Share

Terpaksa Tidur Bersama

Penulis: Tika Pena
last update Terakhir Diperbarui: 2023-11-20 20:38:56

"Kok?" Mama Papa seketika keheranan. "Di mana sebenarnya kamar kalian?" 

"Kamarnya di atas!" 

"Kamarnya di bawah!" 

Kami menjawab berbarengan lagi tapi masih tidak satu tujuan. Tadi Mas Arfan menyebut kamarnya di bawah sekarang menyebutkan kamarku di atas. Pun sebaliknya, aku menyebutkan kamarnya. Berkebalikan dengan sebelumnya yang menyebut kamar masing-masing. 

Orang tua Mas Arfan terdiam semakin terheran-heran. Aku dan Mas Arfan kembali saling melirik. "Maksudnya, kami kadang tidur di kamar atas, kadang di kamar bawah, bukan begitu, Sayang?" 

"Oh, i-iya, Ma, Pa." Aku jadi menjawab gugup karna Mas Arfan kali ini merengkuh pinggangku mesra. 

"Ooh." Mama Papa lalu tertawa. "Kalian ... ya ampuun."

Suamiku pun ikut tersenyum dan menghela napas lega. Kamu masih aman, Mas!

***

"Jangan deket-deket, Mas." Aku sedikit menjauhkan kepala Mas Arfan karna dekat sekali dengan kepalaku. 

"Apa sih, kamu?" sahutnya kesal. 

"Itu udah ada guling, Mas. Jangan lewatin batas guling." Kami terpaksa tidur di kamar yang sama dan hanya diberi sekat guling. 

Orang tua Mas Arfan sudah tidur di kamar yang lain. Setelah kami menikmati makan malam dan mengobrol, kami memutuskan tidur. 

Tapi aku tidak bisa tidur sama sekali. Pun dengan dia sepertinya sama. Jujur, aku takut. Hawatir dia macam-macam. 

"Ini kamarku. Kamu jangan protes." 

"Tapi, Mas, jangan seenaknya juga. Masa aku sempit?" 

"Kalau tidak mau, tidur di sofa sana." Mas Arfan berkata cuek dan memunggungiku. Ada sofa panjang di dekat jendela. Tapi, masa aku yang harus tidur di sana sedangkan dia enak di tempat tidur nyaman? Tega kamu, Mas. Dimana-mana, suami yang ngalah. 

Aku menghela napas menyingkirkan rasa tak tenang dan sama membelakanginya. Berharap hari segera pagi agar bisa keluar dari kamar ini.

Menit-menit berlalu tak jua bisa terlelap. Pun dengan lelaki itu. Kurasakan ranjang beberapa kali bergerak karna dia. Aku membiarkan dan terus mencoba tidur walau susah. 

Aku terkejut saat merasakan perut tiba-tiba dipeluk. Menoleh, mendapati Mas Arfan sudah menempel di belakangku. Hangat tubuhnya terasa di punggungku. Wajahnya dekat sekali dengan matanya yang terpejam. Apa dia tidak sadar? Dan ke mana guling yang jadi pembatas kami? Sendiri aku jadi panik.

Melepaskan tangan itu, aku menggeser tubuh ke sisi tempat tidur untuk menjaga jarak. "Diam, Nabila." Aku hampir berteriak dia meraih tubuhku lagi dipeluk seperti tadi. Ternyata lelaki ini dengan sadar melakukannya.  

"Jangan begini, Mas." 

"Kamu melarang suamimu sendiri menyentuhmu?" Dia mulai lagi. 

"Aku membutuhkanmu, Nabila," bisiknya lembut di telingaku. Seketika tubuhku meremang dibuatnya. Dan jantungku berdegup kencang. "Aku tidak bisa tidur, kamu harus melayaniku dulu." 

"Ti-tidak, Mas!" Sontak aku menjauh. Lelaki itu sama beranjak bangun. Kami duduk berhadapan. 

Mas Arfan memandang dengan sorot mata bergairah seperti yang sudah-sudah. Mendekat menyingkirkan rambutku dari kening. "Kamu cantik." Bukan senang yang mendominasi setelah dipujinya, melainkan takut dan cemas. Aku berpaling dan turun. Tapi dia menahan bahuku. "Jangan pergi." 

"Lepas, Mas. Biar aku tidur di sofa saja." 

"Terlambat. Kamu harus tetap di sini."

"Kumohon, Mas." 

"Tidak, Nabila." Mas Arfan merengkuh tubuhku. Menyentuh wajah dan menciumi pipi. Aku memejam dan menggeleng. "Jangan, Mas!" Aku mendoro-ngnya, tapi lelaki itu mendekat lagi. Tidak segan menyentuh tubuhku yang lain. Membuat aku menjerit seketika. "Hentikan, Mas!" Menyingkirkan tangan itu dari dadaku. Dan menyilangkan tanganku sendiri menutupi. Lelaki itu tersenyum menyeringai, membuatku semakin takut dan ngeri. 

"Saskia sudah tidak ada dan kamu senang atas kepergiannya, bukan? Kamu harus mau menggantikannya, menghangatkan tubuhku di ranjang ini." 

Aku terus menggeleng. "Layani aku sekarang juga." Tepat ketika Mas Arfan hendak memelukku kembali aku menggelosor cepat dari ranjang. Hingga lelaki itu hanya memeluk angin dan tubuhnya telungkup jatuh di kasur. "Nabila!" geramnya. Kemudian menyusulku turun. 

Aku harus bagaimana? Keluar? Tidak mungkin. Akhirnya masuk kamar mandi. Mengunci. Aku tersentak Mas Arfan menggedor-gedor pintu karna tidak bisa membukanya. 

"Nabila, buka!" Dia terus menggedor-gedor dan berusaha membuka. Aku diam meringkuk di sudut. "Jangan sembunyi. Keluar!" Telinga kututup dan menunduk. Maaf, Mas. Tubuhku ini tidak bisa kuberikan begitu saja apa lagi dengan niat yang salah. 

"Nabila, Buka! Si-al!" 

*** 

"Bagaimana tidur kalian, nyenyak? Kehadiran kami tidak mengganggu kan?" Mama berkata sambil menikmati sarapan yang telah kusediakan. 

"Oh, ya, nyenyak seperti biasanya," jawab Mas Arfan terpaksa dan berusaha menunjukkan wajah baik-baik saja. Padahal aku tahu dia sedang jengkel dan marah terhadapku. Setelah semalam tidak mendapatkan keinginannya. 

Aku hanya diam, kurang enak badan dan mata perih karna kurang tidur. Aku tidak berani keluar dari kamar mandi. Meringkuk menahan dingin sampai pagi. Takut dipaksa Mas Arfan. 

Saat lelaki itu masih tidur barulah aku keluar. Pergi ke kamar di lantai atas untuk mandi dan ganti baju. Kini setelahnya badanku kurasakan meriang. 

"Sekarang kamu bisa ke kantor kan? Bareng sama Papa." 

"Iya, Pa. Bisa." 

"Kamu harus lebih rajin dan cekatan, tapi jangan lupa jaga kesehatan. Bagaimana pun kamu adalah penerus Papa nanti di perusahaan."

"Iya, Pa." Mas Arfan menjawab sumringah. Tiba-tiba semangat Papa mengatakan itu. 

Artinya kamu akan mendapatkan apa yang kamu inginkan, Mas? Mengelola perusahaan orang tua dan saham berganti kepemilikkan atas namamu. Kamu akan dapat warisan itu, dan setelah itu kamu akan menyingkirkanku, Mas? Entah kenapa, memikirkannya membuatku sedih. Semakin tidak enak badan ini rasanya dan lemas. 

"Nanti, Papa akan adakan rapat. Kamu harus siap saat waktu itu tiba." 

"Arfan bersedia dan siap, Pa. Akan mengusahakan yang terbaik." 

"Bagus." Papa tersenyum puas melihat kesungguhan putra semata wayangnya. Lalu melahap sarapan kembali mengunyah sangat menikmati. Mas Arfan juga melakukan hal sama. Pun dengan mama. 

"Nabila, kamu kenapa?" Aku sedikit terperanjat dari diamku mama menanyakan itu. Beliau menatap heran, papa juga kini terarah padaku, hanya Mas Arfan yang tak acuh tetap fokus makan. 

"Nggak apa-apa kok, Ma. Silahkan, teruskan makannya. Bila mau ke belakang dulu." Ruangan itu kutinggalkan. Kebetulan makananku sudah habis karna hanya sedikit. 

Ke dapur mencuci barang kotor. Juga merendam baju dalam mesin cuci. Mama kemudian menghampiriku hendak pamit. "Mama pulang dulu, ya. Nanti gantian kamu menginap di rumah Mama sama Arfan." 

"Iya, Ma." Aku mengekorinya mengantar ke luar rumah. Mas Arfan sudah lebih dulu masuk mobilnya dan berlalu meninggalkan halaman. Sudah biasa pergi tanpa pamit. Papa masuk mobil dikuti mama. Aku melambaikan tangan saat keduanya menjauh.

***

"Assalamualaikum." Pintu di hadapan kuketuk kemudian merapatkan blazer panjang yang membungkus gamis di dalamnya. Semoga orang rumah belum tidur. Ingin segera masuk dan merebahkan tubuh yang menggigil ini. Dingin tapi juga panas, serta pegal. 

"Waalaikumsalam ... Nabila? Ya Allah, Ibu kira siapa malam-malam ke sini." 

"Ibu." Aku langsung memeluk Ibu tanpa peduli keheranannya. Satu tetes air mata lolos didera kerinduan dan oleh rasa sesak di hati.

Mas Arfan tidak pulang. Aku tidak mau sendirian di saat kondisi tubuh tidak baik seperti ini. Jam sepuluh malam nekat ke luar rumah menyambangi kediaman orang tua karna tidak bisa tidur. 

"Bila, badan kamu panas gini. Kamu sakit?" Ibu mengurai pelukan. Memindai wajahku, menyentuh pipi dan kening. Menatap hawatir. 

"Bila nggak apa-apa. Bila udah minum obat."

"Masya'allah, Nak ... Ayo, masuk." 

"Maaf, Bu, kalau kedatangan Bila mengganggu." 

"Tidak, Bila. Ibu memang belum tidur."

Ibu langsung membuatkan teh hangat juga membawakan sepiring kue setelah mengantarku ke kamar. "Tidak usah repot-repot, Bu."

"Biar badan kamu lebih enak dan ada tenaga. Besok kalau masih begini kita ke dokter." Aku mengangguk terharu atas segala perhatian ibu.  

"Bapakmu sudah tidur sejak satu jam lalu. Sekarang kamu istirahat. Ibu bantu kompres, ya." 

"Jangan, Bu." Aku menunda gelas teh di nakas yang baru kuminum. 

"Kalau begitu Ibu bantu pijitin. Demam biasanya suka pegal." 

"Bu." Bergetar bibirku rasa ingin menangis. Betapa ibu sangat menyayangiku selama ini. Aku menggeleng dengan mata mengembun. Tidak mau merepotkannya. Ke sini karna sangat rindu keluarga. Bukan minta dimanja.

"Ibu sudah biasa mengurusi kamu sejak kecil. Saat kamu tidak enak badan begini, tidak bisa Ibu biarkan. Kamu jangan sungkan dan jangan ngelarang-larang. Ini mau Ibu sendiri." 

Akhirnya kubiarkan ibu memijiti kaki dan tanganku. Kami mengobrol, melepas rindu lebih banyak, sampai tak terasa aku menguap karna mengantuk. Ibu lalu ke luar kamar setelah membantu menyelimuti. 

Saat aku hendak hanyut dalam mimpi, tiba-tiba dering ponsel nyaring terdengar. Aku meraihnya di sisiku. Menerima panggilan itu sambil memaksakan duduk bersandar. 

"Halo."

"Nabila, kamu pergi ke mana malam-malam begini?" Mas Arfan yang menelepon langsung mencecar dengan pertanyaan.

"Aku sudah mengirim pesan tapi kamu tidak membacanya, Mas?"

"Jadi, kamu benar pergi ke rumah orang tuamu?" 

"Menurutmu? Aku bukan pembohong sepertimu." 

"Nabila, kamu jangan bilang macam-macam sama orang tua kamu di sana." Dia berbicara menekan dan terdengar hawatir. 

Aku tersenyum miris pikirannya selalu buruk sangka. Betapa dia takut rahasianya aku bongkar. "Kamu tidak usah pikirkan aku. Urusi saja Saskiamu itu."

"Cukup. Aku akan segera menemuimu!" 

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Komen (1)
goodnovel comment avatar
Rania Humaira
penulis sampah menghasilkan tokoh sampah juga. g ounya akal sehat buat berpikir dan g punya harga diri. kayak binatang aja.
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terbaru

  • TERNYATA AKU WANITA KEDUA   Extra Part 3

    "Nabila?"Saat membuka mata yang kulihat hanyalah Mas Arfan. Menyebut namaku beberapa kali, sembari menyentuh telapak tangan. Melihat sekitar ternyata aku sedang terbaring di sebuah ruangan. Aku mengeryit saat hendak bangun. "Diam saja dulu kalau masih pusing." Mas Arfan membantu merebahkan tubuhku lagi. "Kamu tadi pingsan," ucapnya lagi lembut dan menatapku teduh. "Kamu anemia. Tensi darah hanya sembilan puluh per enam puluh. Selain itu ...." "Aku kenapa, Mas?" selaku tidak sabar menanti ucapannya selesai. Takut ada sakit serius di tubuhku. Mas Arfan malah tersenyum dan tampak berbinar matanya. Digenggamnya lagi tanganku erat. "Kamu hamil," ucapnya sumringah. "Aku hamil?"Dia mengangguk semangat. "Kata dokter iya, ketahuan dari tes darah ada kadar HCG di situ. Pertanda janin tumbuh." Ya Allah, pantas tamu bulanan tidak datang-datang. Ternyata tumbuh embrio di rahimku. Tidak mengira bakal langsung jadi padahal belum lama berhenti minum Pil KB. "Ada anak aku. Kamu harus mau kembal

  • TERNYATA AKU WANITA KEDUA   Extra Part 2

    "Maafkan kami, Pak Rasyid, Bu Nafa ... tidak memberitahukan sebelumnya, kalau Arfan mempunyai istri simpanan." Mama membuka percakapan setelah kami berkumpul. Diliriknya Mas Arfan yang tertunduk dalam. "Kami tidak bermaksud menipu." Papa melanjutkan pembicaraan. "Kami memang berniat menjadikan Nabila menantu bukan semata-mata mempermainkan.""Saya menyukai Nabila dengan pribadinya yang baik, sedangkan Saskia bukan wanita baik-baik, mendekati Arfan hanya untuk tujuan yang salah." Gantian Mama yang berbicara kembali. "Sebelum bersama Arfan dia sudah menjalin hubungan lebih dulu dengan laki-laki lain, bahkan anak yang dikandungnya pun anak laki-laki itu. Tapi karna sudah terpengaruh kuat Arfan tidak bisa melihat kebenarannya. Saya menikahkan dengan Nabila untuk menjauhkan dari dua orang jahat seperti mereka. Percaya Nabila pasangan yang tepat untuk Arfan." Orang tuaku sama-sama menarik napas dalam. Tapi masih tidak bicara sepatah kata pun. Mama melirik pada Mas Satya. "Kami sadar, apa

  • TERNYATA AKU WANITA KEDUA   Extra Part

    "Saskiaa." Mas Arfan terus memeluk tubuh tidak bernyawa itu. Dua tahun dia hidup bersamanya, menemani siang menemani malam, menemani makan, menemani tidur, berbagi hangat tubuh, sekarang telah pergi begitu saja. Tanpa adanya penyakit yang menggerogoti. Hilang dihabisi orang lain. Meninggalkan rasa pilu amat dalam. Rasa kecewanya yang besar setelah tahu semua hal buruk tersembunyi, tertepis saat dia pergi untuk selamanya. Bagaimana pun sosok itu pernah mewarnai hidupnya. Membuat semangat, membuat bahagia, dan sudah menyelamatkan nyawa meski kecelakaan itu sengaja. Daniel memang ingin membunuhnya. Saskia bisa kuat menemani tanpa direstui dan hanya disembunyikan dari publik. Mas Satya menghampiriku. Mengusap-usap bahu. Aku pun berbalik menghadapnya tidak kuat melihat Mas Arfan dan Saskia lagi. Dia merangkul membenamkan kepalaku di dadanya. Saskia diurusi di kediamannya. Banyak tetangga melayat. Juga ada beberapa saudaranya, mereka tampak sedih melihat kepergiannya yang mengenaskan. A

  • TERNYATA AKU WANITA KEDUA   Berakhir

    "Bedebah!"Mas Arfan langsung menghampiri laki-laki yang sibuk memakai bawahan. Menonjok wajahnya hingga beberapa kali. Aku dan Mas Satya masuk. "Mas, jangan Mas!" Kini Mas Arfan beralih pada Saskia, yang sibuk menutupi tubuh dengan selimut setelah tadi berada di atas laki-laki itu sama-sama bertelanja-ng bulat. Menampar keras pipinya, sampai terjerembab di bawah. Tidak puas Mas Arfan berjongkok menamparnya lagi kedua kali. Aku meringis melihatnya. "Diam kamu Daniel!" Mas Satya sudah bergerak cepat menahan lelaki itu. Menodongkan senjata api di kepalanya sehingga tidak bisa berkutik. "Ternyata kamu biangnya. Anak dari musuh keluarga Dhanurendra!" Dhanurendra nama belakang Mas Arfan, juga merupakan nama belakang Papa.Laki-laki bernama Daniel itu sengaja menjadikan Saskia sebagai umpan untuk membuat bangkrut Mas Arfan dengan mengambil hartanya. Dan akan memakmurkan perusahaannya sendiri. "Mas ... Ini semua tidak seperti yang kamu lihat." Saskia memeluk lutut kakinya. Sudah tertangka

  • TERNYATA AKU WANITA KEDUA   Penggerebekkan

    "Mas! Kamu berbuat mesra dengan Nabila?!" Lagi, suara Saskia melengking di telingaku. Tapi suaranya kecil di pendengaran Mas Arfan dan tidak jelas. Hingga lelaki itu tidak terganggu. "Awas kamu, Mas!!!" Dia mengira Mas Arfanlah yang menerima telepon. Aku terkejut saat ponsel direbut. Menatap Mas Arfan tegang hawatir akan marah. Ternyata dia malah mematikan sepihak. Lalu melempar asal ponsel ke seprai. "Mas?" "Aku tidak ingin diganggu." Lalu menyibukkan diri merasai tubuhku kembali. Staminanya yang kuat mampu menerbangkanku lagi. Hingga ke paling puncaknya. Usai berhubungan Mas Arfan langsung tertidur nyenyak. Aku sudah membersihkan diri dan memakai pakaian lengkap. Perlahan menjauhinya ke luar kamar. Mencari udara segar dan berkomunikasi dengan Mas Satya ditemani secangkir minuman hangat di sebuah kedai. Di Bandung aku tidak terlalu buta arah dan lebih leluasa karna memakai bahasa sehari-hari tidak seperti di luar negeri. Bersama kakak sepupu suami aku banyak bercerita. "Aku sud

  • TERNYATA AKU WANITA KEDUA   Di Rumahnya

    "Sini, Mas, rambutmu aku ambil. Atau mau ganti dengan tes darah atau air liur?" tawarku pada Mas Arfan yang kini ada di sampingku. "Sudah. Rambut saja. Ambil sedikit.""Oke." Gunting di tangan kuarahkan pada rambutnya dan memotong sedikit. "Segini, Mas, cukup." Rambut itu kuperlihatkan. Mas Arfan tidak protes dan aku memasukkannya dalam plastik kecil. "Sekarang tinggal rambut Savia, ya, Mas." Lelaki itu mengangguk kecil. Ah ... aku senang dia manut begini. Demi bisa menikmati tubuhku lagi, demi bisa aku hamil, juga demi bisa dapat warisan, dia akhirnya rela menurunkan ego. Dasar laki-laki, kalah sama nafsu sendiri. Kami sampai di depan rumah Saskia di komplek sederhana. Aku mematung begitu turun dari mobil. Selama menikah dengannya baru tahu tempat tinggal istri sirinya itu. Pantas Saskia sangat mengingkan rumah yang tengah aku tempati dengan Mas Arfan, dia ingin lebih leluasa dari rumah minimalisnya ini. Aku yakin ini juga rumah pemberian Mas Arfan. Belum bisa memberikan rumah me

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status