Share

Dingin Tapi Jahil

"Kau bilang apa?" Kaivan tiba-tiba  menatap tajam dan tak suka pada Rachel. "Menurutmu apa wanita yang sudah menikah, biaya hidupnya tetap ditanggung oleh ayahnya?"

Rachel mengerjab beberapa kali. "Tidak," jawabnya ragu sembari mendongak dan menatap takut-takut pada Kaivan.

"Jika begitu, kenapa kau masih mengharap nafkah dari ayahmu? Apa nafkah dariku meragukan?"

Rachel kembali menggelengkan kepala. Dia mengerjab beberapa kali. Tatapan Kaivan padanya seperti menuntut penjelasan-- seolah gelengan kepala Rachel tak menjawab apapun bagi Kaivan.

"Aku tidak tahu kalau penebus hutang dikasih dan dapat uang."

Kaivan menaikkan sebelah alis, menatap Rachel dengan tatapan datar. Dia kemudian memilih berdiri dari tempat ia duduk. Dia tiba-tiba terkekeh pelan-- nadanya cukup meremehkan dan juga menyinggung.

"You stupid." Kaivan berkomentar pelan, tetapi kekehannya semakin renyah. Harusnya Rachel tersinggung dan marah karena dikatai bodoh, tetapi yang ada dia malah cengang dan terpesona oleh kekehan Kaivan. 

'Kenapa dia tertawa manis sekali? Seperti suaranya ini nyanyian merdu saja. Padahal cuma ketawa doang.' batin Rachel, menganga sedikit sembari memperhatikan Kaivan yang sedang tertawa.

"Menarik." Kaivan tiba-tiba tersenyum. Topeng ini setengah dsn memperlihatkan bibir pria ini, jadi Rachel bisa melihat senyuman pria ini dengan jelas. Dan itu … lebih manis dari gula. "Aku semakin tertarik padamu, Ichi."

Kaivan mengacak surai Rachel dan setelah beranjak dari dalam kamar, meninggalkan Rachel yang sudah menganga lebar sembari meletakkan tangan di atas kepala. Dia mengulangi apa yang Kaivan lakukan di atas kepalanya-- mengelus pucuk kepalanya sendiri.

"Kok aku deg degan yah? Padahal kan Ayah juga sering elus kepala aku."

***

Walau semalam dia menikah, tetapi Rachel tak peduli. Dia tetap ke kampus demi menemui dosennya dan mengakhiri kutukan gelar mahasiswa abadi yang membebani hidupnya.

Saat ini Rachel sedang di Poto copy, tentu saja untuk mem-print Skripsinya.

"Neng, nama file-nya apa?"

Rachel sekilas menoleh ke arah Kang Poto copy, lalu dia kembali fokus merogok tas-- berusaha meraih handphonenya yang berdering. Takutnya itu panggilan dari dosennya. Bisa-bisa dia semakin dipersulit karena hanya tak mengangkat telpon.

"Itu … yang cover, proposal bab 1 dan hasil."

"Ini beneran yang mau diprint?" Kang Poto copy tersebut terlihat tak yakin. "Salah file sepertinya. Atau … gimana? Coba lihat dan periksa deh, Neng."

Rachel berdecak setengah kesal. Langganan Poto copy-nya ini kenapa juga banyak cincong begini?! "Iya, emang itu. Print sana lah, Bang. Ini dosennya udah mendesak."

"Tapi, Neng …-"

Rachel mengangkat tangan satu-- isyarat agar di kang Poto copy tersebut diam. Dosennya menelpon. "Halo Pak."

"…."

"Iya, Pak. Aku sudah di daerah kampus."

"…"

"Iya, Pak. Saya bentar lagi sampe, Pak."

Setelah sambungan telpon mati, Rachel langsung mendesak tukang Poto copy. "Cepat, Bang. Dosennya udah ngedesak."

***

Rachel benar-benar merasa sial dan malu luar biasa. Bisa-bisanya judul berubah menjadi 'Pengaruh seorang istri memberi jatah malam Jum'at dengan menggunakan lingerie merah pada suami dalam rumah tangga.'

Gara-gara judul biadap itu, Rachel gagal bimbingan. Damn! Jika dia tidak baca judul skripsi-nya sebelum akan masuk ke ruang dosen tadi … bayangkan bagaimana malunya Rachel! Dan … mungkin Rachel akan pindah langganan Poto copy deh setelah ini. Dia malu jika harus bertemu kang Poto copy tadi.

"Pantas saja tadi aku disuruh meriksa. Sialan, siapa yang ubah-ubah judul aku sih?!" Rachel menggerutu sepanjang koridor kampus. Niatnya sekarang adalah pulang. Dia benar-benar malu dan rasanya saat ini Rachel ingin bertapa saja.

"Aku yakin ini pasti ulah si Denny. Bangsat emang! Punya sahabat akhlaknya minus banget!" cerocos Rachel-- malah menuduh orang yang tak bersalah.

Dia tak tahu saja jika orang yang menukar judul skripsi-nya tersebut adalah suaminya sendiri.

***

Karena insiden judul tadi, Rachel benar-benar pulang ke rumah Kaivan.  Cik, Rachel sangat tak mood! Bahkan ketika sahabatnya, Alsya, mengajaknya untuk nongkrong, Rachel memilih menolak. Padahal biasanya Rachel lah yang paling rajin nongkrong.

"Aku harus meditasi." Rachel berjalan cepat-cepat ke dalam rumah. Ketika di  tangga, dia berhenti karena melihat Kaivan ada di sana.

'Aduuhhh … dia di sini lagi. Tapi … jangan-jangan ini makhluk yang tukar judul ane. Ah, masa iya? Mukanya saja lempeng begitu. Udah lempeng malah dilapisi topeng aneh juga. Orang dingin kek dia mana mungkin iseng dan jahil.' batin Rachel-- berhenti di anak tangga pertama.

Kaivan menaikkan sebelah alis, ikut berhenti melangkah-- turun dari tangga, ketika dia tepat di depan Rachel. Alisnya terangkat sebelah dengan tatapan datar yang menghunus ke arah istrinya. "Kau pulang lebih awal. Kenapa?"

"Itu … dosennya nggak datang. Jadi aku batal bimbingan." Rachel terpaksa berbohong. Ya kali dia mengatakan yang sejujurnya. Yang ada pria ini akan meledeknya dan mengatainya bodoh lagi.

"Humm." Kaivan berdehem dan kembali melanjutkan langkahnya.

Rachel juga buru-buru naik ke lantai atas sembari mengelus dada dengan wajah pias dan tegang. "Aku sepertinya mulai gila. Dia tidak melakukan apa-apa padaku, tetapi bisa-bisanya aku selalu takut berhadapan dengannya."

'Mungkin karena membayangkan wajah buruk rupanya dibalik topeng. Jadi aku refleks takut saja. Cik, aku jadi penasaran dengan luka bakar di wajahnya. Kalau se buruk itu, apa aku bisa yah menerimanya dan tetap mau jadi istrinya?! Ah, kayak aku punya pilihan untuk tak jadi istrinya saja.' Rachel terus hanyut dalam pikirannya sendiri, tanpa sadar jika Kaivan ada dibelakangnya-- bukan mengikuti Rachel, handphone Kaivan tertinggal dalam kamar.

Ceklek'

Rachel masuk dalam kamar. Dia melepas mini ranselnya lalu meletakkan skripsi bajingan dengan judul sialan itu di atas meja rias. Setelah itu. Dia membuka baju kaosnya-- membuat tubuh bagian atasnya ini hanya berbalut crop top bra. Kemudian setelah itu, dia malah sibuk mencari remot AC untuk menurunkan suhu. Cik, gara-gara judul sialan itu, Rachel gerah dan kepanasan begini.

"Ekhmm."

Tiba-tiba suara deheman rendah terdengar. Rachel otomatis menoleh  dan mencari sumber suara tersebut. Ketika melihat Kaivan ada di kamar dan terlihat berjalan juga ke arahnya, Rachel dengan santai malah tersenyum sembari mengangguk ramah-- layaknya seorang yang mengatakan 'mari, Pak.

Kaivan menjauhkan pandangannya dari Rachel. Entah tujuan perempuan ini apa? Menggodanya, heh?!

Kaivan meraih handphone di atas meja rias, kebetulan bersebelahan dengan skripsi Rachel. Kaivan melirik sejenak pada skripsi tersebut, evil smirk-nya seketika menyungging di bibir. Cih, dia tebak istrinya ini batal bimbingan bukan karena dosennya tidak datang. Tetapi karena sebuah judul unik pada skripsi istrinya.

"Anak kecil sepertimu ternyata punya naluri penggoda. Mengesankan!" Suara datar dan lempeng Kaivan mengalun dalam kamar, membuat Rachel yang tak paham dan belum konek mengerjab serta menggaruk kepala.

"Aku … penggoda? Siapa yang mau aku goda, Pak?"

Kaivan memutar tubuh dan menatap Rachel. Tatapannya tetap datar. "Tubuhmu bagus juga. Mau dibayar berapa?"

Rachel yang konek seketika menyilangkan tangan di dada lalu langsung mengambil baju kaosnya tadi dan kembali mengenakannya. "Maaf, Pak, Maaf. Aku lupa kalau nggak pake baju. Maaf yah …," ucapnya dengan begitu panik.

Padahal … Kaivan kan suaminya. Kenapa dia malah meminta maaf?! Kaivan …-- akh, tidak! Pria ini saja risih dengannya yang hanya mengenakan crop top bra.

Kaivan tak mengatakan apa-apa dan pergi begitu saja dari kamar.

"Astaga. Apes dua kali!" Rachel  mengelus dada. Tadi dia apes di kampus dan sekarang dia apes di rumah pria bertopeng ini. "Tapi … apa aku nggak menggoda yah? Kayaknya dia risih sekali melihatku. Apa anu'ku kekecilan yah?" monolog-nya yang malah memperhatikan ukuran dadanya.

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Wiwin Julianingsih
ceritanya bagus cm berantakan untuk tanda baca, dan banyak kata yg nggak jelas. terlalu banyak titik ditempat yg nggak seharusnya. semoga bisa diperbaiki.
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status