Share

BUKAN GADIS LEMAH

Penulis: Kak Upe
last update Terakhir Diperbarui: 2025-12-10 10:09:57

Rasa canggung memenuhi ruangan sesaat. Lidya menggertakkan gigi, napasnya pendek. Ia tampak siap meledak. Matanya menyorot tajam ke arah Zenia, bibirnya mengeras.

“Tunggu,” tiba-tiba suara laki-laki muda memotong, lebih berat dari biasanya. Rafi Alberto melangkah maju, menyandarkan diri pada meja, menatap Zenia dengan senyum yang berusaha meyakinkan. “Ma, Pa, jangan buru-buru. Tentang urusan Lidya di kampus, aku yang akan urus. Besok aku berangkat ke kampus, dan aku jamin… hari ini juga, ijazahnya akan keluar.”

Kata-kata itu diucapkan dengan nada percaya diri yang dibuat-buat. Ia ingin menutup muka adiknya, menambal harga diri keluarga. Tapi ada yang di matanya tak sempat ia tutupi: sedikit panik. Itu terlihat ketika tangannya mengepal sekilas di belakang punggung.

Zenia mengangguk pelan, seolah memberi ruang. Ia tidak bergairah menjerat Rafi. Ia menunggu.

Rafi melangkah lebih dekat, suaranya berubah menjadi meyakinkan. “Aku yang akan bicara dengan pihak kampus. Aku yang akan urus administrasi. Tidak perlu khawatir. Semua akan baik-baik saja.”

Lidya menatap Rafi dengan mata basah kebanggaan sementara Ibu Kenzo sedikit menghela napas lega. Ayah Kenzo, yang sedari tadi tampak termakan oleh tekanan, mengangguk setengah percaya.

Lalu Zenia mencondongkan badan sedikit, wajahnya tetap tenang. Ia memilih kata-kata dengan sangat perlahan, membuat setiap satu diucapkan berbekas.

“Adik ipar, kau sungguh beruntung memiliki kakak laki-laki seperti adik ipar ku ini.” suaranya lembut namun jelas, saat dia melayangkan tatapannya ke Lidya.

“Aku sedari awal sangat yakin, Rafi pasti mau membantu Lidya. Tapi Rafi, apakah cara mu menyelesaikan nya sama dengan cara mu menyelesaikan masalah proyek di tepi laut Athena???  Jika kau menggunakan cara yang sama, mungkin sebaiknya kau pikirkan ulang. Karena seperti nya itu tidak bekerja dengan baik." Tambahnya lalu menyesap kembali teh hangatnya.

"Aku baca berita bahwa ada bentrok antara warga yang merasa dirugikan dengan aparat yang kenyang perutnya karena mendapatkan uang dari perusahaan kita?" Tambahnya lagi dengan tampang lempeng.

"Tapi akhir- akhir ini berita nya sempat redup sih.. Apa jangan- jangan kau sudah menyelesaikan masalah proyek di tepi pantai yang sempat ramai itu?”

Rafi kembang kempis. Dadanya naik turun. “Proyek itu—itu urusan tim kami. Bukan urusan pribadi.”

Zenia memiringkan kepala, menatapnya seperti menimbang sebatang kayu. “Tidak masalah sebenarnya jika kita bermain dengan orang yang berwenang. Tapi yang jadi masalah adalah jika dana kompensasi tidak tersalurkan, sampai muncul bentrokan. Kalau proyek stagnan karena masalah seperti itu, lalu siapa yang harus bertanggung jawab? Apakah orang-orang yang berwenang itu mau bertanggung jawab? Atau jangan-jangan malah jadi masalah kita?”

Kata-kata itu dijatuhkan ringan, tapi tepat. Ruangan menjadi hening. Rafi menelan ludah. Keringat halus muncul di pelipisnya.

“Apa maksudmu? Itu tuduhan berat,” protes Rafi, suaranya berusaha tegas namun retak. “Kami sudah… kami sudah berusaha menenangkan mereka.”

“Apa yang kau tawarkan untuk menenangkan mereka?” Zenia bertanya, menahan nada mengejek. “Lebih banyak uang untuk masyarakat atau uang untuk tutup mulut media supaya berita tidak naik? huft! Jika itu adalah solusi dari mu, aku khawatir itu hanya akan menjadi bom waktu yang siap meledak.

Sekali lagi ruangan bergeser. Ibu Kenzo menutup mulut, matanya melebar. Ayah Kenzo menepukkan tangan ke meja, seolah menahan diri. Lidya menatap Zenia seperti ingin mengoyak wajahnya.

Rafi memutar mata, mencari posisi. “Itu tidak benar. Aku bekerja sesuai prosedur. Kami sudah memberikan kompensasi—”

“Kompen… apa?” potong Zenia, suara tetap tenang. “Jika kompensasi benar-benar diterima warga, mengapa muncul foto-foto demo di koran? Mengapa ada kabar bahwa aparat menendang orang dan merobek rumah mereka? Mengapa ada pengacara yang membela warga dan mengatakan perusahaan menolak mediasi?”

Rafi menggigit bibir. Kata-kata Zenia seperti baji yang memasuki struktur rapuh cerita yang selama ini ia bangun di depan keluarga nya Ia membuka mulut, menutupnya lagi.

“Rafi.” Ayah Kenzo berdiri, nada suaranya berubah menjadi dingin. “Kamu bilang semua beres, namun faktanya proyek itu macet sampai sekarang!!! Kalau begini terus kita akan kehilangan banyak klien. Jika apa yang dikatakan oleh Zenia benar, para pemegang saham akan menjadi resah. Ini bukan soal uang yang kamu bagi atau tidak. Ini soal kredibilitas perusahaan!!!"

Kemarahan ayah itu bukan amarah biasa. Itu amarah yang tumbuh dari kekecewaan panjang. Ia menatap anaknya, suaranya mengeras. “Kamu meletakkan nama keluarga ini di atas meja hanya demi menutup aib. Kamu pikir dengan sedikit uang dan janji kosong semuanya baik-baik saja?”

Rafi terhuyung. Lidya menutup mulut dengan tangan, matanya mengkilap. Ia tidak menyangka kakaknya akan tersudut seperti ini. “Tapi Pa—”

“Tapi apa?” Ayah Kenzo menukik, wajahnya memerah. “Sudah berapa banyak perusahaan rugi karena proyek itu terhambat? Sudah tiga kuartal! Kepercayaan investor pada kita lama kelamaan akan jatuh! Kau mengorbankan reputasi untuk apa, untuk keuntungan sesaat yang bisa membuat kita semua ngeri saat audit?”

Rafi mencoba membela diri, nadanya melemah. “Kami… kami butuh waktu. Ada masalah Mediasi—”

“Masalah mediasi?!” Ayahnya menampar meja, cangkir teh bergetar. “Kau bilang mediasi, tapi warga kehilangan rumah! Kau bilang mediasi, tapi aparat bertindak kasar! Ini bukan sekadar masalah mediasi, Rafi. Ini kelalaian dan ketamakanmu!!”

Suara ayahnya memantul di dinding ruang tamu. Lidya melangkah gemetar, air muka bangganya sudah luntur menjadi malu. Rafi menunduk, wajahnya panas. Ia membela dengan kata-kata yang semakin goyah.

Zenia duduk tenang, matanya menatap Rafi seperti menatap tikus yang ketahuan makan roti. Ia menyesap teh, menahan senyum kecil yang bukan senyum kasih, melainkan senyum puas.

Ayah Kenzo memandang anaknya, kecewa tampak jelas di garis wajahnya. “Rafi, kamu pergi ke kantor sekarang. Selesaikan urusan itu. Hubungi pengacara, atur mediasi yang benar. Jangan bermimpi mengurus ijaha adik mu, jika soal proyek belum kau selesaikan dengan benar!!! Ini soal harga keluarga Alberto!!”

Rafi menatap ayahnya, mulutnya terbuka menahan amarah dan malu. Ia tahu tidak punya jawaban sempurna. Ia menunduk, menahan komentar, dan berlalu keluar dari ruang tamu dengan langkah berat.

Pintu tertutup berat. Kesunyian mengisi ruangan seperti tirai yang diturunkan. Lidya duduk kaku, matanya sembab. Ayahnya berdiri, memegang dahi, napasnya berat.

Di antara mereka, Zenia duduk tenang, menatap lewat jendela sejenak. Di bibirnya ada garis kecil senyum. Bukan karena ia bahagia melihat kehancuran adik iparnya. Bukan karena dendam buta. Senyum itu adalah tanda bahwa langkah pertama sudah berjalan sesuai rencana: hari ini ia bukan lagi korban, ia adalah pengamat yang tahu titik lemah.

Ketika pelayan menghapus sisa cangkir teh di meja, Zenia bangkit pelan. Ia menunduk sopan pada mertuanya, lalu melangkah ke kamar yang disiapkan untuknya. Di lorong, ia menyentuh dinding kayu dingin, menarik napas panjang. Di kepalanya, Isabela menyusun langkah berikutnya.

Di ruang tamu, ayah Kenzo menatap ke arah pintu kamar yang baru tertutup. Dalam suara yang lebih lirih, ia mengucap, “Anak itu… bukan gadis yang mudah dipatahkan.”

Zenia, dari balik pintu, mendengar. Ia tersenyum dalam hati.

Hari itu, satu nama mulai bergeser sedikit dari meja hitungan mereka. Dan Zenia tahu, masih banyak angka yang harus ia bayar lunas.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • TERLAHIR KEMBALI: ISTRI NAKAL SANG CEO   GODAAN SI LINGERIE HITAM

    "Nyonya muda, mari saya bantu nyonya berpakaian sebelum masuk ke kamar tuan muda Kenzo." Ucap salah seorang pelayan yang memang ditugaskan untuk membersihkan tubuh Zenia sebelum masuk ke kamar Kenzo.Karena merasa tidak ada yang salah dengan semua itu, Zenia pun menurut begitu saja tanpa tahu apa yang telah disiapkan oleh ibu Kenzo untuk ia kenakan malam pertamanya dan Kenzo."Apa mereka bercanda?" Teriak Zenia dalam hati saat mendapati pakaian yang harus dikenakannya sangat jauh dari apa yang dia pikirkan.Tapi setelah berpikir beberapa saat, Zenia pikir ini juga tidak terlalu buruk. Sebab sebelumnya dia mendengar bahwa junior Kenzo tidak bereaksi setelah kecelakaan maut yang membuat kaki Kenzo lumpuh. Bahkan sebelum kematiannya saat masih menjadi Isabella Manik, kabar itu sudah merebak di kota Athena. Jadi mau pakai baju atau telanjang sekalipun, tidak akan berbahaya sama sekali. Tidak akan ada terjadi apapun antara dirinya dan Kenzo."Baiklah,. Jika memang harus mengenakan ini. Aka

  • TERLAHIR KEMBALI: ISTRI NAKAL SANG CEO   BUKAN GADIS LEMAH

    Rasa canggung memenuhi ruangan sesaat. Lidya menggertakkan gigi, napasnya pendek. Ia tampak siap meledak. Matanya menyorot tajam ke arah Zenia, bibirnya mengeras.“Tunggu,” tiba-tiba suara laki-laki muda memotong, lebih berat dari biasanya. Rafi Alberto melangkah maju, menyandarkan diri pada meja, menatap Zenia dengan senyum yang berusaha meyakinkan. “Ma, Pa, jangan buru-buru. Tentang urusan Lidya di kampus, aku yang akan urus. Besok aku berangkat ke kampus, dan aku jamin… hari ini juga, ijazahnya akan keluar.”Kata-kata itu diucapkan dengan nada percaya diri yang dibuat-buat. Ia ingin menutup muka adiknya, menambal harga diri keluarga. Tapi ada yang di matanya tak sempat ia tutupi: sedikit panik. Itu terlihat ketika tangannya mengepal sekilas di belakang punggung.Zenia mengangguk pelan, seolah memberi ruang. Ia tidak bergairah menjerat Rafi. Ia menunggu.Rafi melangkah lebih dekat, suaranya berubah menjadi meyakinkan. “Aku yang akan bicara dengan pihak kampus. Aku yang akan urus adm

  • TERLAHIR KEMBALI: ISTRI NAKAL SANG CEO   PEMBALASAN DIBALIK SENYUMAN

    Untuk beberapa menit, Zenia hanya diam. Ia memegang cangkir teh hangat itu seolah-olah sedang menenangkan dirinya, padahal ia sedang menakar kata-katanya. Lidya dan kakaknya berhenti tertawa hanya untuk memastikan apakah perempuan kampungan ini sedang bersiap menangis atau membela diri.Tapi setelah menunggu, tidak ada air mata.dan tidak ada pula suara yang pecah.Hanya keheningan yang pelan-pelan berubah menjadi sesuatu yang membuat Lidya tidak nyaman.Zenia meletakkan cangkir itu kembali ke meja. Tangannya halus, gerakannya lembut. Mata yang tadi tertunduk kini terangkat perlahan, bukan menantang, tapi juga bukan sebuah cerminan keminderan.“Aku memang hanya gadis desa,” ucapnya dengan nada serendah kapas, “dan ini pertama kalinya aku menginjakkan kaki di kota setelah lima belas tahun lamanya.”Semua orang dalam ruangan menoleh.“Tapi…” Zenia menoleh pada ayah dan ibu mertuanya, bibirnya melengkung sedikit, “paling tidak, aku masih ingat mendiang ibuku pernah mengatakan… jika orang

  • TERLAHIR KEMBALI: ISTRI NAKAL SANG CEO   DIBUANG BAGAI SAMPAH

    Matahari pagi menempel di pagar besi keluarga Alberto seperti lampu yang tak mau padam. Di ujung jalan, sebuah mobil berhenti. Zenia membuka pintu, menurunkan sebuah koper usang dan satu bungkus plastik. Di atasnya hanya selembar kertas resmi, surat nikah dan kartu identitas yang basah sedikit karena hujan semalam.Tidak ada pelukan perpisahan.Tidak ada air mata yang diusap oleh tangan yang sayang.Hanya tiga orang yang menatap dari dalam mobil, lalu pergi meninggalkan Zenia di tepi jalan seperti sesuatu yang tidak lagi berguna.Zenia berdiri dengan tubuh yang gemetar walaupun bukan inginnya- mungkin ini adalah sisa ketakutan si pemilik asli tubuh walau sudah tidak berada di sana lagi.Zenia menatap penampilannya sejanak. Bajunya kusam, rambutnya masih lembap dari perjalanan panjang. "Ya Tuhan! Bagaimana dia bisa bertahan hidup dalam semua ini." Gumamnya dalam hati, kasihan dengan hidup si pemilik asli tubuhnya. Ya! Walaupun si pemilik tubuh telah pergi, tapi semua ingatan, kenangan,

  • TERLAHIR KEMBALI: ISTRI NAKAL SANG CEO   SENJA TERAKHIR SEORANG RATU

    Senja di kota Athena selalu indah, warna oranye keemasan yang memantul di gedung-gedung tinggi dan menerangi seluruh kota seperti karpet cahaya. Dan di tengah kilau itu, satu nama paling bersinar, satu sosok yang membuat investor tunduk dan lawan bisnis gentar: Isabela Manik.Wanita itu berdiri di balik kaca kantor lantai tiga puluh, menatap dunia yang telah ia bangun dengan tangannya sendiri. Rambut hitamnya jatuh rapi di bahu, matanya tajam namun lelah. Sudah berbulan-bulan ia bekerja tanpa jeda, tidak karena ambisi semata, tetapi karena firasat yang sejak lama mengusik:Ada seseorang yang ingin mengambil semua ini darinya.Namun sore itu, ia mencoba menenangkan hati.Kau terlalu curiga, Bella, katanya dalam hati. Tidak semua orang ingin menjatuhkanmu.Ia bahkan tidak sadar bahwa hari itu memang akan menjadi hari terakhirnya sebagai Ratu Bisnis Athena.***Ketukan pintu memecah lamunannya.“Masuk,” ucap Bella tanpa menoleh.Angkasa Wijaya melangkah masuk dengan langkah ringan. Setel

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status