7 - Menjemput Amira
Amira membaringkan tubuhnya di kasur, lalu meraih tas dan mengambil handphone merek samsung J1 ace hasil jerih payahnya sendiri. Ia lekas mengirim pesan pada bosnya untuk izin cuti beberapa hari.[Bosss,] - Amira Setelah mengirim pesan itu ia langsung bangkit, melangkah ke kamar mandi untuk membersihkan diri. Menatap cermin dihadapannya, lalu menjitak kepalanya sendiri."Apa yang aku pikirkan," monolog Amira pada dirinya."Apakah pria itu akan menerimaku nanti?" tanyanya lagi menatap bayangannya di cermin."Tapi aku tidak mau selalu merepotkan Tante Sarah," gumamnya."Aku ingin membuat bahagia Tante, dengan cara menerima lamaran ini, karena Tante sangat menginginkannya." Amira bersandar pada dinding kamar mandi."Sudahlah, nanti saja aku pikirkan, sekarang ayo segera mandi dan meminta izin pada Bos," ujarnya pada diri sendiri, perlahan menanggalkan pakaian yang ia pakai.Selesai membersihkan diri lalu memakai baju tidur, lekas membaringkan tubuhnya tak lupa menggenggam ponsel karena sudah mendapatkan balasan dari sang Bos.[Ada apa?] - Samuel[Aku izin gak kerja beberapa hari,] - Amira[Kenapa? kau sakit?"] - Samuel[Tidak, hanya saja. Pokoknya aku izin tidak masuk kerja beberapa hari,] - Amira[Ya sudah, aku izinkan.] - Samuel[Terimakasih, Bos.] - Amira[Sudahlah? aku sedang sibuk.] - Samuel[Terimakasih Bos, sudah meluangkan waktunya membalas pesan aku ini.] - AmiraAmira langsung menaruh ponsel-nya di nakas, entah kenapa ia kesal saat Samuel berbicara seperti itu. "Aku tidur saja," monolognya pada diri sendiri, lalu menarik selimut dan memejamkan mata.***Pagi buta suara bel di rumah Sarah, membuat pemiliknya sedikit mengerutu siapa gerangan dini hari sudah mengganggu saja. Sehabis membuka pintu, wajah yang tadinya mengomel berubah menjadi senyuman lebar."Assalamualaikum," sapa Arum memamerkan giginya."Walaikumsalam," sahut Sarah dengan gembira, lekas mempersilakan masuk sahabat lamanya itu."Bu, aku tidak diajak masuk," panggil Rangga merengut karena tidak diperhatikan oleh dua wanita yang sedang berbincang itu, membuat Sarah dan Arum menoleh menatapnya."Astagfirullah, Ibu lupa," kekeh Arum lalu menarik lengan Rangga agar ikut masuk."Ini anakmu, Rum?" tanya Sarah memegang wajah Rangga gemas."Iya, dia Rangga, anak keduaku Rah. Lihatlah dia suka sekali merajuk seperti bocah," ejek Arum menatap Rangga sinis."Ihhhh, kan cuma ke Ibu saja," bela Rangga pada dirinya sendiri."Sudah - sudah, ayo kita duduk, nanti aku panggilkan Amira dulu," ujar Sarah menyuruh keduanya menunggu di ruang tamu, duduk di sofa sambil menonton televisi."Amiraaaa," panggil Sarah mengetuk pintu kamar keponakannya.Amira sedikit terusik, ia perlahan mengedip-ngedipkan matanya menyesuaikan pengelihatan. Setelah sadar, lekas bangkit lalu membuka pintu menatap sang Tante."Ada apa Tan?" tanya Amira dengan suara serak khas bangun tidur."Cepat mandi, ada calon mertuamu," perintah Sarah membuat Amira membulatkan matanya."Ayoo cepat, Tante mau nyiapin minuman untuk mereka," seru Sarah lalu melangkah pergi meninggalkan Amira yang terdiam."Pagi sekali," gumam Amira lalu menutup pintu, lekas membersihkan diri.Amira langsung keluar dari kamar, setelah dirasa sudah rapi. Ia turun dan bersalaman dengan Arum dan Rangga, lalu ikut duduk di sofa."Bu, mana yang akan menjadi calon kakak iparku?" tanya Rangga menatap Ibunya."Itu dihadapanmu, Amira," sahut Arum acuh, ia sibuk berbincang dengan Sarah."Serius Bu? dia masih remaja lho," seru Rangga tak percaya, membuat Amira mengerucutkan bibirnya tersinggung."Husssshhhh, jangan ngomong gitu, dia udah dewasa lho," tegur Arum, mencubit pinggang anaknya."Buuu, sakit!" keluh Rangga mengelus pinggang yang barusan dicubit."Dewasa gimana Bu, wajahnya saja kaya masih tujuh belas tahun," ucap Rangga tak terima."Umurku dua puluh satu." Amira yang sedari tadi diam, akhirnya mengeluarkan suaranya."Serius?" tanya Rangga tak percaya, memicingkan matanya menatap Amira."Ini buktinya," ucap Amira kesal, mengelurkan KTPnya."Benar, bahkan kau lebih tua beberapa bulan denganku," ujar Rangga setelah melihat KTP Amira."Sini," pinta Amira meraih KTPnya lalu memasukan ke dompet lagi."Aku izin membawa Amira, ke rumahku, Sarah." Arum meminta izin kepada Sarah sekali lagi."Iya, tolong jaga Amira," sahut Sarah mengelus bahu keponakannya."Amira sudah izin ke bosmu?" tanya Sarah menatap Amira."Sudah Tan, tadi malam. Izin beberapa hari," balas Amira.Baguslah kalau sudah izin, ayo ikut Ibu. Gak usah bawa pakaian, kamu nanti beli saja dijalan," ujar Arum menatap Amira."Tapi Tannn," ucap Amira dibalas gelengan oleh Arum."Ibu gak suka dibantah, dan jangan panggil Tante, panggil aku Ibu," tegur Arum menatap tajam ke arah Amira."Iya Bu, Maaf." Amira menundukan kepalanya, menatap rok panjang berwarna navy yang ia pakai.51 - Waktu yang ditungguEmpat puluh hari berlalu, masa nipas Amira berakhir. Senyuman keduanya mengembang saat aqiqah anak-anaknya telah berlangsung. Acara yang dilaksanakan di rumah baru mereka, kediaman yang dulu dijual oleh Faiz. Amira resmi jadi istri satu-satunya karena Faiz dan Sekar telah bercerai.Rangga dan Alina menimang saling satu anak Faiz, mereka akan menikah beberapa hari lagi. Lelaki tersebut setelah berbicara pada Ibunya dan hari esok langsung melamar kekasih hati. "Masss, allhamdulillah semuanya berjalan lancar," ucap Amira memandang suaminya."Iya, sayang. Allhamdulillah, semoga keluarga kita menjadi sakinah mawadah warohmah ya," balas Faiz menggenggam tangan Amira."Aminnn." Setelah mengucapkan itu, mereka langsung menoleh karena mendengar deheman seseorang."Kayanya lagi ada yang kangen nih, sabar-sabar, bentar lagi malam kok," goda Rangga mendapatkan cubitan dari Alina disampingnya."Aduhhh, apaan sih, sayang." Rangga mengaduh lalu memandang kekasihnya dengan
50 - Sahabat selalu adaFaiz memandang rumah Ibunya setelah sampai, lalu menarik napas dan membuang perlahan. Baru saja hendak mengetuk pintu, benda itu telah terbuka. Arum yang membuka langsung mengajak anaknya masuk saat mengetahui Faiz di depan."Mira, Faiz sudah datang," ucap Arum saat sampai ruang tengah, terlihat Amira tengah berbincang dengan kekasih Rangga."Mira, ayo kita pulang," ajak Faiz saat melihat istrinya tengah memberi asi kepada kedua anaknya."Pulang, pulangggg. Menginaplah disini dulu, kasian Mira dia butuh istrirahat," seloroh Arum memandang anaknya tajam."Tapi Bu, nanti rumah kosong dong," seru Faiz mendapatkan decakan kesal Arum."Emang kenapa, udah kamu kunci'kan. Rumahmu gak bakal ngilang ini, kalau ditinggal cuma sehari, gak punya kaki'kan dia," sinis Arum membuat Rangga tertawa."Masss, mau minum?" tawar Amira memberikan anaknya pada Rangga dan kekasih adik iparnya."Aku buat sendiri aja, kamu istirahat," seru Faiz lalu melangkah menuju dapur."Ibu mau buat
49 - Amarah FaizFaiz langsung membuka laptop dan menuruti perkataan Amira. Matanya membulat dan tangan mengepal saat melihat adegan di layar, ia sangat tak percaya tapi di hadapannya adalah bukti. Dia terus melihat semua rekaman CCTV setiap harinya dan jam yang sama, dadanya bergemuruh karena marah dengan cepat meraih handphone untuk menelepon istri pertamanya."Ada apa, Mas?" tanya Sekar dengan suara manja."Di mana kamu!" bentak Faiz membuat yang ditelepon terkejut."Lagi arisan sama teman, Mas. Akukan sudah bilang padamu," balas Sekar dengan suara gemetar."Pulang!" hardik Faiz lalu mematikan sambungan telepon tanpa menunggu jawaban istrinya.Faiz memasukan ponsel ke saku lalu melangkah keluar menemui Amira yang ternyata tengah menyusui anak-anaknya. Dengan langkah pelan ia mendekat dan memandang Amira sayu. Ia berjongkok di hadapan Amira nan tengah duduk. "Maafkan aku, maukan kamu bersamaku lagi. Kenapa kamu tidak memberitahu dari awal?" tanya Faiz dengan suara terisak.Amira me
48 - Bertemu wanita yang di talak FaizMereka telah sampai di rumah Arum, Rangga membukakan pintu saat bel berbunyi. Pria tersebut ngeryitkan alis saat melihat kakaknya dan dua bayi kembar. Matanya membesar saat melihat duo twin yang menggemaskan."Kakak, pinjem bentar. Mau foto bareng," pinta Rangga dengan hati-hati mengambil bayi dalam gendongan Kakaknya."Hati-hati, Ngga," kata Faiz saat anaknya telah pindah ke tangan Rangga."Ini ponakanku, Kak?" tanya Rangga sambil mencolek hidung keponakannya."Iya, Ngga. Yang dipegang Ibu juga keponakanmu," sahut Faiz lalu melirik sekitar."Wahhh, Mbak Amira melahirkan anak kembar. Semoga saat aku menikah dengan kekasihku, aku diberi anak kembar juga," tutur Rangga hanya dibalas senyuman tipis oleh Faiz."Kamu mencari Amira?" tanya Arum sinis saat melihat anaknya melirik sekitar."Mbak Amira lagi istirahat, dia belum keluar sedari tadi semenjak Ibu pergi," seru Rangga dibalas anggukan Faiz."Mira di kamar bekasmu, Iz," seloroh Arum, Faiz langsu
47 - Amira mulai beraksiSetelah kepergian kedua manusia itu, Amira menutup wajah karena netra sudah banjir air mata. Walau berusaha tegar tapi tetap ia hanya seorang wanita, hatinya sangat rapuh dan hancur saat sang suami tak percaya padanya. Sehabis letih menangis Amira jatuh tertidur.Malam tiba Arum masuk ke bilik Amira untuk melihat menantu kesayangan. Ia melihat mata bengkak wanita itu lalu bergegas mendekat dan memegang pipi Amira. Perempuan paruh baya tersebut duduk di kursi dan memandang paras sendu Amira."Kamu kenapa, sayang?" tanya Arum lembut.Amira menggeleng lemah, tanpa sadar air mata berjatuhan lagi."Kenapa kamu menangis, sayang. Cerita dong sama Ibu," pekik Arum bangkit lagi untuk mengusap air mata Amira yang berjatuhan."Anakku mana, Bu?" tanya Amira dengan suara serak dan lemah."Baby twin dibawa oleh Faiz ke rumah, memang dia tak bilang padamu?" balas Arum dengan wajah bingung memandang menantunya."Aku ditalak, Mas Faiz," lirih Amira membuat Arum membulatkan mat
46 - PertengkaranFaiz menemani istrinya saat menjalani operasi, sedangkan Arum menunggu di luar. Setelah mendengar suara tangisan bayi, Faiz terus mengucapkan terimakasih dan mengecup kening Amira. Wanita itu hanya bisa mengeluarkan air mata karena terharu, dirinya bisa memiliki dua bayi sekaligus."Terimakasih, sayang." Faiz terus mengucapkan kalimat itu."Kamu wanita terhebat kedua untukku," seru Faiz lagi."Mass, pergilah jika ingin melihat anak kita," ucap Amira dibalas anggukan Faiz."Terimakasih pengertiannya," kata Faiz sekali lagi lalu mengucap kening Amira dan pergi melihat anak-anaknya."Dokkkk, dingin," adu Amira mengigit bibir bawahnya."Sabar ya, sebentar lagi," sahut Dokter."Ingin kamu jangan batuk," peringatan Dokter lagi."Iya Dok." Amira mengangguk.Setelah selesai operasi, Amira langsung dipindahkan. Pintu ruangan di mana Amira berada terbuka, terlihat Sekar menatapnya tajam. Wanita tersebut mendekat dan berhenti tepat di samping brankar."Ini chek, seratus juta un