Share

bab. 9 : Bencana Makan Malam

"Yeye, dari tadi gadis itu selalu menatapku," rengek Zhan An pada Yeye dengan bersungut, sementara matanya melirik Arumi.

Lien Hua mencibir. Cih, sok imut. sudah gatal tangannya ingin menggerus mulut pemuda berambut ikal yang sedari tadi mengerucut itu, selalu ada hal yang membuatnya merengek dan memuncungkan bibirnya.

Sebelumnya dia mengeluhkan teh yang terlalu panas, karena membuat bibirnya hampir melepuh, tak berapa lama kemudian sup ayam buatan paman Li yang sangat nikmat luar biasa disebutnya hambar hingga membuatnya kehilangan selera makan.

Bahkan saat Yeye tak sengaja menginjak kakinya pun membuatnya merajuk dengan mengatakan bahwa Yeye tidak menyayanginya. Wahh, keterlaluan. Lien Hua penasaran bagaimana pemuda busuk itu memanipulasi orang saat dia hidup di luar sana.

Yeye terkekeh sambil mengelus bahu Zhan An. "Mungkin, dia terkesima melihat ketampananmu. Tidak ada orang yang bisa menandingi wajah cucuku yang bersinar ini, hehe." Pujinya membuat pemuda itu terbang ke langit.

"Ini semua karena aku cucu Yeye."

"Huahaha ... Benar. Sewaktu muda Yeye juga sangat tampan dan di kejar banyak wanita, hihihi." Gelak pak tua sambil mengusap janggutnya. "Bersikap manislah pada Arumi. Dia tamu kita."

"Baik." Zhan An berdiri dari kursinya lalu menghampiri meja Arumi. "Ini," ujarnya sembari menyimpan piring dengan setumpuk kue.

"Aku memberikan ini, bukan berarti aku menyukaimu, ya."

Kali ini Lien Hua sudah tidak tahan, dia membuat gerakan hendak muntah, lalu pergi dengan tergesa-gesa.

Arumi tidak memperhatikan olokan Zhan An dan suara gelak tawa Yeye karena fikirannya sedang berada di tempat lain.

Seingat dia lelaki dengan wajah seperti ini adalah Kai. Sorot matanya yang hitam kelam, hidung bangir dan rahang yang kokoh. Dia Second lead dalam drama Pendekar Awan. Tapi kenapa dia di sini sebagai Zhan An?

ia bahkan tidak pernah tahu kalau nama cucunya adalah Zhan An. Apa dia pernah ketinggalan menonton satu episode? Rasanya tidak. Dia selalu yang paling awal menonton ini setiap drama ini tayang.

Lien Hua kembali muncul, dia berjalan pelan, dan mendekati Zhan An.

"Hei, Jangan mendekatiku." Zhan An menghindar. "Yeye, aku tidak suka anak ini."

"Zhan An, bersikaplah yang baik . Dia yang menemani dan menjaga Yeye selama ini".

"Benar. Lien Hua anak yang baik." Paman Li yang tampak sibuk melayani dan menyiapkan makan malam ikut menimpali.

Lien Hua tersenyum ceria,"Benar. Kakak Zhan An jangan cemberut lagi. Ayo dinikmati hidangannya." Teko berisi teh telah berpindah ke tangannya lalu dengan semangat dia menuangkannya pada gelas Zhan An.

Arumi yang melihat kejanggalan sikap Lien Hua memperhatikannya lebih dalam. Kemana perginya tatapan matanya yang berapi-api setiap melihat Zhan An. Ahh ... benar saja Lien Hua menyembunyikan sesuatu di tangannya.

"Lien Hua apa yang kau bawa?"

"Apa, aku tidak membawa apa-apa," sanggahnya.

"Benda berwarna hitam yang kau sembunyikan dalam genggamanmu."

Yeye, Zhan An dan paman Li beralih menatap Arumi lalu menoleh Lien Hua yang berdiri dengan wajah masam.

"Perlihatkan tanganmu, Lien hua," perintah Yeye, dia cukup penasaran dengan apa yang dikatakan Arumi.

Gadis berbaju merah muda itu merengut lalu memperlihatkan tangannya. Mereka berbalik menatap Arumi karena di telapak tangan itu kosong.

"Lihat, kan. Aku tidak berbohong."

"Dia tidak membawa sesuatu," seru Zhan An . Ujung matanya menjeling Arumi. "Apa kau ingin mencoba menarik perhatianku? Heum ... Kau tidak perlu melakukan itu." Sebelah matanya berkedip dengan tak lupa menyunggingkan senyum nakal.

Paman dan Yeye saling pandang lalu berdehem sambil menahan tawa. Baru sehari di sini, Zhan An sudah memikat dua orang gadis. Apalagi sampai sebulan. Mungkin para gadis di Wangliang berbondong-bondong menyerbu kediaman ini. ketampanan anak itu memang penuh pesona.

Arumi menaikkan matanya malas, tangannya bergerak mengambil sesuatu di telapak tangan Lien Hua yang masih terbuka.

"Ini." Dia membuka telapak tangannya, tampak kantong berwarna hitam di atasnya.

Mereka tercengang karena Arumi bisa melihat benda yang ditutupi oleh Lien Hua dengan mantra sihir yang bahkan tidak mereka sadari.

Zhan An menatap Arumi lalu menatap Yeye yang terperangah. Mungkin dia sama sekali tidak menyangka bahwa Lien Hua akan melakukan hal itu. Tapi yang membuat penasaran adalah benda apa yang berada dalam kantong hitam tersebut.

Menyadari perbuatannya yang sudah terbongkar Lien Hua menciut, lalu merubah tubuhnya menjadi kupu-kupu dan terbang.

"Lien Hua!!" Teriak Yeye saat membuka plastik dan mengendus aromanya.

Ini racun tawon. Siapa yang memakannya akan merasakan gatal dan sakit yang luar biasa lalu tubuhnya perlahan akan ditumbuhi bentol-bentol kecil.

"Hatsyiiimmm."

Zhan An tiba-tiba bersin, sudah terlambat bagi Yeye untuk menghindar, Bubuk itu menguar ke atas tepat saat dia masih mengendusnya.

Wajahnya seketika terasa di sengat ribuan tawon. Panas dan nyeri menyerang bersamaan, menarik setiap kulitnya lalu menimbulkan rasa berkedut.

Secepat kilat dia menotok aliran darah agar racun tidak semakin menyebar. Sungguh luar biasa. Racun itu berkerja dengan cepat. Wajah Yeye seketika membiru.

Zhan An menatapnya khawatir, "Maaf, Yeye. Sini, Zhan An lihat dimana yang sakit?"

"Aw! Aw! Jangan di sentuh!" raungnya pada Zhan An yang memegang wajahnya. Zhan An yang terkejut mendengar teriakan Yeye tak sengaja menekan semakin keras .

"Aww!! Li, cepat bantu aku ke kamar dan bawakan penawar racunnya."

Paman Li yang sebelumnya hanya terpaku bergegas menghampiri Yeye dan membantunya.

"Pelan-pelan, Aduuh. Kepalamu menyentuh wajahku! Cepat jauhkan!" teriak pria tua itu kesakitan, saat ini paman Li sudah memapahnya pelan. "Kemana Lien Hua si anak nakal itu, beraninya dia berbuat onar di hari bahagia ini. Aduuuh."

"Sudah, jangan berbicara lagi. Ketua."

"Apa kau mengajariku?"

"Tidak, Ketua."

"Jangan membela anak nakal itu! Besok bawa dia ke hadapanku."

Suara omelan Yeye masih terdengar meski tubuhnya sudah tak terlihat, tampaknya dia marah besar pada Lien Hua.

Sekarang tinggal mereka berdua, Arumi dan Pemuda berambut sebahu itu. Entah kenapa Zhan An tidak menyusul Yeye tapi malah terdiam di situ.

"Kamu Kai, bukan?"

"Siapa Kai?" Dia menatap Arumi dari ujung kaki sampai wajahnya.

"Apa kau menyukai Kai sampai berhalusinasi aku adalah dia? hei, dilihat berapa kali pun aku pasti lebih baik dari dia, beralihlah menyukaiku."

"Suka apanya, yang kusukai itu pendekar Awan tahu," batin Arumi, tapi untuk apa dia mengungkapkan itu, yang terpenting dia harus keluar dari tempat ini secepatnya.

"Aku cukup mengenalmu. Sudah jangan mengelak."

"Tapi aku tidak mengenalmu. Ooh ... , tapi aku akan pelan-pelan untuk mengenalmu. Bagaimana?"

Tak ambil pusing dengan celotehan pemuda itu Arumi memegang bahu Zhan An. "Tolong kembalikan aku ke duniaku. " Zhan An mengendikkan bahu sebagai jawaban lalu berbalik meninggalkan Arumi.

"Kai. Jangan tinggalkan aku!"

***

"Jadi kau di sini. Bocah tengik." Zhan An mendapati Lien Hua yang tengah mengintip Yeye dari lubang pintu.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status