Selesai ngobrol panjang lebar akhirnya Irma dan Johan mengikat kerja sama. Dimana Irma menjanjikan sebuah pernikahan setelah dirinya berhasil menguasai harta Mahira. Tentu saja Johan merasa senang dan juga tertarik. Dia pun langsung mengiyakan dan berjanji akan membantu Irma meraih itu semua. Supaya dirinya bisa memiliki Irma sepenuhnya. "Besok kamu pergi ke rumah sakit jam berapa?" "Mungkin pukul sembilan pagi, memangnya kenapa?" tanya Irma."Tidak ada apa-apa. Cuma tanya doang,""Tidak mungkin cuma tanya doang. Pasti ada sesuatu yang sengaja kamu sembunyikan dariku," sentak Irma."Sayang, aku tidak menyembunyikan sesuatu. Aku cuma tanya doang, apa nggak boleh?""Nggak usah lebay deh. Manggil sayang segala," sahut Irma."Kamu bilang jika aku mau membantumu menyingkirkan Mahira dari kehidupan Panji dan merebut seluruh harta Mahira. Kamu bakalan mau menikah denganku. Itu artinya mulai detik ini juga kamu sudah menjadi kekasihku. Dan aku punya hak untuk memanggilmu sayang. Tapi awas
"Mas Panji mau kemana sih, kok sudah dandan rapi, baunya wangi lagi," celetuk Mahira yang berdiri di belakang Panji sambil memperhatikan suaminya yang saat ini bersiap-siap ingin pergi."Mas mau ke rumah teman, ada acara tujuh bulanan istrinya yang sedang mengandung. Dia meminta Mas datang ke rumahnya untuk ikut memberikan doa," balas Panji dengan santai."Kalau begitu aku ikut ya?""Jangan, kamu dirumah saja. Lagian Mas cuma sebentar saja kok Sayang. Mas janji nggak akan lama perginya. Selesai membaca doa Mas akan berpamitan pulang," bujuk Panji kepada Mahira."Tapi aku juga pengen ikut Mas. Aku ingin sekali pergi bersama suamiku ke tempat hajatan atau acara apa gitu kaya yang lain. Tapi Mas nggak pernah mengajakku. Alasannya pun selalu sama," Mahira mulai kesal."Eh kok malah ngambek sih. Mas janji nanti kalau ada acara lagi Mas akan mengajakmu. Supaya semua orang tahu bahwa kamu adalah istriku yang paling cantik,"Mahira berdiri membelakangi Panji lalu Panji mencoba mendekatinya d
Melihat semua itu Mahira memutuskan pulang ke rumah dan berpura-pura seakan tak terjadi apa-apa.Tepat pukul satu malam terdengar suara deru mobil milik Panji yang berhenti di garasi depan rumah. Mahira memperhatikan lewat jendela lalu kembali masuk ke dalam kamar dan pura-pura tidur. Panji menyusul ke dalam kamar lalu mendekati Mahira yang sudah tertidur pulas diatas ranjang.Panji memutuskan pergi mandi, berganti pakaian lalu merebahkan tubuhnya disebelah Mahira. Merasa belum mengantuk Panji kembali melirik ponselnya karena tiba-tiba Irma menelpon. Panji menjauh dari Mahira menuju balkon kamar untuk menganggkat telepon dari Irma."Ada apa sayang? Aku sudah sampai di rumah. Tolong jangan telpon-telpon lagi. Nanti kalau terdengar Mahira bisa bahaya," ujar Panji dengan nada berbisik.Mahira mencoba mendekat untuk mendengarkan obrolan keduanya."Iya sayang aku tahu. Tapi aku tidak bisa tidur. Anak di dalam kandunganku minta di dongengin dulu sama papanya," balas Irma dengan nada manja.
"Baiklah sayang, aku ikuti semua keinginanmu. Apapun keputusanmu aku akan menyetujuinya," Mahira mengulas senyum."Begitu dong. Terima kasih sayang, karena kamu sudah mendukung keputusanku. Apa aku boleh minta tolong lagi?""Boleh sayang, apa itu?" sahut Panji."Tolong sampaikan semua itu kepada Irma, Dara dan juga Hendra ya? Supaya tidak terjadi kesalahpahaman diantara kita. Mas bilang, kita ini keluarga bukan? Mas Panji juga harus bisa menengahi jika ibu serta adik-adikmu tidak setuju dengan keputusan yang sudah kubuat,""Ba-baiklah sayang. Apapun itu Mas akan menuruti semua keinginanmu,""Ihh, Mas Panji so sweet deh," Mahira menghampiri Panji lalu memeluknya sembari mengulas senyuman licik.Panji juga melakukan hal sama. Berpura-pura legowo menerima keputusan Mahira. Padahal saat ini hati Panji sedang merasa dongkol setengah mati. Bahkan ingin rasanya Panji mencekik Mahira saat ini juga.Mahira melepas pelukannya lalu memilih duduk dikursi sambil memainkan ponselnya. Diliriknya Pan
Dua hari kemudian Mahira mulai disibukkan dengan banyaknya pekerjaan. Karena saat ini butik dan juga toko grosirnya mulai dihandle sendiri.Mahira merasa keputusannya kali ini sudah tepat. Karena selama ini dia sudah cukup baik terhadap keluarga Panji. Walau pada akhirnya kebaikan dan kepercayaan Mahira disalah gunakan oleh Panji dan juga keluarganya. Hal inilah yang membuat Mahira benar-benar merasa kecewa.Mahira mulai mengecek keuangan di toko dan juga butiknya satu-persatu. Memastikan pemasukan serta pengeluaran di butik dan juga tokonya tidak mengalami kesalahan. Tapi setelah di amati ulang banyak keganjilan antara pendapatan dan pengeluaran setiap bulannya. Melihat hal itu Mahira merasa kesal kepada keluarga Panji."Mulai sekarang aku sendiri yang akan menghandle semuanya. Termasuk perusahaanku yang saat ini masih dipegang oleh mas Panji. Aku yakin mas Panji juga melakukan hal sama seperti yang sudah dilakukan oleh Hendra juga Irma. Apalagi mas Panji sudah berani membohongiku me
Merasa kesal karena terus dihina, bu Sita mengambil gagang kayu dan ingin memukul satu-persatu orang yang saat ini masih berdiri didepan rumahnya."Diam kalian semua! Cepat pergi dari sini! Mendengar kabar belum jelas saja kalian sudah pada heboh. Seharusnya kalian tanya dulu baik-baik sama saya bukan malah ikutan menghina!" sentak bu Sita dengan amarah berapi-api."Lho, bukannya tadi kami sudah tanya baik-baik sama bu Sita. Tapi kenapa bu Sita malah marah? Jika memang anaknya tidak seperti itu seharusnya bu Sita bersikap biasa saja. Tapi nyatanya emosi bu Sita langsung meledak-ledak. Itu artinya tulisan pada karangan bunga itu ada benarnya. Anak bu Sita bernama Fahri diam-diam menikah lagi tapi mengaku lajang supaya mendapatkan istri kaya raya. Pantas saja sekarang kehidupan bu Sita adem ayem. Rumah bagus, punya mobil, uangnya banyak, tidak susah seperti dulu lagi," sahut bu Dias."Iya, sekarang hidupnya serba kecukupan. Semua anaknya punya mobil satu-satu. Coba mas Fahri tidak menika
Setelah kejadian itu hari-hari Panji terasa menyedihkan sekali. Panji tidak menyangka, ternyata ada orang lain yang mengetahui rahasia besarnya itu. Dan kini orang tersebut mencoba menerornya habis-habisan."Aku heran sebenarnya siapa orang itu? Apa kita ada salah dengannya? Kenapa dia mencoba mengusik hidup kita?" tanya bu Sita."Panji juga bingung Bu. Panji sudah mencoba mencaritahu tapi sampai detik ini belum juga mendapatkan jawabannya. Aku sempat berpikir apakah orang itu adalah Mahira? Tapi jika memang benar orang yang meneror kita adalah Mahira, lalu kenapa sampai detik ini dia tidak marah kepadaku? Tidak mempertanyakan semua yang diketahuinya? Setiap hari sikapnya masih sama. Yang membedakan hanyalah dia ingin bekerja dan menghandle semua usahanya sendiri. Tapi sikapnya padaku masih sama, tidak ada yang berubah Bu," ucap Panji."Apa mungkin kamu punya musuh?""Tidak Bu. Selama ini Panji tidak pernah mempunyai musuh. Panji tidak pernah ribut dengan orang lain," sahutnya."Bagai
Merasa kesal Panji berniat melaporkan kejadian ini kepada pihak polisi. Dengan tujuan ingin tahu siapa dalang dibalik peneror di rumahnya."Kesabaranku sudah habis, aku tidak bisa berdiam diri seperti ini. Aku ingin memberi pelajaran kepada orang itu. Supaya dia merasa kapok dan tak lagi berani meneror kita," ucap Panji."Aku setuju dengan saran mas Panji. Memang lebih baik kita melaporkan kejadian ini supaya mereka merasa jera," sahut Irma."Terserah kalian saja. Yang penting masalah ini cepat selesai," sahut bu Sita.Panji meminta semua orang masuk ke dalam. Dan berpesan jangan membukakan pintu jika tidak ada yang penting. Semua orang mengangguk patuh.Panji masuk ke kamarnya dan bersiap ingin pulang ke rumah Mahira. Irma mengekor dibelakang Panji dan merengek supaya Panji tidak pulang ke rumah istri keduanya."Pokoknya aku nggak mau tahu. Mas Panji nggak boleh pulang. Malam ini mas Panji harus tidur disini bersamaku," sungut Irma sembari berkacak pinggang."Tapi sayang, jika aku ti