Home / Rumah Tangga / TERNYATA SUAMIKU PETANI KAYA RAYA / Tawaran Menjadi Istri Kedua

Share

Tawaran Menjadi Istri Kedua

last update Last Updated: 2023-05-01 08:17:17

***

"Miskin harta bisa dicari, Mbak, tapi kalau miskin adab, susah," sindir Delia sembari tersenyum samar. "Apalagi miskin harga diri, waduh ... bahaya!"

"Apa maksudmu bicara seperti itu di depan istriku?" Jaka bersedekap dada. "Siapa yang miskin harga diri, hah?"

Delia hanya mengedikkan bahu. Enggan menanggapi rasa keingintahuan yang Jaka tunjukkan.

"Lama-lama kamu makin kurang ajar, Del," seloroh Meisya geram. "Aku ini kakak ipar kamu, bisa gak sih kamu jaga mulut ...."

"Jaga mulut?" sela Delia terkikik. "Jaga mulut di depan kamu, iya? Hei, Mbak ... aku sangat bisa menjaga mulut dan sikap jika saja kamu juga melakukan hal yang sama. Untuk apa aku menjaga mulut sementara kamu tidak pernah berpikir ketika berbicara!"

Bu Sarah memijit pelipisnya yang terasa pening. Melihat anak dan menantunya berseteru membuat wanita paruh baya itu mendadak kehilangan gairah hidup. Tidak. Bu Sarah justru menyalahkan Haikal atas keributan yang terjadi.

"Del, masuk!" pinta Pak Handoko.

"Tidak, Pak," sahut Delia tegas. "Sekali-kali dia harus diberi tahu kalau aku sebenarnya sudah muak dengan sikapnya yang arogan. Sombong, sok berkuasa ...."

Plak ...!!!

"Jaka!"

Pak Handoko dan Bu Sarah sama-sama memekik. Sementara di balik tubuh Jaka, Meisya bersedekap dada sambil tersenyum penuh kemenangan. Wanita berpakaian seksi itu seakan tengah berbicara, "Jaka ada di pihakku, Delia."

"Anak kurang ajar!" Pak Handoko bersiap melayangkan tinjunya, namun suara Delia membuat tangan pria paruh baya itu mengambang di udara.

"Pak, tidak perlu membuang-buang energi," kata Delia begitu tenang. "Tamparan ini tidak akan pernah aku lupakan, Mas. Ingat itu!"

"Ya, akan aku ingat!" Jaka berbicara lantang. "Ingat juga kalau aku tidak akan pernah mau membantu kesulitan kamu di masa depan. Bahkan dengan mencium kakiku, aku tidak akan sudi membantumu, Delia!"

Jaka menarik tangan istrinya kasar. "Ayo pulang, Mei!"

"Jaka, tunggu dulu, Nak!" Bu Sarah mencengkeram lengan putra sulungnya erat. Kedua matanya menatap Jaka dan Meisya bergantian. Cairan bening bahkan sudah bergelayut manja di kelopak mata wanita paruh baya itu. "Jangan seperti ini, Jaka. Ibu tidak suka kalau anak-anak Ibu bertengkar."

"Lepaskan aku, Bu! Bela saja anak Ibu yang sebentar lagi akan menikah dengan petani miskin itu. Muak sekali aku melihat wajahnya!"

Pak Handoko menarik tangan Bu Sarah dan berkata tegas. "Pergilah! Pulang dan jangan datang ke rumah ini lagi jika hanya untuk menyakiti Delia."

Wajah Jaka memerah. Pun dengan Meisya, kedua tangannya mengepal kuat karena untuk pertama kalinya Pak Handoko mengusir mereka ketika berkunjung.

"Bapak yakin melarangku datang ke rumah ini lagi, hah? Yakin bisa hidup tanpa uang dariku?"

"Uang?" Ulang Pak Handoko. Air mukanya terlihat kebingungan. "Uang apa maksudmu?"

Meisya buru-buru menarik tangan Jaka dan berkata, "Sudahlah, Mas. Ayo pulang, untuk apa lagi kita berada disini. Ayo!"

Delia tertawa lirih menyadari sikap Meisya yang tidak biasa. Lagi-lagi gadis itu menemukan fakta lain tentang 'uang' yang Jaka maksud.

Baru beberapa langkah meninggalkan depan rumah Sang Mertua, Meisya menghentikan langkah, dia kembali berbalik dan mendekati Bu Sarah. Ah, tidak, dia mendekati sesuatu yang terletak di depan rumah mertuanya.

"Mas, beras ini ada beberapa karung, bawa satu buat di rumah," pinta Meisya tidak tau malu. "Lagipula Ibu tidak akan menghabiskan semua beras ini, terlalu banyak," imbuhnya sembari melirik sinis pada Delia.

"Sungguh sangat tidak tau malu," ujar Delia menohok. "Setelah menghina Mas Haikal, sekarang kamu justru mau membawa beras ...."

"Ini hanya beras, jangan lebay!" sela Meisya membela diri. "Beras tidak ada apa-apanya di mata kami, Delia!"

"Kalau begitu, pergi!" Delia berkacak pinggang. Benar-benar jengah melihat sikap Meisya yang pongah. "Jangan harap kamu bisa membawa beras dari rumah ini. Ini pemberian petani miskin, Mbak gak malu minta beras setelah mencaci maki Mas Haikal dan keluarganya?"

Meisya menyentak napasnya kasar. Di belakang Delia, Bu Sarah berulang kali menarik hela napasnya yang terasa begitu menyesakkan.

"Aku tidak meminta Delia!" pekik Meisya.

"Lalu apa namanya? Mengemis?"

"Hei, Delia ....!"

Pak Handoko hendak melangkah maju ketika suara Jaka meneriaki nama bungsunya. Namun sayang, tangan Delia dengan cekatan mencekal pergelangan tangan Sang Bapak dan memberikan gelengan kepala samar.

"Jangan sampai aku menamparmu untuk yang kedua kalinya, Del!" ancam Jaka disertai kedua mata melotot lebar. "Baru dilamar petani saja sikapmu sangat serakah, memalukan! Ini hanya perihal beras, bahkan aku bisa membelikan Meisya yang jauh lebih banyak dari itu ...."

"Kalau begitu belikan." Delia menyela. "Belikan beras yang banyak untuk istrimu agar dia tidak mudah tergiur dengan beras yang ada di rumah Ibu. Ah, tapi Mbak Meisya memang mudah tergiur. Ya kan, Mbak?"

Rahang Meisya mengeras. Kakinya menghentak di halaman kemudian berbalik dan kembali melangkah mendekati Jaka yang tengah berdiri di samping pintu mobil.

"Kamu sudah sangat keterlaluan, Del." Fatimah berbicara tanpa melihat wajah Delia. "Bagaimana kalau nanti Mas Jaka tidak mau membantu biaya pernikahan kamu? Siapa yang kamu andalkan, hah? Aku? Gak sudi!"

"Pikirkan saja tentang dirimu sendiri, Mbak Fat," jawab Delia ketus. "Aku tidak akan mengemis apapun pada kalian. Ingat itu!"

Delia melepaskan tangan Pak Handoko dan berjalan gontai memasuki kamarnya. Di balik pintu, tubuh Delia luruh sambil memeluk lutut. Tangisnya pecah dalam diam. Sesak sekali rasanya ketika menangis tanpa suara.

"Apa begitu hina dilamar petani?" gumam Delia lirih.

Pipi Delia basah. Di atas lutut, gadis itu menyembunyikan wajahnya berpangku tangan yang dilipat. Bahunya bergetar. Kedua tangannya mengepal kuat. Jika dia saja bisa se-terluka ini mendengar hinaan dari Jaka dan keluarganya, lalu bagaimana dengan Haikal? Bagaimana perasaan Emak dan Bapak ketika semua keluarganya melayangkan cibiran tanpa sungkan?

Pintu kamar Delia diketuk dari depan. Gadis yang baru menginjak usia dua puluh lima tahun itu buru-buru mengusap air mata yang membekas di pipi.

"Ini Ibu." Suara Bu Sarah terdengar lemah. "Buka pintunya, Del!"

Delia menarik napas panjang dan membuangnya perlahan. "Aku ingin istirahat, Bu," dustanya. "Kita bicara nanti saja ya!"

"Buka pintunya, Delia! Ibu hanya ingin berbicara sebentar."

Delia mengalah. Pintu kamar terbuka dan menampakkan sosok Bu Sarah sedang berdiri tanpa semangat.

Tanpa dipersilahkan oleh Sang Empunya kamar, Bu Sarah masuk dan duduk di tepi ranjang Delia.

"Jadi istri kedua bukan berarti kamu seorang pelakor, Del."

Delia menoleh. Tatapan matanya yang tajam seakan sedang menguliti wajah Bu Sarah.

"Faisal adalah pria kaya, bukankah lebih baik kamu menjadi istri kedua dari pria kaya daripada harus menikah dengan seorang petani?"

Bersambung

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (5)
goodnovel comment avatar
Indah Syi
buSarah serakah oe
goodnovel comment avatar
Isnia Tun
Keluarga nya gada yang beres...kecuali Delia dan pak Handoko
goodnovel comment avatar
Yuliati
ibu mata duwitan
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • TERNYATA SUAMIKU PETANI KAYA RAYA   TAMAT

    ENDING***"Itu bukannya mantan pacar kamu, Sayang?"Hafsah mengikuti arah telunjuk Biru. Benar saja, di meja makan yang terletak di sudut, Azka duduk berhadapan dengan Safina. "Iya. Lagi kencan kali, Mas, sama seperti kita," sahut Hafsah tak acuh."Mau gabung?" tawar Biru dan dibalas gelengan kepala oleh Hafsah. "Tidak perlu memaksakan diri, Mas Biru.""Ya gapapa, Sayang, kita harus menjalin hubungan yang baik dengan mantan. Yuk!"Biru menggandeng tangan Hafsah dan berjalan mendekati meja yang hanya diisi oleh Azka dan Safina. "Hai ...."Azka dan Safina cukup terkejut melihat Hafsah datang bersama seorang lelaki. "Mbak Hafsah," ucap Safina sumringah. "Kapan datang ke Surabaya, kok gak kabar-kabar sih?"Respon Safina yang welcome membuat rasa takut yang sempat Hafsah rasakan memudar perlahan."Tadi niatnya gak mau ganggu acara kencan kamu sama Mas Azka, eh Mas Biru malah ngajakin gabung," ujar Hafsah jujur. "Eh, btw ini Mas Biru. Suamiku."Safina dan Azka saling pandang, "Kok Mbak

  • TERNYATA SUAMIKU PETANI KAYA RAYA   Minta Cucu

    ***Dua bulan berlalu setelah pesta pernikahan yang digelar secara mewah, hari ini Biru dan Hafsah sedang menikmati liburan di Kota Surabaya. Bukan luar negeri yang Hafsah mau, melainkan kota dimana banyak tercipta kenangan indah bersama Ranti dan kedua orang tuanya. Sengaja Biru menyetir mobil sendiri karena tidak mau liburannya yang ditunggu sejak dua bulan yang lalu diganggu oleh orang lain. Perjalanan yang melelahkan terasa menyenangkan karena sepanjang jalan keduanya tidak henti-hentinya melempar candaan. Hafsah membuka snack yang ada di kursi belakang. Sambil terus bercerita tentang masa kecilnya, sesekali tangan Hafsah menyuapi Biru dengan makanan ringan yang ada di tangan. "Mau cari makan dulu gak, Sayang?" Biru bertanya tanpa menoleh. "Nanti sampai hotel biar bisa langsung tidur. Capek sekali, Yang," keluh Biru. "Boleh," jawab Hafsah antusias. "Ini bentar lagi juga nyampe Hotel, Mas. Cari makan yang dekat-dekat sini saja ya."Biru mengangguk patuh. Matanya menatap satu pe

  • TERNYATA SUAMIKU PETANI KAYA RAYA   Ujian Pernikahan

    ***"Jadi dia berhasil menggoda kamu, Mas?"Nisya berada jajaran para staf yang hendak memberi selamat. Di belakangnya, Anina justru tersenyum sinis seraya menatap Hafsah yang hari ini terlihat sangat menawan. Gaunnya mewah, perhiasan yang ia kenakan pun tidak berlebihan namun memberi kesan mahal. "Kamu keluar sendiri, atau aku meminta security menyeret tubuhmu keluar dari gedung ini?"Nisya tertawa sumbang. Di atas pelaminan, beberapa staf berdiri agak jauh sementara tepat di depan Biru dan Hafsah, Nisya bersungut-sungut marah karena tidak terima dengan pernikahan diantara keduanya. "Kamu bilang sulit mencari penggantiku, Mas," tutur Nisya sembari tersenyum sinis. "Tapi ternyata tidak lama setelah kamu memutuskan hubungan kita, pernikahan ini malah digelar."Rahang Biru mengeras. "Aku tidak akan melepaskan kamu jika acara pernikahan ini sampai ricuh, Nisya!"Nisya bertepuk tangan, "Wow. Secinta itukah kamu pada wanita ini? Apa yang sudah dia berikan sebelum kalian menikah? Keperawa

  • TERNYATA SUAMIKU PETANI KAYA RAYA   Setelah sah

    ***"Apa?" tanya Biru tanpa berniat menjauhkan bibirnya dari bibir Hafsah. "Mas, ih!" Hafsah mendorong tubuh Biru dengan kesal. "Aku mau mandi, gerah!""Sayang!" Panggil Biru membuat langkah kaki Hafsah terhenti. "Apa?" tanya Hafsah ketus. "Bareng," ucap Biru merengek manja. Hafsah mencebik sebelum akhirnya berlari memasuki kamar mandi sampai-sampai lupa membawa baju ganti. Biru yang menyadari itu seketika tersenyum licik. Bisa dipastikan setelah ini Hafsah keluar hanya mengenakan bathrobe dan membayangkan hal itu saja sudah membuat kepalanya pusing. "Mas!" teriak Hafsah dari dalam kamar mandi. Biru berdiri di depan pintu, kemudian menyahut, "Kenapa, Sayang?""Mas, aku lupa bawa baju ganti ....""Aku tidur dulu ya, lelah sekali," sela Biru berdusta. "Ah, begitu ya. Ya sudah, nanti aku ambil sendiri, Mas tidur saja yang lelap."Biru tidak menjawab, pria itu justru menyandarkan tubuhnya di atas ranjang sambil memeriksa laporan kerja dari laptop yang sengaja ia bawa. Pintu kamar m

  • TERNYATA SUAMIKU PETANI KAYA RAYA   Menjelang Tamat III

    ***Biru menuntun bahu Hafsah dan membawanya lebih dekat pada gundukan tanah yang masih basah. "Hapus air matamu jika tidak ingin Bunda sedih di dalam sana, Haf."Wajah Biru menegang, namun ketika Hafsah menggamit jemarinya, CEO muda itu perlahan menghela napas panjang. "Dia Mas Azka, Mas," ucap Hafsah memperkenalkan. Biru hanya mengangguk seraya tersenyum, kemudian kembali menuntun Hafsah mendekati makam yang baru saja memiliki penghuni itu. Para pelayat beberapa di antaranya memilih pulang setelah jenazah Ranti dikebumikan, namun beberapa yang lain masih berada di sana, sedikit banyak membantu merapikan makam yang baru saja ditabur bunga beraroma wangi. "Aku pamit ya, Haf. Semoga Bunda khusnul khatimah.""Aamiin, terima kasih banyak, Mas," sahut Azka. Azka mengangguk ragu, kemudian berkata, "Mari, Mas!"Biru tidak menjawab namun kepalanya mengangguk di depan Azka. "Semoga semua amal ibadah Bunda diterima Allah," ucap Hafsah nyaris tidak bersuara. "Doakan yang baik-baik untuk a

  • TERNYATA SUAMIKU PETANI KAYA RAYA   Kehilangan

    ***"Bunda ...." Hafsah berteriak histeris sementara Biru segera menekan tombol yang ada di samping ranjang Ranti. "Bangun, Bun!" Hafsah mengguncang tubuh Ranti berharap wanita yang sudah ia anggap sebagai Ibu kedua itu mau membuka mata. "Tidak, Bun. Ini gak lucu!" teriak Hafsah. Biru menarik tubuh Hafsah dan memberi kesempatan para tenaga medis untuk memeriksa keadaan wanita paruh baya di atas ranjang itu. "Buka mata Bunda. Bunda berjanji mau lihat aku menikah dengan Pak Biru. Bangun, Bunda Ranti. Bangun!" Hafsah berteriak tanpa perduli apakah akan ada yang terganggu dengan suaranya. "Haf, tenang ....""Tidak, Mas. Bunda udah gak napas, aku tidak merasakan hangat napasnya. Bunda ... Bunda bohong padaku! Bunda pembohong!" Suara Hafsah terdengar pilu. "Bunda masih hidup kan, Sus? Aku yang bodoh ini pasti salah mengira ....""Innalilahi wa inna ilaihi raji'un ...."Dua orang suster mengucap kalimat istirja membuat dunia Hafsah yang baru saja berwarna kembali kelabu. Tidak lama, seora

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status