Home / Romansa / TEROR BUNGA TASBIH HITAM / Part 4 Keharmonisan Di Pagi Hari

Share

Part 4 Keharmonisan Di Pagi Hari

last update Last Updated: 2022-07-11 12:37:09

"Sudahlah, ayo tidur, aku ngantuk banget, Sayang. Atau ..." Inno menaik turunkan alisnya dengan jahil yang dihadiahi cubitan gemas di perut sixpacknya.

"Aku belum selesai bicara, Mas!"

"Iya, rumah itu kan niatnya akan ditempati Evan dan Rianti."

"Cerita yang jelas Mas, jangan sepotong-sepotong," protes Amelia yang membuat Inno terkekeh.

Bukannya menuruti kemauan sang istri, Inno justru melepaskan pelukannya dan berdiri.

Dia segera melepas baju koko dan sarung yang menutupi tubuh atletisnya. Sontak Amelia menutupi wajahnya yang memanas dengan kedua telapak tangan.

"Sudah siap nih, buka?" ucap Inno dengan nada jahil.

"Ish nggak, mesum. Cerita dulu baru ..." Amelia menghentikan ucapannya saat mendengar suaminya tertawa di depan wajahnya sambil menarik kedua telapak tangannya yang menutupi wajah.

"Aku sudah selesai ganti baju, istriku Sayang, buka tutup matanya," ucapnya lalu kembali naik ke tempat tidur. Amelia menggerutu kesal lantas memukul tubuh suaminya dengan bantal.

"Mau ganti baju dulu nggak, atau mau nggak pakai baju sambil aku cerita, hm?" goda Inno sambil mengedipkan sebelah matanya. Amelia kembali menurut, segera mengganti baju dengan gaun tidurnya dan kembali berbaring di samping suaminya. Menunggu laki-laki itu melanjutkan ceritanya.

"Rumah itu memang kosong, Sayang. Dulu waktu kami masih SMA sering tidur di sana, Evan sengaja mengajak kita ramai-ramai di sana sambil main guitar, bakar-bakaran atau ya having fun saja. Sekitar rumah itu juga masih banyak rawa-rawa, hanya rumah sampingnya yang sudah jadi yang sekarang jadi rumahnya Pak Rizki itu dan rumah Bu Aliya ..."

"Mas rame-rame nginap di sana, mabuk ada perempuannya dan ... Auh!" Amelia meringis ketika keningnya dijentik cukup keras oleh suaminya.

"Ngawur, kita tuh anak baik-baik, nggak ada namanya mabuk-mabukan apalagi nginep sama cewek," sahut Inno dengan wajah masam, sedangkan Amelia mengangguk-angguk seolah mengejek.

Anak baik-baik katanya?

Bukannya suaminya itu sewaktu masih remaja suka mengkoleksi gadis-gadis cantik di sekolahnya? Sampai dihukum sang ayah untuk masuk pondok pesantren selama setahun dan menunda kuliahnya?

Sering kebut-kebutan di jalan raya dengan motor besarnya, bahkan pernah berurusan dengan polisi karena terlibat perkelahian. Rambutnya dicat high light pirang, model spike, anting perak menghiasi telinga kirinya, dengan celana jeans robek-robek.

Luar biasa, anak baik-baik versi Inno. Amelia mengulum senyum penuh arti. "Iya, aku percaya suamiku baik-baik kok. Lanjutkan!"

Inno menatap Amelia dengan datar. "Kamu ngeselin sih, Sayang! Aku urakan, tapi nggak ada ya yang namanya mabuk-mabukan. Aku juga masih virgin sampai menikah."

"Oke, maaf Mas. Terus bagaimana, Mas?"

"Ya nggak gimana-gimana. Hal itu berlangsung sampai kita sama-sama lulus SMA. Heri langsung balik ke Semarang masuk Akpol. Evan sibuk kuliah sambil bantuin Om Rudi di kantor, sedangkan aku? Menjemput jodohku di pesantren, tapi ditolak mulu," ucap Inno sambil menggaruk kepalanya yang tak gatal.

Amelia tertawa cekikikan mengingat saat dirinya menolak Inno beberapa tahun yang lalu.

"Evan seperti menarik diri dari kami, walaupun waktu itu aku sudah balik ke Jakarta dan kuliah di Universitas yang sama. Kalau ada waktu luang, dia memilih di kantor daripada main sepakbola, sepertinya dia benar-benar syok karena putus dengan Rianti," lanjut suaminya lagi.

"Mas Evan sepertinya sangat mencintai Rianti ya, Mas?"

"Iya, kami semua tahu Evan sangat mencintai gadis itu. Dia nggak peduli dengan status sosial yang sangat jauh berbeda. Evan nggak malu mengantar jemput Rianti bekerja sebagai perawat ke Rumah Sakit. Tapi ... mungkin, karena latar belakang ekonomi yang jauh itulah, Om Rudi menentang keras hubungan mereka. Entahlah...."

Inno menarik napas panjang, dia tidak mengerti mengapa masih ada orang tua yang memaksakan keinginannya pada anak, padahal yang menjalani bukan orang tua tetapi anak itu sendiri. Tak terkecuali Evan, saat itu Evan sudah cukup dewasa menentukan pilihannya.

"Kasihan banget mereka," gumam Amelia lirih, ikut prihatin.

"Iya dan aku nggak terlalu tahu urusan mereka selanjutnya, apalagi waktu libur kuliah aku pulang ke Italia. Cuma waktu terakhir kami bertemu, Rianti datangi Evan ke lapangan sepakbola. Dia bilang ke aku sama Heri kalau mau pulang ke Bengkulu. Aku sama Heri pulang lebih dulu. Jadi, nggak tahu mereka bicara apa. Lalu, pas aku di Italia, Evan cerita lewat telepon kalau sudah putus sama Rianti di malam menjelang dia wisuda," pungkasnya.

"Semoga Rianti sudah bahagia dengan hidupnya sekarang ya, Mas."

"Aamiiin, semoga saja. Seperti kita."

****

"Buongiorno, istriku," sapa Inno sambil melangkah menghampiri Amelia yang sedang menyiapkan sarapan untuknya.

Wanita cantik itu menoleh sekilas dan menyunggingkan senyum. Inno menarik kursi lalu duduk di tempat biasanya sambil mengamati sang istri yang menuang lemon green tea favoritenya.

"Kamu kok sudah main cantik saja sih, kapan mandinya?" tanyanya sambil bertopang dagu. Amelia lantas duduk di samping Inno sembari menyodorkan cangkir berisi lemon green tea di hadapan suaminya tersebut.

"Grazie, Sayang," ucap Inno berterima kasih.

"Ck, memangnya kalau belum mandi nggak cantik, Mas?"

"Ya nggak gitu, kan pasti berantakan lah kalau belum mandi. Apalagi, semalam jadi korban uyel-uyelan aku, coba lihat wangi nggak?" katanya sambil tersenyum jahil dan mencondongkan wajah tampannya lebih mendekat ke arah sang istri sehingga wajah mereka hampir tak berjarak.

"Assalamu'alaikum!" Suara salam dari arah pintu samping carport, yang menghubungkan ke arah ruang keluarga dan ruang makan, menginterupsi keduanya.

Rupanya, kedua orang tua Inno pulang dari jogging.

"Hiss, ayah ganggu saja," gumam Inno lirih yang dibalas tawa kecil istrinya.

"Kasihan, nggak jadi," ledek Amelia yang mendapatkan lirikan dingin dari sang suami.

Lalu, dia bangkit dan melangkah ke dapur, membuat secangkir coffee latte untuk suaminya juga kopi hitam untuk ayah mertuanya. Laki-laki tampan dengan rambut coklat itu kembali bertopang dagu, dengan mata masih terlihat sangat mengantuk.

"Wa'alaikumsalam warrahmatullah. Selamat pagi, Ayah, Ibu," sapa Inno begitu melihat kedua orang tuanya mendekat, setelah mencuci tangan mereka di wastafel.

"Pagi, Nak. Pasti begadang lagi ya, kelihatan ngantuk begitu?"

"Iya, Yah, lagi banyak kerjaan," jawab Inno lalu menyesap teh hangat yang beraroma lemon itu.

Amelia yang keluar dari arah dapur berjalan mendekat dan meletakkan dua cangkir kopi di hadapan masing-masing kedua laki-laki beda usia itu.

"Terima kasih, Nak. Jaga kesehatan kalian berdua, kalau nggak perlu banget kurangi begadang." Nasehat Pak Hendri ketika memperhatikan anak dan menantunya yang terlihat sama-sama lelah.

Inno hanya tersenyum simpul sambil menggaruk kepalanya yang tidak gatal.

Melihat itu, Amelia juga tersipu malu.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • TEROR BUNGA TASBIH HITAM    Part 90 End

    3 bulan kemudian...Venezia, ItaliaMusim panas digunakan sebagian masyarakat Italia untuk menikmati hangatnya sinar matahari. Seperti biasa, pantai di timur kota Venezia itu sangat ramai. Di bawah payung-payung berjejer kursi untuk berjemur.Beberapa ratus meter dari mereka, seorang anak berusia dua tahun sibuk bermain pasir. Dia bertepuk tangan riang ketika istana pasir buatannya telah berdiri sempurna."Yeee, Papa, Mama, look at this!" serunya.Amelia yang duduk tidak jauh dari anak dan suaminya, tersenyum lebar. Dia sesekali mengabadikan momen itu dengan kamera handphone. Inno menatap istrinya beberapa detik kemudian mendekat."Masih pusing, Sayang?" tanyanya khawatir.Amelia menggeleng pelan. Dia mengusap pasir yang menempel di lengan suaminya. Inno menunduk dan mengusap perut sang istri."Baik-baik ya, Dek," ucap Inno lalu menatap istrinya. "Kalau kamu pusing, bilang ya, kita pulang," lanjutnya, lalu mencium kepala Amelia.Wanita berhijab itu mengangguk, lalu menunjuk ke arah Ga

  • TEROR BUNGA TASBIH HITAM    Part 89 Jodoh Terakhir

    "Masih berlaku tuh, syarat?" tanya Inno."Ya, berlaku. Juga beberapa hal yang aku ingin tahu," jawab Amelia.Inno menaikkan sebelah alis. Laki-laki itu terpaksa mengangguk. "Tapi aku nggak mau kalau syaratnya bakalan merusak mood kita hari ini!" tegasnya. "Aku ingin menikmati hari bahagia ini bersama kalian semua," imbuh Inno.Sebelum Amelia menyahut, tiba-tiba Irfan menyeruak di tengah-tengah Inno dan Amelia. Pemuda yang baru saja menjadi wali nikah kakaknya itu tersenyum jahil."Baru kali ini aku lihat Mbak Amelia benar-benar jungkir balik karena cintanya Mas Inno. Huhu!" ledek Irfan kemudian berlalu sambil menggendong Gabriele.Amelia tertunduk malu, apalagi Inno menatapnya begitu lekat. Ternyata Inno tidak hanya membuat acara di masjid. Laki-laki itu juga mengadakan resepsi di ballroom hotel berbintang. Acara di hotel dihadiri ratusan undangan. Amelia menoleh pada Inno, ketika Elena menghampirinya sambil memberikan serangkai bunga mawar. "Tante, apa Tante Ambar juga sayang sama

  • TEROR BUNGA TASBIH HITAM    Part 88 Simpul Halal

    Masjid Al Arif, dipilih Danu sebagai tempat akad nikah. Para santri dan pengurus pondok telah menunggu peristiwa sakral itu. Tenda juga telah dipasang dengan hiasan bunga-bunga.Amelia didampingi Umi dan Haznia berjalan sambil menunduk. Amelia benar-benar memasrahkan semua perjalanan hidupnya pada Allah. Meskipun ada keraguan, dia pantang mempermalukan orang lain. Danu adalah laki-laki yang sangat baik. Amelia berjanji dalam hati, akan menjadi istri yang baik untuk Danu dan ibu untuk Elena.Wanita itu tidak melihat keberadaan Gabriele. Amelia mengeryit ketika seorang santriwati mendekat sambil memberikan serangkai bunga mawar bercampur anyelir. Amelia tahu, bunga itu dari Inno.Haznia mengambil selembar kertas kecil yang terselip di antara bunga-bunga itu. Lalu menyodorkan pada Amelia.["Aku kembalikan Gabriele. Terima kasih sudah bersabar menghadapi sikapku. Bismillah ya, Sayang. Jangan menangis lagi, Amelia."]"Mas Inno," gumam Amelia tercekat. Dia memindai sekitar, namun tidak mene

  • TEROR BUNGA TASBIH HITAM    Part 87 Menikah?

    Amelia menepis tangan Haznia kemudian beranjak. Wanita itu bertemu pandang dengan Danu di depan pintu. Amelia langsung memalingkan pandangan. Dia berlari ke rumahnya, lalu memasuki kamar.Dia menumpahkan tangis di situ. Tidak peduli dengan panggilan Haznia, Danu, dan Evan. "Mel, buka pintunya sebentar. Aku ingin bicara, Sayang!" bujuk Danu pelan.Amelia mengusap kasar air matanya. "Mas Danu juga tahu hal ini, kan? Kenapa kalian semua jahat?" teriaknya dari dalam kamar."Makanya, buka pintu dulu." Danu terus membujuk, namun Amelia tidak peduli.Dia benar-benar kecewa pada semua orang. Semuanya! Jika Evan dan Haznia tahu alasan Inno selingkuh dengan Daniela, tentu Umi, dan Irfan juga tahu. Begitu juga orang tua Inno.Tubuh Amelia meluruh di tepi ranjang. Dia memeluk lutut dan membenamkan wajah di sela-sela lutut. "Kenapa kamu lakukan ini, Mas? Kenapa? Apa begini cara Mas Inno melindungi aku dan Gabriele? Bagaimana kalau seandainya Mas nggak kembali?" Di depan pintu, Evan menatap Danu

  • TEROR BUNGA TASBIH HITAM    Part 86 Menyalahi Kesepakatan

    Laki-laki itu masih belum mau beranjak dari tempatnya. Telapak tangannya mengusap-usap kepala seekor kucing. Dia mengambil kucing itu dan memangkunya."Lho, Nak Danu, kok nggak masuk? Malah duduk di sini?" tanya Bu Rini.Danu tersenyum, kemudian menoleh ke arah Inno yang masih bercengkerama dengan Gabriele. Rupanya Inno belum menyadari kedatangan Danu. Dia masih asyik menjelaskan beberapa hal pada puteranya itu."Inno, ada Nak Danu, malah di situ!" panggil Bu Rini.Sontak Inno menoleh. Laki-laki itu menatap Danu dan tersenyum canggung. Gabriele berdiri di samping Inno sambil berpegangan bahu papanya."Zio Danu!" "Hai, Ganteng. Kamu lagi main apa sih, asyik banget?"Gabriele nyengir kecil. Dia menoleh pada papanya. Inno langsung bangkit dan menuntun Gabriele mendekati Danu."Silakan masuk, Mas. Maaf nggak denger," ucap Inno datar.Danu mengangguk mengerti. Laki-laki itu menunduk dan mengusap kepala Gabriele. Kemudian pandangan kedua orang yang sama-sama berjuang mendapatkan Amelia itu

  • TEROR BUNGA TASBIH HITAM    Part 85 POV Inno

    "Inno, bertahanlah Inno. Ingat, Gabriele menunggumu di Indonesia. Jemput kembali anak dan istrimu, Inno! Devi sopravvivere. Hai sentito Nonno? Non lasciare che cio che facciamo invano!" ( Kamu harus bertahan. Apa kamu dengar Kakek? Jangan sampai apa yang kita lakukan sia-sia!)Suara samar-samar itu perlahan semakin jelas. Ketika aku membuka mata, senyum Kakek dan Nenek langsung menyambutku. Hampir tiga bulan aku tidur di atas brankar rumah sakit. Bahkan aku sendiri tidak tahu jika sampai berada di fase itu.Yang aku ingat, dua kali tembakan menembus bahu dan lengan atasku. Dokter mengatakan, salah satu peluru mengenai pembuluh darah yang terhubung ke paru-paru. Aku juga sempat koma. Hal itu pula yang membuat pihak rumah sakit dan keluargaku menutup semua akses informasi.Aku juga tidak tahu bagaimana nasib anak dan mantan istriku. Apa mereka aman? Tunggu, mantan istri? Menyebut kata itu, hatiku sakit. Aku tidak pernah mengira, apa yang kami lakukan akan membuat istriku menggugat cerai

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status