Share

Part 4 Keharmonisan Di Pagi Hari

"Sudahlah, ayo tidur, aku ngantuk banget, Sayang. Atau ..." Inno menaik turunkan alisnya dengan jahil yang dihadiahi cubitan gemas di perut sixpacknya.

"Aku belum selesai bicara, Mas!"

"Iya, rumah itu kan niatnya akan ditempati Evan dan Rianti."

"Cerita yang jelas Mas, jangan sepotong-sepotong," protes Amelia yang membuat Inno terkekeh.

Bukannya menuruti kemauan sang istri, Inno justru melepaskan pelukannya dan berdiri.

Dia segera melepas baju koko dan sarung yang menutupi tubuh atletisnya. Sontak Amelia menutupi wajahnya yang memanas dengan kedua telapak tangan.

"Sudah siap nih, buka?" ucap Inno dengan nada jahil.

"Ish nggak, mesum. Cerita dulu baru ..." Amelia menghentikan ucapannya saat mendengar suaminya tertawa di depan wajahnya sambil menarik kedua telapak tangannya yang menutupi wajah.

"Aku sudah selesai ganti baju, istriku Sayang, buka tutup matanya," ucapnya lalu kembali naik ke tempat tidur. Amelia menggerutu kesal lantas memukul tubuh suaminya dengan bantal.

"Mau ganti baju dulu nggak, atau mau nggak pakai baju sambil aku cerita, hm?" goda Inno sambil mengedipkan sebelah matanya. Amelia kembali menurut, segera mengganti baju dengan gaun tidurnya dan kembali berbaring di samping suaminya. Menunggu laki-laki itu melanjutkan ceritanya.

"Rumah itu memang kosong, Sayang. Dulu waktu kami masih SMA sering tidur di sana, Evan sengaja mengajak kita ramai-ramai di sana sambil main guitar, bakar-bakaran atau ya having fun saja. Sekitar rumah itu juga masih banyak rawa-rawa, hanya rumah sampingnya yang sudah jadi yang sekarang jadi rumahnya Pak Rizki itu dan rumah Bu Aliya ..."

"Mas rame-rame nginap di sana, mabuk ada perempuannya dan ... Auh!" Amelia meringis ketika keningnya dijentik cukup keras oleh suaminya.

"Ngawur, kita tuh anak baik-baik, nggak ada namanya mabuk-mabukan apalagi nginep sama cewek," sahut Inno dengan wajah masam, sedangkan Amelia mengangguk-angguk seolah mengejek.

Anak baik-baik katanya?

Bukannya suaminya itu sewaktu masih remaja suka mengkoleksi gadis-gadis cantik di sekolahnya? Sampai dihukum sang ayah untuk masuk pondok pesantren selama setahun dan menunda kuliahnya?

Sering kebut-kebutan di jalan raya dengan motor besarnya, bahkan pernah berurusan dengan polisi karena terlibat perkelahian. Rambutnya dicat high light pirang, model spike, anting perak menghiasi telinga kirinya, dengan celana jeans robek-robek.

Luar biasa, anak baik-baik versi Inno. Amelia mengulum senyum penuh arti. "Iya, aku percaya suamiku baik-baik kok. Lanjutkan!"

Inno menatap Amelia dengan datar. "Kamu ngeselin sih, Sayang! Aku urakan, tapi nggak ada ya yang namanya mabuk-mabukan. Aku juga masih virgin sampai menikah."

"Oke, maaf Mas. Terus bagaimana, Mas?"

"Ya nggak gimana-gimana. Hal itu berlangsung sampai kita sama-sama lulus SMA. Heri langsung balik ke Semarang masuk Akpol. Evan sibuk kuliah sambil bantuin Om Rudi di kantor, sedangkan aku? Menjemput jodohku di pesantren, tapi ditolak mulu," ucap Inno sambil menggaruk kepalanya yang tak gatal.

Amelia tertawa cekikikan mengingat saat dirinya menolak Inno beberapa tahun yang lalu.

"Evan seperti menarik diri dari kami, walaupun waktu itu aku sudah balik ke Jakarta dan kuliah di Universitas yang sama. Kalau ada waktu luang, dia memilih di kantor daripada main sepakbola, sepertinya dia benar-benar syok karena putus dengan Rianti," lanjut suaminya lagi.

"Mas Evan sepertinya sangat mencintai Rianti ya, Mas?"

"Iya, kami semua tahu Evan sangat mencintai gadis itu. Dia nggak peduli dengan status sosial yang sangat jauh berbeda. Evan nggak malu mengantar jemput Rianti bekerja sebagai perawat ke Rumah Sakit. Tapi ... mungkin, karena latar belakang ekonomi yang jauh itulah, Om Rudi menentang keras hubungan mereka. Entahlah...."

Inno menarik napas panjang, dia tidak mengerti mengapa masih ada orang tua yang memaksakan keinginannya pada anak, padahal yang menjalani bukan orang tua tetapi anak itu sendiri. Tak terkecuali Evan, saat itu Evan sudah cukup dewasa menentukan pilihannya.

"Kasihan banget mereka," gumam Amelia lirih, ikut prihatin.

"Iya dan aku nggak terlalu tahu urusan mereka selanjutnya, apalagi waktu libur kuliah aku pulang ke Italia. Cuma waktu terakhir kami bertemu, Rianti datangi Evan ke lapangan sepakbola. Dia bilang ke aku sama Heri kalau mau pulang ke Bengkulu. Aku sama Heri pulang lebih dulu. Jadi, nggak tahu mereka bicara apa. Lalu, pas aku di Italia, Evan cerita lewat telepon kalau sudah putus sama Rianti di malam menjelang dia wisuda," pungkasnya.

"Semoga Rianti sudah bahagia dengan hidupnya sekarang ya, Mas."

"Aamiiin, semoga saja. Seperti kita."

****

"Buongiorno, istriku," sapa Inno sambil melangkah menghampiri Amelia yang sedang menyiapkan sarapan untuknya.

Wanita cantik itu menoleh sekilas dan menyunggingkan senyum. Inno menarik kursi lalu duduk di tempat biasanya sambil mengamati sang istri yang menuang lemon green tea favoritenya.

"Kamu kok sudah main cantik saja sih, kapan mandinya?" tanyanya sambil bertopang dagu. Amelia lantas duduk di samping Inno sembari menyodorkan cangkir berisi lemon green tea di hadapan suaminya tersebut.

"Grazie, Sayang," ucap Inno berterima kasih.

"Ck, memangnya kalau belum mandi nggak cantik, Mas?"

"Ya nggak gitu, kan pasti berantakan lah kalau belum mandi. Apalagi, semalam jadi korban uyel-uyelan aku, coba lihat wangi nggak?" katanya sambil tersenyum jahil dan mencondongkan wajah tampannya lebih mendekat ke arah sang istri sehingga wajah mereka hampir tak berjarak.

"Assalamu'alaikum!" Suara salam dari arah pintu samping carport, yang menghubungkan ke arah ruang keluarga dan ruang makan, menginterupsi keduanya.

Rupanya, kedua orang tua Inno pulang dari jogging.

"Hiss, ayah ganggu saja," gumam Inno lirih yang dibalas tawa kecil istrinya.

"Kasihan, nggak jadi," ledek Amelia yang mendapatkan lirikan dingin dari sang suami.

Lalu, dia bangkit dan melangkah ke dapur, membuat secangkir coffee latte untuk suaminya juga kopi hitam untuk ayah mertuanya. Laki-laki tampan dengan rambut coklat itu kembali bertopang dagu, dengan mata masih terlihat sangat mengantuk.

"Wa'alaikumsalam warrahmatullah. Selamat pagi, Ayah, Ibu," sapa Inno begitu melihat kedua orang tuanya mendekat, setelah mencuci tangan mereka di wastafel.

"Pagi, Nak. Pasti begadang lagi ya, kelihatan ngantuk begitu?"

"Iya, Yah, lagi banyak kerjaan," jawab Inno lalu menyesap teh hangat yang beraroma lemon itu.

Amelia yang keluar dari arah dapur berjalan mendekat dan meletakkan dua cangkir kopi di hadapan masing-masing kedua laki-laki beda usia itu.

"Terima kasih, Nak. Jaga kesehatan kalian berdua, kalau nggak perlu banget kurangi begadang." Nasehat Pak Hendri ketika memperhatikan anak dan menantunya yang terlihat sama-sama lelah.

Inno hanya tersenyum simpul sambil menggaruk kepalanya yang tidak gatal.

Melihat itu, Amelia juga tersipu malu.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status