Amira seorang gadis berusia dua puluh satu tahun, akhirnya dipilih oleh Arum agar menjadi istri kedua anaknya. Karena Sekar istri pertama Faiz tidak mau hamil, padahal usia pernikahan mereka menginjak lima tahun. "Pokoknya sekarang dia harus milih, mau hamil atau dimadu," ucap Arum final membuat Faiz menatap tak percaya. "Jangan membantah Faiz, apa kamu mau lihat Ibu mati, tanpa melihat cucu Ibu." Arum benar - benar kesal pada anaknya. Faiz hanya bisa pasrah saat istrinya memilih dimadu dari pada hamil, padahal tiada niat untuk menduakan kekasih tercinta. "Sayang jangan marah, aku gak mau hamil soalnya aku takut gendut nanti kamu gak cinta lagi sama aku, nanti perutku gak kenceng lagi habis lahiran, nanti perutku banyak strechmacknya," jelas Sekar membuat Faiz kesal lalu memilih pergi meninggalkan Sekar yang melongo melihat kepergiaannya.
View MoreNatalia’s POV
The dream felt so real. I could feel his hands on me. His lips traced the tender spots on my neck. His touch sent shivers down my spine. I closed my eyes. I hoped it would never end. But then, his voice cut through the air.
"Never."
I gasped. My eyes flew open. The room was empty.
It had been two years since I married Adrian Miller. He was the future alpha of the Crystal Blood Pack. Two years of trying to win his affection. Two years of failing. I tried to prove I was worth his love. I tried to show I was worth being his true mate. But he never marked me. In the world of werewolves, that was everything. The mark meant connection. It meant devotion. It meant belonging. But I never received it, even though I was his wife. He wasn’t home most of the time. I longed for his touch.
I sighed heavily. I sat up and yawned. My eyes landed on the clock. My stomach dropped.
"Shit! I’m going to be late."
I rushed through the morning routine. I was desperate to make it to my checkup with Dr. Harold Reid at the pack hospital. As I hurried down the stairs and out the door, my mind wandered. Maybe, just maybe, this time I’d be pregnant. A child could change things. It could bring Adrian home more often. It could make him see me. It could make him really see me.
I arrived at the hospital. My nerves tightened with every passing second. Dr. Harold's face was kind. The process was clinical. He drew blood and took his time. He promised to return soon. As I waited, my mind returned to Adrian. To our marriage. If I wasn’t pregnant, I would finally end it. I needed peace. I needed my sanity.
When Dr. Harold returned, his smile made my heart race.
"Congratulations!" he said, his eyes shining.
My heart leapt. "Really?" I couldn’t help but smile. I placed a hand on my stomach. "There’s a baby?"
“Babies,” he corrected gently.
I blinked, stunned. "Twins?"
His smile widened. “Triplets.”
I froze. I blinked again to make sure I had heard him correctly. “Triplets?”
"Yes, you’re having triplets," he confirmed. His tone was warm but serious.
A rush of joy filled me. Then, I became aware of the delicate nature of my pregnancy. The doctor’s next words sobered me.
“Your uterine walls are very thin,” he warned. “Be careful.”
I nodded quickly. I tried to push down the growing fear for the three little lives growing inside me. "I’ll take care of myself. Thank you, Dr. Harold," I said. I left the hospital, my joy clouded by concern.
When I came home, my joy turned to ash.
Adrian was sitting on the couch. His arm was draped around Lynda, my husband's childhood friend, was sitting there looking all innocent and wronged.
He was comforting her gently. The sight of him, so tender, so attentive to her, while I had been nothing but an afterthought, was like a knife to my heart.
He looked at me. His eyes were cold, full of venom. "How dare you come back? How dare you bullied Lynda?" he spat.
I froze. Confusion and hurt flooded me. "What... what are you talking about?"
His face twisted with disgust. "Oh, please. You make me sick. You put something in Lynda's medicine? She suddenly had a stomachache today!"
What? I am the healer of the pack. I often write prescriptions to help pack members maintain their health. I replied, "She isn't sick at all. The prescription I gave her was just for calming her nerves. It has no side effects whatsoever!"
"Then why is she like this? You really disappoint me. You must apologize to Lynda today!"
Honestly, I was so tired of this. Ever since Lynda came back from the neighboring pack a few months ago, she’s been making it her mission to cause trouble for me.
I couldn’t take it anymore. I turned and hurried to our bedroom. I locked the door behind me.
I had hoped, foolishly, that our marriage could be salvaged. I thought that if I could just get pregnant, things would change. But I had been wrong.
Tears rolled down my cheeks. Just then, I heard the door to the bedroom fly open. Adrian stood there. His expression was fierce.
"Adrian, I won't apologize to Lynda—"
Before I could finish my sentence, he slammed the door shut behind him. His eyes were dark with fury.
"I know what you’re up to," he spat. His gaze was colder than I had ever seen it. "You’ve been plotting all along. Trying to trap me. Trying to make me feel obligated. But I won’t be your fool anymore. I’m done."
I felt my heart drop into my stomach. "Adrian..."
He stepped closer. His face was just inches from mine. "You’ve humiliated me enough. I should’ve done this a long time ago. This marriage is over."
His words cut through me like a blade. He wasn’t just rejecting me. He was rejecting everything. All the hopes. All the dreams. All the promises I had held onto so desperately.
"Adrian," I whispered. My voice was breaking. "Please don’t do this."
He looked at me with cold, emotionless eyes. "It’s already done. You and I... we’re finished. I want a divorce!"
The weight of his words hit me.
Adrian was walking away. I managed to choke out, "But... I’m pregnant..."
He froze. He turned back toward me slowly. His expression flickered for just a moment—surprise, maybe even confusion—but then his gaze hardened once more.
"I don’t want the child you're carrying. Get rid of it!" he said. His voice was flat. "You are not good enough to be my children's mother!"
I collapsed onto the bed. I clutched my stomach. My body trembled. My heart was broken in ways I never thought possible.
I’m carrying three little lives, Adrian. And you’ll never know them.
“Okay. Then let’s divorce,” I said calmly.
51 - Waktu yang ditungguEmpat puluh hari berlalu, masa nipas Amira berakhir. Senyuman keduanya mengembang saat aqiqah anak-anaknya telah berlangsung. Acara yang dilaksanakan di rumah baru mereka, kediaman yang dulu dijual oleh Faiz. Amira resmi jadi istri satu-satunya karena Faiz dan Sekar telah bercerai.Rangga dan Alina menimang saling satu anak Faiz, mereka akan menikah beberapa hari lagi. Lelaki tersebut setelah berbicara pada Ibunya dan hari esok langsung melamar kekasih hati. "Masss, allhamdulillah semuanya berjalan lancar," ucap Amira memandang suaminya."Iya, sayang. Allhamdulillah, semoga keluarga kita menjadi sakinah mawadah warohmah ya," balas Faiz menggenggam tangan Amira."Aminnn." Setelah mengucapkan itu, mereka langsung menoleh karena mendengar deheman seseorang."Kayanya lagi ada yang kangen nih, sabar-sabar, bentar lagi malam kok," goda Rangga mendapatkan cubitan dari Alina disampingnya."Aduhhh, apaan sih, sayang." Rangga mengaduh lalu memandang kekasihnya dengan
50 - Sahabat selalu adaFaiz memandang rumah Ibunya setelah sampai, lalu menarik napas dan membuang perlahan. Baru saja hendak mengetuk pintu, benda itu telah terbuka. Arum yang membuka langsung mengajak anaknya masuk saat mengetahui Faiz di depan."Mira, Faiz sudah datang," ucap Arum saat sampai ruang tengah, terlihat Amira tengah berbincang dengan kekasih Rangga."Mira, ayo kita pulang," ajak Faiz saat melihat istrinya tengah memberi asi kepada kedua anaknya."Pulang, pulangggg. Menginaplah disini dulu, kasian Mira dia butuh istrirahat," seloroh Arum memandang anaknya tajam."Tapi Bu, nanti rumah kosong dong," seru Faiz mendapatkan decakan kesal Arum."Emang kenapa, udah kamu kunci'kan. Rumahmu gak bakal ngilang ini, kalau ditinggal cuma sehari, gak punya kaki'kan dia," sinis Arum membuat Rangga tertawa."Masss, mau minum?" tawar Amira memberikan anaknya pada Rangga dan kekasih adik iparnya."Aku buat sendiri aja, kamu istirahat," seru Faiz lalu melangkah menuju dapur."Ibu mau buat
49 - Amarah FaizFaiz langsung membuka laptop dan menuruti perkataan Amira. Matanya membulat dan tangan mengepal saat melihat adegan di layar, ia sangat tak percaya tapi di hadapannya adalah bukti. Dia terus melihat semua rekaman CCTV setiap harinya dan jam yang sama, dadanya bergemuruh karena marah dengan cepat meraih handphone untuk menelepon istri pertamanya."Ada apa, Mas?" tanya Sekar dengan suara manja."Di mana kamu!" bentak Faiz membuat yang ditelepon terkejut."Lagi arisan sama teman, Mas. Akukan sudah bilang padamu," balas Sekar dengan suara gemetar."Pulang!" hardik Faiz lalu mematikan sambungan telepon tanpa menunggu jawaban istrinya.Faiz memasukan ponsel ke saku lalu melangkah keluar menemui Amira yang ternyata tengah menyusui anak-anaknya. Dengan langkah pelan ia mendekat dan memandang Amira sayu. Ia berjongkok di hadapan Amira nan tengah duduk. "Maafkan aku, maukan kamu bersamaku lagi. Kenapa kamu tidak memberitahu dari awal?" tanya Faiz dengan suara terisak.Amira me
48 - Bertemu wanita yang di talak FaizMereka telah sampai di rumah Arum, Rangga membukakan pintu saat bel berbunyi. Pria tersebut ngeryitkan alis saat melihat kakaknya dan dua bayi kembar. Matanya membesar saat melihat duo twin yang menggemaskan."Kakak, pinjem bentar. Mau foto bareng," pinta Rangga dengan hati-hati mengambil bayi dalam gendongan Kakaknya."Hati-hati, Ngga," kata Faiz saat anaknya telah pindah ke tangan Rangga."Ini ponakanku, Kak?" tanya Rangga sambil mencolek hidung keponakannya."Iya, Ngga. Yang dipegang Ibu juga keponakanmu," sahut Faiz lalu melirik sekitar."Wahhh, Mbak Amira melahirkan anak kembar. Semoga saat aku menikah dengan kekasihku, aku diberi anak kembar juga," tutur Rangga hanya dibalas senyuman tipis oleh Faiz."Kamu mencari Amira?" tanya Arum sinis saat melihat anaknya melirik sekitar."Mbak Amira lagi istirahat, dia belum keluar sedari tadi semenjak Ibu pergi," seru Rangga dibalas anggukan Faiz."Mira di kamar bekasmu, Iz," seloroh Arum, Faiz langsu
47 - Amira mulai beraksiSetelah kepergian kedua manusia itu, Amira menutup wajah karena netra sudah banjir air mata. Walau berusaha tegar tapi tetap ia hanya seorang wanita, hatinya sangat rapuh dan hancur saat sang suami tak percaya padanya. Sehabis letih menangis Amira jatuh tertidur.Malam tiba Arum masuk ke bilik Amira untuk melihat menantu kesayangan. Ia melihat mata bengkak wanita itu lalu bergegas mendekat dan memegang pipi Amira. Perempuan paruh baya tersebut duduk di kursi dan memandang paras sendu Amira."Kamu kenapa, sayang?" tanya Arum lembut.Amira menggeleng lemah, tanpa sadar air mata berjatuhan lagi."Kenapa kamu menangis, sayang. Cerita dong sama Ibu," pekik Arum bangkit lagi untuk mengusap air mata Amira yang berjatuhan."Anakku mana, Bu?" tanya Amira dengan suara serak dan lemah."Baby twin dibawa oleh Faiz ke rumah, memang dia tak bilang padamu?" balas Arum dengan wajah bingung memandang menantunya."Aku ditalak, Mas Faiz," lirih Amira membuat Arum membulatkan mat
46 - PertengkaranFaiz menemani istrinya saat menjalani operasi, sedangkan Arum menunggu di luar. Setelah mendengar suara tangisan bayi, Faiz terus mengucapkan terimakasih dan mengecup kening Amira. Wanita itu hanya bisa mengeluarkan air mata karena terharu, dirinya bisa memiliki dua bayi sekaligus."Terimakasih, sayang." Faiz terus mengucapkan kalimat itu."Kamu wanita terhebat kedua untukku," seru Faiz lagi."Mass, pergilah jika ingin melihat anak kita," ucap Amira dibalas anggukan Faiz."Terimakasih pengertiannya," kata Faiz sekali lagi lalu mengucap kening Amira dan pergi melihat anak-anaknya."Dokkkk, dingin," adu Amira mengigit bibir bawahnya."Sabar ya, sebentar lagi," sahut Dokter."Ingin kamu jangan batuk," peringatan Dokter lagi."Iya Dok." Amira mengangguk.Setelah selesai operasi, Amira langsung dipindahkan. Pintu ruangan di mana Amira berada terbuka, terlihat Sekar menatapnya tajam. Wanita tersebut mendekat dan berhenti tepat di samping brankar."Ini chek, seratus juta un
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments