak dari dulu saja dia memiliki mata yang tajam. Tentu dia tidak akan dibodohi Ryan dan terluka seperti ini.

Dia menghela nafas panjang, tiba-tiba dadanya terasa sesak seakan tertimbun bongkahan batu besar. Tanpa sadar air mata menggelinding dari sudut mata lalu mengalir deras.

Bodoh ... untuk apa punya kekuatan ini sekarang. Hanya sia-sia.

Dia merosot terduduk dan bersandar di dinding lalu menekuk kaki, menjatuhkan kepala berbantal lengannya yang saling bertaut.

Ternyata dia tidak sekuat itu. Ternyata dia sangat mencintai Ryan. Salahkan saja lelaki itu, kenapa membuatnya sangat bergantung sehingga dia tak bisa lepas dan begitu merindukannya.

Bahkan di saat ini, saat dia tau lelaki itu melukainya. Tubuhnya lalu berguncang dengan isakan tangis yang keras.

Lien Hua yang berdiri di luar hanya sanggup mengintipnya dari jendela. Selama ini dia tidak pernah berteman dengan wanita.

Hanya sesekali bergaul dengan orang yang datang untuk berobat, jadi melihat Arumi menangis seperti kesetanan membuatnya bingung harus berbuat apa.

Haruskah membawakan air? atau obat? Atau handuk ? Lien Hua menggelengkan kepala. Selama ini dia tidak pernah melihat Yeye atau Paman menangis, jadi dia tidak tahu, apa yang harus dilakukan saat seseorang menangis.

"Ada apa?" Paman ikut menilik di belakangnya, "Apa kau mengganggunya?" tanyanya menyelidik.

"Apa aku tidak punya kegiatan lain selain

mengganggu, Paman?"

Paman mengangguk, "Bukankah itu keahlianmu."

Lien Hua berdecak. "Tiba-tiba saja dia menangis seperti itu. Aku tidak tahu apa yang terjadi."

Paman mengernyitkan hidungnya tanda berfikir.

"Mungkin dia merindukan keluarganya. Cepat hibur dia. Buat dia merasa nyaman di sini."

"Kalau dia tidak ingat apa-apa, kenapa dia merasa rindu."

"Ckckck. Sifatmu itu." Paman menyentil dahi Lien Hua. "Cobalah sedikit pengertian. Bujuk dia agar berhenti menangis. Suaranya bisa memancing kecurigaan orang."

"Bagaimana caranya?"

***

"Arumi." Lien Hua membuka pintu, memang pintu kamar Arumi tidak terkunci sehingga mereka leluasa membukanya.

Arumi menengadah, matanya yang bengkak menyulitkannya menatap dengan benar, dia hanya melihat Lien Hua membawa sesuatu.

"Aku membawa teh bunga chamomile. Ini sangat bagus untuk tubuhmu yang lelah." Gadis itu meletakkan teh di atas meja, lalu dia membantu memapah Arumi berdiri dan membuatnya duduk di kursi.

Mata Arumi sembab. Kedua kelopaknya tampak membengkak, menggelembung seperti buah kolang kaling yang diberi pewarna merah.

"Aku juga membawakanmu air dingin untuk mengompres wajahmu." Lien Hua menyelupkan kain dalam mangkuk berisi air, lalu memerasnya dan mengompres mata Arumi.

"Lien Hua ... huhuhu ...." Arumi memeluk pinggangnya dan meletakkan wajahnya di sana, kembali sesengukan.

Lien Hua melemparkan kain kesal. memalingkan wajah sambil bergidik. Ingin menjambak kepala Arumi dan melemparkannya jauh-jauh. Namun gelengan kepala paman yang masih mengintip di jendela membuat lintasan fikirannya berhenti.

"Gosok kepalanya" bisik paman tanpa suara.

Setengah terpaksa dia menggosok rambut Arumi. Kalau saja tidak ada paman, mungkin dia sudah menggosok tidak hanya kepala Arumi tapi juga seluruh tubuh Arumi dengan kekuatannya sampai hancur.

Sekali lagi paman menggeleng, dia tahu betul fikiran Lien Hua yang sedikit melenceng, karenanya dia tidak beranjak dari tempatnya dan tetap mengawasi.

Setelah satu jam menangis, Arumi mulai tenang, matanya kini sudah seperti buah kesemek yang masak. Merah dan lebar.

Lien Hua menuangkan teh dan menyuruhnya minum. "Aku harap ini adalah tangisan terahirmu di sini. Aku tidak tahu masalahmu tapi sudahlah, lupakan semua."

Arumi mengangguk, "Benar. Aku akan melepaskan dan melupakan semuanya hari ini." Dia meneguk teh. "Aku akan melupakan Ryan."

Lien Hua melirik. Apa itu Ryan? Aah, terserahlah. Apa perduliku. Yang penting perempuan ini tidak menangis lagi. Hampir kram kakinya karena terlalu lama menjadi penyangga kepala Arumi.

Mengetahui paman Li sudah tidak lagi memperhatikannya dari balik jendela, diam-diam dia mengeluarkan botol kecil dari balik bajunya, dan menuangkannya ke dalam gelas.

Arumi yang masih meracau meminum berkali-kali air yang dituangkan oleh Lien Hua dari botol kecil itu. Hingga tak berapa lama kemudian dia pun tak sadarkan diri.

Lien Hua tersenyum. Ternyata minuman ini efektif.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • TERJEBAK DALAM DRAMA PENDEKAR AWAN   bab 50 : Calon pengantin Jendral jiao Yu?

    Arumi bersiap-siap menunggu jemputan dari Jendral Jiao. Setelah ditinggalkan Kai begitu saja, dia merasa sebatang kara, dan bingung harus kemana. Beruntung Jendral Jiao menawarkan solusi untuk menetap di kediamannya sementara sampai Arumi lebih sehat sambil memikirkan arah tujuannya. Awalnya dia berniat tinggal di penginapan Niu, namun kepingan uangnya menipis. Tawaran yang diajukan Jendral Jiao sangat menarik. Dia akan merasa aman bersama petugas pemerintah itu, selain itu tentu dia tidak perlu repot mengeluarkan uang untuk membayar penginapan dan makanan. Ini sangat luar biasa, hanya orang bodoh yang akan menolaknya."Nona, jemputan anda sudah datang." Suara laki-laki terdengar setelah ketukan pintu. Rupanya orang yang akan membawanya ke kediaman Jendral Jiao sudah tiba. Memang tadi dia meminta izin kepada Jendral Jiao untuk mengambil pakaian dan Barang-barangnya dari wisma Niu sebelum mereka berangkat ke kediaman Jendral Jiao. Jendral Jiao mengiyakan dan berkata akan mengatur or

  • TERJEBAK DALAM DRAMA PENDEKAR AWAN   bab 49. Penyesalan.

    Tubuh itu terbungkuk, dahi dan pipinya mengernyit, darah tersembur dari mulut, namun kedua tangannnya masih mengontrol gelembung udara yang menyelimuti Qui dan Chyou. melihat musuhnya tak bergeming, She Xian kembali mencungkil perut Yeye, menusukkan kelima jari runcing ke dalam perut Yeye dan mengeruk darah dari lubang itu.Air mata menetes dari pelupuk mata Qui, hatinya terasa tertusuk ribuan jarum melihat Yuze yang berjuang sekuat tenaga, mengobarkan nyawa demi melindungi mereka. Mata itu terpejam, tak sanggup melihat ketiadaan Yuze yang sangat menyakitkan.Balon udara terangkat dan terbang menjauh, melindungi mereka dari serangan Hei An. Setelah menerbangkan gelembung udara, lutut pria tua itu terjatuh, nafasnya tersengal, tangannya lunglai se lunglai tubuhnya yang kehabisan tenaga, darah membanjiri tubuh bagian bawah. Dia tidak mati sia-sia karena berhasil menyelamatkan Amethyst, kedua saudaranya dan Lien Hua. Dia sudah menang. Senyum terukir dari bibirnya yang dipenuhi darah,

  • TERJEBAK DALAM DRAMA PENDEKAR AWAN   bab 48 Di ambang maut

    "Di mana Amethystku." Hawa tiba-tiba terasa panas, mereka sontak menoleh, pria besar berambut merah menatap garang. Bola mata berwarna merah darah itu menguliti satu persatu wajah kelelahan di hadapannya. "Siapa kau?" tanya Qui menatap tak kalah tajam, tubuhnya bersiaga, hawa panas yang menyertai kedatangan pria bermata merah itu membawa kesuraman.Ujung matanya melihat dedaunan yang menguning lalu layu seketika, bahkan kuncup bunga menghitam dan kering. "Aku pemilik Amethyst, cepat serahkan padaku, dan jadilah hambaku. Maka kalian akan kuampuni" Dia mengangkat telapak tangan, percikan api muncul yang kelamaan membentuk gumpalan bola api. Sambil menyeringai memperlihatkan giginya yang runcing, Hei An mempermainkan bola api di telapak tangannya memantul dan berputar-putar mengelilingi mereka satu persatu. Bola api pecah dan menyebar ke segala penjuru saat Hei An menjentikkan jemari. Percikan menghantam dan membakar segala sesuatu yang mengenainya. "Lien Hua, cepat pergi." Yeye men

  • TERJEBAK DALAM DRAMA PENDEKAR AWAN   Bab. 47: Hari yang sulit

    "Ayah,ini calon istriku." Tiba-tiba Chen Yu datang memperkenalkan seorang wanita cantik, menurutnya, meskipun perkenalan mereka singkat namun sudah membuatnya mantap menjadikan Li Wei sebagai wanita yang akan mendampinginya sampai akhir usia. 'Apa kau yakin dengan keputusanmu Chen-chen?" tanya Yuze setelah Li Wei pulang. Meski sudah dewasa dia tetap memanggil anak semata wayangnya itu dengan nama Chen-Chen, Nama panggilan yang diberikan mending istrinya."Kenapa Ayah berkata seperti itu? Apa karena dia terlalu cantik?"Yuze tertawa spontan, "Apa yang kau katakan," tanyanya merasa geli. "Ayah tidak menyukainya karena dia terlalu cantik dari Ibu," rajuk anak itu kesal. "Kau ini." Yuze menepak bahu anaknya ringan. "Tidak ada yang lebih cantik dari Ibumu.""Kalau begitu apa karena dia bangsa siluman? bukankan aku juga setengah siluman?" Pria bermata sipit dengan alis tegas itu menatap Yuze penasaran. "Bukan seperti itu, Ayah tidak pernah mempermasalahkan soal status dan lain sebagainy

  • TERJEBAK DALAM DRAMA PENDEKAR AWAN   bab 46 ; Patah hati terbesar

    "Ada apa?"tanya Arumi saat gadis itu tampak kebingungan. Dia terlihat tidak fokus dan selalu menoleh ke samping."Sepertinya, ada sesuatu. Sebentar."Lien Hua berdiri dan membawa serta cermin hingga Arumi ikut melihat. " Paman, siapa mereka?""Wanita tidak tahu diri," jawab paman Li dengan suara dingin. Arumi sempat terkejut mendengar jawaban itu karena paman Li menurutnya adalah orang yang paling sabar di Wangliang. "Arumi apa kau penasaran siapa wanita itu?" bisik Lien Hua dengan muka jahil seperti biasa. "Aku penasaran," sahut Arumi cekikikan. Suara tawa itu memaksa Zhan An, Jiao Yu dan Ming Hao memberinya tatapan heran. "Apa yang membuatmu gembira?" Zhan An mendekat dan melihat apa yang mereka bicarakan. "Wanita tidak tahu diri." "Wanita tidak tahu diri?" Zhan An mengamati wajah sesorang wanita yang tampak lewat cermin ajaib, seketika wajahnya mengeras. Secara kasar dia merampas cermin dan melemparkannya hingga berkeping. Sontak Arumi melongo dan merasa aneh dengan tindakan

  • TERJEBAK DALAM DRAMA PENDEKAR AWAN   Bab 45 : Srigala dan pria berambut perak

    Arumi terdesak, tubuhnya jatuh terduduk dan terpojok di dinding. Pria bercadar itu menarik tombak lantas menekannya pada leher Arumi. Gadis itu meringis, ujung tombak yang tajam menggores kulit dan menimbulkan sensasi nyeri. "Kau tidak bisa membunuhku," ujarnya menantang, balas menatap tajam, "Aku tidak mau mati di sini."Tubuh tegap itu berhenti, seakan kalimat yang keluar dari mulut Arumi mengusiknya. Melihat hal itu Arumi mengedarkan pandangan, dia harus mencari sesuatu untuk melepaskan diri. Tiba-tiba seekor srigala berjalan dari arah sel, matanya memantau Arumi yang tampak sangat terkejut. Srigala itu mendekat lalu terbang melompat ke arah mereka. "Dibelakangmu!" seru Arumi dengan mata melotot, sontak Yongshen melepaskannya dan menahan serangan srigala dengan tombaknya. Tubuh Yongshen terjepit, dia mengumpulkan kekuatan di kaki dan menghantam perut binatang buas itu, lalu berputar dan melepaskan diri. Matanya mencari keberadaan Arumi namun gadis itu telah menghilang. Gadis ya

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status