Share

TERJEBAK PERNIKAHAN DADAKAN
TERJEBAK PERNIKAHAN DADAKAN
Author: Marigold112

1. BERHENTI!

"Berhenti kalian semua!"

Aku sungguh menyesal tidak membawa pengeras suara, hingga harus berteriak-teriak di siang terik yang panas ini. Sementara empat lelaki yang sempat kulihat mengenakan helm kuning khas proyek terus menghilang dalam kedalaman kebun karet yang belukarnya sudah setinggi dada.

Aku terseok dalam belukar mengikuti jejak kaki yang masih tertinggal. Semak-semak dan kayu kering berpatahan tanda seseorang baru saja menginjaknya. Dengan terengah aku mempercepat langkah, tak peduli peluh bercucuran serta tas di punggung yang beratnya entah kenapa terus saja bertambah. Beberapa kali sepatuku terpuruk dalam celah semak kering yang sudah mati.

Akhirnya aku berhenti mengikuti jejak itu, merasa jadi orang paling bodoh begitu menyadari apa yang kulakukan. Segera aku berputar arah.

"Hei! Bapak-bapak yang sedang mengukur, berhenti!!"

Dari bagian cukup tinggi yang susah payah kudaki, aku berteriak kencang. Suaraku menggema dalam keheningan lahan yang luasnya lebih kurang dua ratus hektar.

"Tolong dengarkan ini. Aku, Hara, pemilik lahan ini melarang siapapun melakukan sesuatu di sini tanpa persetujuanku! Apa yang kalian lakukan sekarang ilegal dan aku tidak akan tinggal diam!" teriakku sekuat tenaga.

Tak ada sahutan, tapi aku yakin mereka mendengar suaraku karena di bawah sana, satu helm kuning mencuat di antara semak. Namun, kepala itu hilang lagi dan tak ada tanda-tanda mereka akan meresponku.

"Keluar kalian sekarang juga, atau mobil bak terbuka di pinggir jalan sana akan menjadi abu, dan aku akan melaporkan kalian ke polisi!"

"Ini bukan ancaman semata! Kutunggu di mobil itu dalam setengah jam!"

Aku sudah nekad. Jika mereka tak peduli, aku benar-benar akan membakar mobil itu untuk memberi mereka pelajaran. Masalah setelah itu tak kupikirkan, karena tak ada masalah yang lebih besar selain tanahku yang dijual tanpa sepengetahuanku.

***

Mataku membola demi mendapati tanda tangan Bibi Sartika di lembar yang disodorkan oleh salah satu lelaki berhelm kuning itu. Persetujuan jual beli kebun karetku!

"Siapa bos kalian? Kenapa gegabah seperti ini? Apa kalian tahu jika pemilik kebun ini bukan perempuan yang tanda tangannya ada di sini? Ini kebunku! Ayahku yang membelinya!" geramku marah. 

"Tapi wanita itu mengatakan jika hak perwalian Anda ada padanya. Kami hanya bekerja sesuai arahan, Nona."

"Sebentar lagi aku sudah dua puluh satu tahun, Pak. Hak wali apa lagi?" Ingin rasanya menjerit keras, panas dan kesal luar biasa membuat emosiku tak terkendali.

"Lagipula surat-surat tanah ini atas namaku, dan bos kalian tidak mengetahui itu? Ya, Tuhan."

"Maaf, kami kurang tahu soal itu, Nona. Kami harus tetap melakukan pekerjaan ini. Jika ada komplain sebaiknya Nona bicara dulu dengan pemilik tanda tangan itu."

"Setapak lagi kalian mengukur ladang itu, kaca mobil ini hancur," ancamku sembari mengayun tongkat besi yang kebetulan sekali kutemukan di dalam bak terbuka kendaraan proyek ini.

Saat keluar dari ladang, aku sudah membaca situasi dan bersiap. Bahaya juga karena aku sendirian dan pekerja itu lebih dari satu orang. Aku segera mencari cara untuk berjaga-jaga.

Entah. Aku bahkan kehilangan rasa takut saat tahu tanah warisan orang tuaku dijamah orang-orang tak dikenal ini. Kenangan tentang keluarga dan amanat Ayah, aku akan memegang itu sampai akhir.

Keempat pria itu berpandangan, lalu berdiskusi tak jauh dariku. Wajah mereka terlihat kesal dan berkali-kali melemparkan tatapan tak suka. Sengaja aku berdiri dengan melipat dua tangan di dada, lalu bersandar di badan mobil dengan tatapan tajam. 

Satu dari lelaki itu menelepon seseorang. Tak lama mereka kembali mendekat.

"Untuk hari ini, kami akan pulang dan memberi Anda waktu. Tolong selesaikan masalah internal keluarga Anda secepatnya agar tidak mengganggu pekerjaan kami."

"Jangan berani lagi datang ke lahan ini. Sampai kapanpun tanah ini tidak dijual," ucapku tetap waspada.

"Maaf, Nona. Mungkin ada kesalahpahaman di sini, tapi Anda harus menyelesaikannya dengan pihak keluarga Anda terlebih dahulu."

"Ya, tentu saja. Saya akan menyelesaikannya dan artinya itu Anda semua tak perlu datang kemari lagi. Suruh bos Anda membatalkan niatnya dan mencari tanah lain untuk dia garap."

"Aku suka cara gadis itu, Salim. Berikan saja alamatku dan suruh dia datang untuk  negosiasi soal tanahnya."

Aku terperanjat ketika satu suara berat keluar dari telepon genggam pria ketua tim. Rupanya lelaki itu sengaja membiarkan ponselnya terus tersambung dan menyalakan loudspeaker-nya.

"Apakah itu bos kalian? Aku ingin bicara dengannya!"

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status