Share

BAB 8. CEMBURU

Panji benar-benar merasa bahagia karena akhir-akhir ini Mahira sedikit berubah. Dia menjadi lebih bucin kepada Panji. Mahira juga sangat perhatian kepada Panji sehingga membuatnya semakin sulit jauh dari Mahira.

"Alhamdulillah, akhirnya kenyang juga," celetuk Panji.

"Mas boleh ke kamar dulu. Biar aku bereskan semua ini,"

"Nggak ah sayang. Mas ikut bantuin kamu beres-beres dapur dulu ya? Biar cepat selesai dan kita bisa pergi tidur,"

"Memangnya mas Panji nggak capek?"

"Nggak dong. Kenapa harus capek, kan bantuin istrinya sendiri," celetuk Panji.

"Makasih ya Mas," ucap Mahira.

"Iya, sama-sama,"

Keduanya pun mulai bekerja sama membereskan dapur. Setelah selesai barulah keduanya memilih pergi ke kamarnya untuk beristirahat.

Panji merebahkan tubuhnya terlebih dahulu diatas ranjang, baru setelah itu disusul Mahira yang kini sudah berganti pakaian tidur. Melihat Mahira berpakaian sexy tentu saja membuat Panji salah tingkah. Apalagi Mahira sangatlah cantik, tentu saja membuat Panji sangat tergoda.

Panji membisikkan sesuatu di telinga Mahira membuatnya tersipu malu. Mahira tentu tidak menolak jika Panji menginginkan tubuhnya, karena hanya inilah cara satu-satunya supaya Panji tidak pergi meninggalkannya.

Malam ini Panji dan Mahira bergulat panas diatas ranjang kesayangannya. Keduanya tampak menikmati satu sama lain. Terlebih Mahira terlihat pasrah begitu saja ketika Panji mulai mencumbuinya tanpa ada penolakan. Hal ini tentu saja membuat Panji semakin bernafsu kepada Mahira. Pergulatan panas itu akhirnya tersalurkan hingga keduanya mencapai puncak kepuasan.

Merasa kelelahan Panji merebahkan tubuhnya disebelah Mahira sambil mencium tangannya.

"Terima kasih sayang," bisiknya lembut.

"Sama-sama Mas," sahut Mahira.

Kini Mahira tertidur dipelukan Panji. Rasa bahagia kini terpancar nyata di wajah keduanya bak sedang jatuh cinta. Bahkan Panji sampai melupakan Irma yang saat ini sedang marah kepadanya.

Tengah malam ketika Panji dan Mahira sudah sama-sama terlelap. Tiba-tiba Mahira terbangun dan ingin pergi ke kamar mandi. Setelah selesai Mahira ingin kembali merebahkan tubuhnya disebelah Panji. Namun karena sesuatu hal membuat Mahira mengurungkan niatnya itu.

Dert dert dert

Ponsel Panji bergetar dan Panji sengaja mensilent suaranya. Sehingga hanya terdengar suara getarannya saja.

Mahira mengambil ponsel milik Panji lalu memberanikan diri mengangkat telepon itu.

"Halo, mas Panji! Kenapa sih teleponku nggak diangkat-angkat?" sentak Irma.

"Ada apa Irma, kenapa suaramu terdengar kasar sekali?"

Deg!

Mendengar suara Mahira tentu saja membuat Irma merasa syok.

"Kenapa Mahira yang mengangkat teleponnya? Kenapa bukan mas Panji?" batin Irma.

"Halo Irma! Ada apa? Sepertinya ada sesuatu hal penting yang ingin kau sampaikan kepada mas Panji ya?"

"Eh, i-iyq Mbak. Maaf ya jika aku tidak sopan telepon malam-malam begini,"

"Tidak apa-apa Irma. Cerita saja kepadaku ada masalah apa? Soalnya mas Panji sudah tidur. Dia kelelahan karena selesai beradegan panas denganku,"

Deg!

Mendengar hal itu tentu saja membuat darah Irma langsung mendidih. Rasa kesal dan cemburunya benar-benar tak bisa dia tahan lagi.

"Irma, kenapa kamu diam saja?"

"Oh, tidak apa-apa Mbak. Aku tadi hanya iseng saja mau gangguin kak Panji,"

"Kalau tujuanmu cuma iseng, maaf ya Mbak nggak bisa bangunin mas Panji. Karena dia terlihat sangat kelelahan sekali. Biarkan saja dia tidur. Lagian ini sudah malam lho, apa kamu nggak ngantuk?"

"I-iya Mbak, aku juga merasa ngantuk kok,"

"Oh iya, Mbak boleh minta tolong sama kamu nggak?"

"Minta tolong apa Mbak?" sahut Irma dengan ketus.

"Besok Mbak ingin kalian semua makan malam di rumahku ya? Karena akan ada pesta kecil-kecilan disini,"

"Pesta? Baiklah Mbak. Kalau begitu selamat malam," sahut Irma dengan ketus.

"Selamat malam juga Irma," sahut Mahira.

Setelah panggilan terputus Mahira kembali meletakkan ponsel Panji diatas meja.

"Irma, Irma. Kamu pikir aku akan menyerahkan mas Panji begitu saja kepadamu? Oh tidak bisa, kamu salah memilih lawan Irma. Mulai hari ini aku akan menjalankan rencana baruku yang sudah aku rancang dengan sangat baik. Aku akan merubah sikapku kepada mas Panji dan juga kepada keluarganya. Mari kita lihat, siapa pemenang diantara kita berdua. Aku juga akan membuatmu menjadi orang pertama yang akan membuka rahasia besar yang selama ini sudah kalian tutupi dariku. Dengan begitu tidak akan ada lagi rahasia diantara kita. Bermain cantik perlu tapi dibodohi jangan," batin Mahira.

Dikamarnya Irma mulai uring-uringan tak jelas. Irma ngamuk dan membanting apapun yang ada didepannya. Tentu saja hal itu mengagetkan bu Sita dan yang lainnya. Mereka pun berbondong-bondong keluar dari kamar mencoba mencari sumber suara itu.

"Suara apa sih? Ganggu orang tidur saja," protes Dara.

"Iya nih, sepertinya suara itu berasal dari kamar mbak Irma," sahut Hendra.

"Aduh ..., kenapa lagi orang itu? Hari-hari hidupnya cuma marah-marah mulu. Apa dia nggak capek?" keluh Dara.

"Sssstt, sudah diam. Biar Ibu lihat dulu ke kamarnya," Dara pun mengangguk.

Tok tok tok

"Irma, kenapa kamu membuat gaduh tengah malam seperti ini? Kamu lagi ngapain sih?" seru bu Sita.

"Aku nggak ngapa-ngapain kok Bu," sahutnya dari dalam.

"Tapi kenapa suaranya berisik sekali? Apalagi yang kamu coba hancurkan?"

kali ini Irma memilih bungkam.

Merasa kesal bu Sita langsung menerobos masuk ke kamar Irma. Ketika sampai di dalam, bu Sita pun langsung kaget setengah mati ketika melihat kamar Irma sudah berantakan. Bahkan beberapa barang kesayangan Panji juga ikut hancur karena terkena amukannya.

"Astaga, apa yang kamu lakukan Irma? Kenapa kamu selalu merusak barang-barang mewah dirumah ini?" protes bu Sita.

"Sudah, Ibu jangan berisik. Nanti Irma bakalan ganti kok," sahutnya membuat bu Sita semakin kesal.

"Bisa nggak? Kalau marah jangan keseringan merusak barang-barang dirumah ini. Kami membelinya menggunakan uang. Sedangkan mencari uang itu sangatlah susah,"

"Iya, aku tahu. Aku minta maaf ...," sahut Irma dengan ketus.

"Kamu pikir dengan kata maaf sudah cukup?"

"Lalu aku harus bagaimana Bu?"

"Ganti semua barang-barang yang sudah kamu hancurkan. Kalau tidak ...,"

"Kalau tidak apa?" Irma seolah menantang mertuanya.

"Kalau tidak aku akan mengusirmu dari rumah ini,"

Deg!

"Kenapa harus seserius itu Bu?" sentak Irma.

"Pakai tanya kenapa? Yang jelas kami sudah muak dengan tingkah lakumu selama ini. Intinya jika kamu masih ingin tinggal disini, tolong jaga sikap," sentak bu Sita.

Irma memilih diam dan membiarkan ibu mertuanya pergi dari kamarnya. Barulah setelah itu Irma membanting pintu kamarnya dengan cukup keras.

"Waduh, kenapa lagi dia Ma?" tanya Dara

"Entahlah. Ibu juga nggak tahu. Sepertinya dia sedang ada masalah," sahut bu Sita.

"Semua orang tentu punya masalah Bu. Tapi kembali kepada diri kita masing-masing. Bagaimana cara menyikapinya," sambung Hendra.

"Sayangnya Irma tidak memahami hal itu," sahut bu Sita.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status