Beranda / Romansa / TERJERAT CINTA BOS DUDA / Setajam Reporter Gosip

Share

Setajam Reporter Gosip

Penulis: Ai Ueo
last update Terakhir Diperbarui: 2025-02-07 14:12:35

"Ini, makan punya Papi aja. Kamu masih kecil, nggak boleh makan mi instan banyak-banyak."

Senyumku memudar setelah mendengar ucapan pak bos pada anaknya, gagal sudah mendapat lima puluh ribu lagi.

Arya duduk di pangkuan bapaknya lalu menyantap mi instan buatanku dengan lahap.

"Harusnya nggak pa-pa sekali-sekali makan mi, kan nggak sering juga, pak," ucapku lirih.

"Ini aja udah cukup. Kamu harus belajar jadi ibu yang baik, masak makanan sendiri, jangan sering-sering makan makanan instan. Kasian anakku kalau kamu keseringan kasih makanan instan," ucap pak Yogi.

Lah, apa hubungannya aku makan makanan instan sama anak pak Yogi. Memang dia mau jadiin akau baby sitter Arya?

"Saya mau masuk, kalau pulang tinggal pulang aja, nggak usah pamitan. Mangkuknya taruh di meja aja." Kuhentakkan kaki lalu masuk ke kamarku.

Belum juga menutup pintu, langkahku sudah terhenti karena panggilan pak Yogi.

"Apaan lagi sih, Pak? Saya mau mandi," protesku.

"Ambilin minum dulu, makan kasih makan doang, minumnya enggak?"

Ngerepotin banget orang kaya ini. Terpaksa aku harus mengambilkan dua gelas air putih untuk kedua tamuku.

"Nih," kuserahkan dua gelas air putih pada pak Yogi.

"Cuma air putih?"

Ya Tuhan. Salah apa aku hari ini?

"Udah mending saya kasih air. Saya ini anak kos, jarang nyetok gula sama kopi. Kalau bapak mau yang lain, pesen di depan sana ada warung. Kalau mau tinggal minum, nggak mau ya taruh situ aja."

Aku lalu menutup pintu kamar cukup keras. Capek banget ngadepin orang yang lagi patah hati. Marah-marah nggak jelas, banyak permintaan dan nyebelin benget.

Untuk menyegarkan pikiran yang kacau, aku memilih mandi dan keramas. Biar badan segar dan otak encer lagi.

Setelah selesai melaksanakan salat dhuhur, aku menengadahkan tangan untuk berdoa pada Tuhan.

"Ya Tuhan, aku mohon segera pertemukanlah aku dengan jodohku. Kalau bisa aku minta yang ganteng, kaya, baik hati, setia, pengertian dan penyayang, Ya Tuhan, biar aku nggak usah kerja lagi sama bos nyebelin itu. Amin."

Mungkin doaku sedikit berlebihan, mengingat aku belum menjadi hamba yang baik. Tapi aku percaya bahwa Tuhan Mahapengasih lagi Mahapenyayang, jadi pasti Tuhan mengabulkan doaku.

***

Waktu sudah menunjukkan pukul enam lebih tiga puluh menit, aku harus bergegas pergi kerja karena hari ini ada meeting pukul delapan.

Baru saja keluar dari kamar, sudah ada seseorang yang menyambut di depan pintu dengan muka garangnya.

"Bapak ngapain di sini?"

"Jemput kamu lah, mau ngapain lagi!"

"Pagi-pagi udah ngegas aja, Pak. Saya udah biasa berangkat sendiri, ngapain bapak pakek jemput segala." Tumben banget pak bos bisa baik?

"Kamu itu dapet bos baik harusnya bersyukur. Jarang-jarang lo, ada bos yang mau jemput asistennya."

Pede banget. Siapa juga yang mau dijemput?

"Makasih ya, Pak, karena bapak sudah baik sama saya. Bukannya saya mau nolak, tapi saya berangkat sendiri aja. Nanti saya bingung pulangnya kalau bareng sama bapak," jelasku dan semoga saja pak bos tidak marah.

"Nanti pulangnya ke rumah saya, ada yang mau ketemu sama kamu," jawabnya.

Tanpa permisi, pak Yogi mengambil tas jinjingku yang berisi laptop lalu membawanya menuju mobil.

"Tapi, Pak...."

"Kalau kamu nggak mau, nanti saya potong gaji kamu buat sehari ini," ucapnya yang seketika membuatku menuruti beliau untuk berangkat bersama. Lagian siapa juga yang mau ketemu sama aku?

Apakah itu sudah masuk dalam kategori penindasan dan bisa dilaporkan pada polisi? Ah, harusnya tadi aku merekamnya agar bisa jadi barang bukti.

"Ayo, masuk. Ngapain bengong aja di situ?"

"Ya Allah. Dulu pas Tuhan bagiin kesabaran, Bapak nggak kebagian ya? Heran, jadi orang kok nggak sabaran banget," gerutuku.

"Udah, cepetan masuk. Kalau kamu peka pasti nggak kayak gini, makanya jadi cewek tuh peka dikit. Di kode keras keras tetep aja nggak paham-paham. Dulu kamu tuh beneran lulus apa nyogok sih?"

"Mulutnya, Pak. Tajam banget, udah kayak reporter gosip."

Daripada pak bos nyinyir terus, lebih baik aku buru-buru masuk mobil dan duduk manis.

"Mantan-mantan kamu dulu kok bisa tahan sama kamu, heran saya."

Aku hanya diam, malas menanggapi celotehan beliau. Bisa-bisa suasana hatiku jadi kacau sebelum berkembang, hari ini banyak pekerjaan yang harus aku selesaikan.

"Turun!"

"Iya, Pak, lagian siapa juga yang betah lama-lama di mobil bapak." Aku segera membuka pintu mobil lalu turun, kututup pintu mobil dengan cukup keras. Beruntung mobil itu tidak rusak, kalau sampai rusak, pasti gajiku enam bulan tidak akan cukup untuk memperbaikinya.

"Kayaknya lagi kesel, kenapa?" tanya Sena, resepsionis di resort ini.

"Iya, kesel banget. Pagi-pagi udah dibikin emosi. Pengen tak remes-remes," ucapku emosi.

"Siapa yang mau kamu remes-remes?"

Ya Tuhan, mati aku. Karena terlalu emosi, aku sampai nggak tahu kalau pak Yogi sudah di belakangku.

"Bukan siapa-siapa, Pak, saya permisi mau masuk dulu."

Tanpa berani menatap beliau, aku segera berlari menuju ruanganku.

"Dasar lemes, nggak bisa nahan diri. Kalau sampai salah ucap, bisa dipecat aku," kupukul mulutku yang tidak bisa di rem ini.

"Cepetan siap-siap, sebentar lagi Pak Damar sampai," ucap pak Yogi setelah membuka pintu ruanganku.

"Iya, Pak, saya sudah siap." Aku bergegas mengikuti pak Yogi ke ruang rapat.

Pak Damar adalah klien yang bekerja sama dengan pak Yogi untuk pembangunan hotel, kebetulan beliau adalah suami dari bu Rania, kenalanku.

Aku masuk ke ruangan yang masih belum ada siapa-siapa. Segera ku pasang proyektor dan menempatkan laptop di meja. Lima menit kemudian, pak Yogi dan pak Damar masuk bersama beberapa penanggung jawab proyek. Kalau sesuai dengan rencana, hotel itu akan selesai tiga bulan lagi.

Aku dengan khusyuk menyimak apa saja yang mereka bahas, mencatat hal yang dirasa penting untuk dicatat.

Dua jam kurang dua puluh menit akhirnya rapat selesai, pak Yogi memintaku mentransfer sejumlah uang pada pihak keuangan proyek. Setelah selesai, aku segera membuat kwitansi dan meminta pihak keuangan untuk menandatanganinya.

Setelah semua pulang, aku segera masuk ke ruangan karena nanti akan ada satu rapat lagi.

Entah harus bersyukur atau justru harus takut, pak Yogi sama sekali tidak mengganggu pekerjaanku hingga jam makan siang tiba. Rapat akan diadakan setelah makan siang.

"Mbak, ini makanan dari pak Yogi," ucap Budi setelah menyerahkan satu paper back  padaku.

"Tumben?"

"Semua juga dapet, mbak. Anak-anak lagi pada makan di pantry."

"Makasih ya, Bud, udah nganterin ke sini. Hampir aja aku keluar buat beli makan, sampein makasih sama Pak Yogi," ucapku.

"Sampein sendiri aja, mbak. Saya mau nerusin makan dulu." Budi pergi dari ruanganku.

Baru satu suap makanan masuk pada mulutku, pintu ruanganku sudah dibuka dengan kasar. Raut pak Yogi sangat tidak bersahabat.

"Kamu pacaran sama Budi?"

Ya Allah. Kenapa lagi pak bos ini?

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • TERJERAT CINTA BOS DUDA   Trauma

    "Harusnya kamu lebih bisa mengontrol emosi, ini kehamilan pertama Linda. Bagaimana kalau Linda menjadi stres karena kamu marah-marah."Sayup-sayup aku mendengar suara mama mertua. Meski lirih, aku masih bisa mendengar suara mama.Aku membuka mata dengan perlahan, ternyata aku sudah terbaring di ranjang rumah sakit."Sayang, kamu sudah sadar?" Mama menghampiriku lalu mengusap tanganku yang tidak dipasangi selang infus."Memangnya Linda kenapa, Ma?""Kamu tadi hampir jatuh di kamar tamu," jelas mama."Anakku gimana, Ma?" Aku baru teringat kalau tadi aku sempat mengeluarkan darah.Raut mama berubah, aku takut terjadi apa-apa pada bayiku. Kalau sampai itu terjadi, aku tidak akan memaafkan diriku sendiri."Ma, bayiku nggak apa-apa kan, Ma?""Alhamdulillah, bayinya nggak apa-apa. Cuma, sekarang kamu harus dirawat dulu beberapa hari. Kandungan kamu lemah, kamu nggak boleh banyak beraktifitas," ujar mama.Aku menoleh ke sofa yang ada di ruanganku, di sana mas Yogi terlihat menundukkan wajahny

  • TERJERAT CINTA BOS DUDA   Tragedi

    "Kamu mau apa? Nanti aku bawain pas pulang kerja," tanya mas Yogi saat akan berangkat kerja."Aku pengen sambal kentang yang ada petenya, tapi yang dimasak sama mbak Rania. Mas mau ambilin ke kateringnya?" "Nanti aku telepon mas Damar dulu, takutnya istrinya lagi sibuk," ujar mas Yogi.Aku mengangguk."Aku berangkat dulu, nanti kabarin kalau ada apa-apa," pamit mas Yogi."Iya, hati-hati. Nggak usah ngebut," ucapku.Sekarang mas Yogi lebih sering berangkat agak siang, sementara Arya berangkat bersama sopir.Aku sendirian lagi di rumah, hanya ditemani dengan ART yang sibuk dengan pekerjaan rumah.Saat tengah asik menyaksikan acara gosip, ponsel di sampingku berbunyi. Nama mama terpampang di layar, aku segera menerima panggilan video itu. Sudah lumayan lama tidak bertemu dengan mama, hanya bisa berbagi kabar melalui ponsel saja."Assalamualaikum, Ma," ucapku."Waalaikumsalam calon Ibu, lagi apa ini?"Selalu begitu salam mama setelah tahu aku mengandung cucunya."Lagi nonton tivi, calon

  • TERJERAT CINTA BOS DUDA   Berapa garis?

    Urin perlahan mulai naik dan terlihatlah garis itu. Satu garis, dan dengan perlahan menjadi dua garis samar. Aku tidak tahu ini artinya apa, karena garis kedua tidak terlalu terlihat.Aku mencucinya lalu membawanya keluar. Mas Yogi sudah menunggu di depan kamar mandi."Gimana?" tanyanya.Aku menggeleng. Wajah mas Yogi yang awalnya tampak cerah, kini mulai redup."Nggak apa-apa, mungkin memang belum rezeki," ujarnya.Mas Yogi menggandengku lalu mendudukkan aku di ranjang kami."Aku nggak tau ini maksudnya apa?"Aku menyerahkan benda itu pada mas Yogi, mas Yogi mengamatinya dengan seksama."Garisnya dua tapi samar, maksudnya gimana? Kamu hamil?""Nggak tau," jawabku.Bagaimana aku bisa tahu, bahkan melihat benda itu saja belum pernah, apalagi menyentuhnya."Kita ke rumah sakit aja biar jelas," ujarnya.Aku setuju, daripada kami hanya menebak.Aku dan mas Yogi berangkat menuju rumah sakit, Arya berada di rumah bersama ART. Sebenarnya ia ingin ikut, tetapi mas Yogi melarang karena rumah s

  • TERJERAT CINTA BOS DUDA   Harapan

    "Aku tuh nggak pernah jatuh cinta sedalam ini, sekalinya cinta malah dipatahin gitu aja. Tega kalian sama aku!""Nggak usah bikin rusuh deh, Van. Jangan pura-pura jadi korban!" ujar mas Yogi."Dari awal aku juga nggak pernah nanggepin kamu, kamu yang terus-terusan gangguin aku. Kamu pergi aja, jangan bikin malu. Banyak keluarga yang berada di sini," timpaku."Van, kamu ngapain di sini? Udah, turun sana!" perintah pak Dafa. Aku baru sadar kalau kami sudah menjadi pusat perhatian.Dengan terpaksa Yovan turun dari pelaminan. Bu Najwa juga sudah berdiri di dekatku."Maaf untuk ketidaknyamanannya, ini hanya salah paham," ujar pak Dafa pada tamu undangan yang hadir. Akhirnya semua kembali menikmati acara."Gila ya itu, Yovan. Nggak nyangka kalau dia masih berani ngomong di sini. Aku kira udah berakhir dari yang Mas ceritain dulu," ujar bu Najwa."Emang biang rusuh dari dulu dia itu," tambah pak Dafa."Maaf ya, Lin. Dulu dia itu minta nomermu katanya buat konfirmasi karena nomer resort ngg

  • TERJERAT CINTA BOS DUDA   Patah hati

    "Heh, jam segini udah keramas aja. Abis ngapain kalian?" Aku baru saja keluar dari kamar saat melihat bu Najwa yang juga keluar dari kamarnya. Kapan dia datang?"Aku kok nggak tau kalau mbak Najwa di sini?""Jelas lah, kamu di kamar mulu. Ganas banget ya mantan duda satu itu," goda bu Najwa.Malu, sebenarnya aku sangat malu terpergok begini. Padahal tadi aku sudah menolak, tapi mas Yogi sangat pandai menggoda. Aku yang awalnya tidak mau, akhirnya menikmati juga."Panas, Mbak, abis perjalanan jauh. Jadi aku mandi sekalian keramas," bohongku."Alesan aja, aku udah pengalaman kali, Lin. Udah, turun aja yuk, di tungguin Mama di bawah."Aku mengikuti bu Najwa menuruni tangga, di ruang tengah sudah banyak orang berkumpul."Cerah banget penganten baru," ujar pak Dafa."Jangan digodain, itu sekarang kakakmu!" Peringatan mas Yogi untuk pak Dafa."Sewot banget, Pak. Baru juga dikasih enak, masih emosian aja," ucap bu Najwa."Apa, Ma, yang enak? Tasya mau juga," sambar Tasya."Udah, udah, janga

  • TERJERAT CINTA BOS DUDA   Pelan-pelan

    Aku keluar dari kamar setelah menunaikan salat subuh, mas Yogi ---aku harus menbiasakan memanggil mas mulai saat ini--- masih di masjid bersama Arman. Aku berjalan menuju dapur untuk memulai memasak.Hari ini aku ingin masak nasi goreng sebagai sarapan dan membuat rawon untuk nanti siang. Tadi malam mama sudah membantuku menyiapkan bumbunya, jadi aku bisa langsung memasaknya.Selagi menunggu nasi goreng panas, aku menyeduh air untuk membuat teh. Lima gelas teh panas sudah aku siapkan di meja makan. Nasi goreng juga sudah siap di sana.Mengambil piring dan sendok lalu menatanya di samping gelas teh masing-masing."Harumnya," ujar mama yang baru keluar dari kamar saat aku sudah selesai menyiapkan sarapan."Nasi goreng, Ma," ujarku. Mama menarik kursi, beliau duduk di meja paling ujung."Bangun jam berapa? Kok Mama nggak denger pas kamu masak?""Pas Arman sama mas Yogi ke masjid, aku mulai masak," ujarku."Assalamu'alaikum.""Waalaikumsalam," jawabku dan mama bersamaan.Mas Yogi berjala

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status