"Ini uang untukmu dan jika ada keperluan lain kau bisa menggunakan kartu ini. Simpan dengan baik dan manfaatkan dengan baik juga." Kaivan memberikan sejumlah uang pada Rachel, menyodorkan tangannya kemudian saat Rachel telah mengambil uang tersebut. Rachel meraih tangan suaminya, menyalimnya dan mencium punggung tangannya juga. Dia tersenyum manis sembari dengan bayang-bayang makanan dalam kepalanya. Uuu … uangnya banyak sekali dan dia bisa poya-poya di kantin fakultasnya. "Langsung pulang ke rumah kita. Jangan kemari," peringat Kaivan -- Rachel menganggukkan kepala. "Siap, Bang -- Mas Kaivan ma-maksudku," jawab Rachel dengan terburu-buru meralat panggilannya pada suaminya ini. Piyuuhhh … hampir saja dia memanggil suaminya dengan Bang Kai lagi. Hampir! Kaivan hanya menatap datar pada istrinya, setelah itu dia beranjak dari sana tanpa mengatakan apapun lagi. Dia diikuti oleh William dan juga Hansel yang sudah seperti pengawal pribadinya. Namun, bisa dikatakan juga begitu karena sel
Rachel kini di kampus. Namun sebelum ke kampus tadi, Rachel meminta Hansel yang menjemputnya mengantarnya ke grosir pakaian -- milik keluarganya. Rachel mengambil beberapa baju kaos dan kemeja lalu membawanya ke kampus. Seperti biasa, jika Rachel kekurangan uang dari ayahnya, dulu, Rachel akan mencuri beberapa pakaian di grosir kemudian menjualnya pada teman-temannya dengan harga dua kali lipat. Cih, Rachel jual murah? No. Rachel mah mata duitan. Sebenarnya dia bisa meminta uang pada ayahnya atau pamannya, namun dia segan karena dia sudah bersuami. Dia juga tadi berniat meminjam uang pada Hansel, tapi harga diri suaminya … ah, memalukan. Dia masih punya uang. Hanya saja tertinggal di rumah Kaivan. Dan … itu jauh, bisa-bisa Rachel yang masih harus ke kang Poto copy dulu, terlambat menemui dosennya. "Anjing! Revisi lagi. Biadap memang dosen itu!" umpat Rachel sembari berjalan di koridor kampus. Dia telah selesai bimbingan dan dia revisi lagi. "Anying!! Argkkkk … sial sial sial! Diba
"Hu'um. Aku tadi habis …-" ucapan Rachel berhenti saat menyadari sosok lain dalam mobil suaminya. Ada seorang pemuda duduk di bangku belakang. Rachel menoleh syok dan horor pada pria itu. "Hai …." "Kau!"Pria itu menyapa sedangkan Rachel terlihat panik dan juga kaget secara bersamaan. Dia menatap lamat wajah pemuda tersebut kemudian menatap baju kaos yang pemuda tersebut kenakan. Itu baju yang Rachel jual tadi. Lalu Rachel menatap suaminya, melogo dengan air muka yang masih kaget. "Dia siapa, Bang-- Mas?" tanya Rachel dengan wajah kaku dan air muka konyol. "Anak kita," jawab Kaivan dengan santai, membuat Rachel memekik kaget. "What?!"***Sampainya di rumah mewah milik Kaivan, dia menyuruh istrinya dan juga seseorang yang spesial dalam mobilnya tadi untuk ke ruangannya. Setalah keduanya di ruangan Kaivan, pria itu langsung menjelaskan siapa pemuda tadi. Dia juga mengenalkan keduanya. "Ichi, ini Jake Aleron Kendall. Dia akan menjadi putra kita." Kaivan berucap datar, tanpa men
"Sepupu Mas mengambil uang yang Mas berikan tadi pagi padaku. Uangku tertinggal semua di sini, jadi aku tidak punya uang selain itu. Tapi dia sudah mengambil semuanya. Aku tidak mungkin meminta uang pada Pak Hansel. Trus aku ke grosir dan mengambil beberapa baju untuk aku jual, supaya bisa bayar hutang Poto copy dan ongkos pulang," sungut Rachel, menundukkan kepala dengan melirik takut-takut pada suaminya. "Humm." Kaivan berdehem pelan. "Pergi dan beristirahatlah," tambahnya dengan aura yang sudah berubah mengerikan. Rachel mengangguk patuh, memilih beranjak dari sana sembari berjalan dengan langkah lesu dan murung. Dia merasa jika Kaivan tidak berpihak padanya. Tentu saja! Rachel kesannya mengadu domba suaminya dengan keluarga suaminya sendiri. Ketika diambang pintu, Rachel tiba-tiba berhenti. Dia menoleh ke arah Kaivan. "Itu …-"Kaivan tiba-tiba menoleh padanya, membuat Rachel cukup takut dan kaget juga. Namun, dia ingin mengatakan sesuatu. Jadi dia tetap bertahan di sana. Hanya
"Maksudmu mengadu domba, apa?" Kaivan melipat tangan di dada, menatap dingin ke arah Rachel dan itu membuat Rachel semakin tak nyaman di tempatnya. Rachel memilih mematikan laptop, menghadap seluruhnya ke arah suaminya yang masih duduk di atas meja belajar Rachel. "Aku tidak ingin Mas mengiraku mengadu domba antara Mas dan Nenek Mas. Yang tadi ku katakan di ruangan Mas, itu semuanya sesuai apa yang kurasakan. Dan jika Mas Kaivan tidak percaya padaku, itu hak Mas." Xena menjelaskan dengan nada pelan dan murung, takut-takut menatap Kaivan karena tatapan tajam pria itu yang menghunus dari balik topengnya. Melihat Kaivan hanya diam, Rachel memilih menundukkan kepala. Dia semakin sedih -- meremas tangannya sendiri, takut Kaivan memarahinya. Namun yang terjadi tak seburuk yang Rachel bayangkan. Tiba-tiba saja Kaivan mengulurkan tangan, mengangkat dagu Rachel kemudian ….Bibir pria itu-- yang tak tertutup topeng-- menempel di bibir Rachel. Deg deg deg deg Jantung Rachel tak terbendung,
"Mama ada di fakultas mana?"Rachel berhenti melangkah, langsung menoleh ke arah Jake dengan air muka malas dan tatapan sayup -- benar-benar menahan diri untuk tak meledak pada pria bertubuh besar dan lebih tinggi darinya ini. "Jangan panggil aku Mama. Aku Rachel, Rachel Queensha. Paham?!" jelas Rachel kesal sembari melotot horor pada Jake. Jake menganggukkan kepala. "Aku paham, Mama." "Argkkkk!!" Rachel menggeram tertahan, menengadah dengan wajah memerah padam. "Tsaaaaahhhh …," teriaknya kemudian -- memasang kuda-kuda ketika Ultraman mengeluarkan jurus handalannya. Jake menyengir lebar, pria dengan wajah lempeng bercampur dingin tersebut malah merasa gelik dengan tingkah Mama barunya ini. Ah, Papanya tak salah pilih. Mama barunya ini sangat lucu dan absurd-nya sangat menghibur. Natural! "Jangan panggil aku Mama!" geram Rachel mendekat ke arah Jake, melotot horor sembari menatap kesal pada Jake. "Papa bilang aku harus memanggil Mama baru dengan sebutan Mama," jawab Jake dengan
"Mama baru, tenangkan dirimu."Mereka terus ribut, hingga tiba-tiba Kaivan datang -- tiba-tiba pulang dari kantor walau ini belum jam pulang bekerja. Wajah pria itu marah dan bercampur dingin, maniknya menggelap dan matanya sangat tajam dari balik topengnya tersebut. "Ada keributan apa ini?" Suara dingin Kaivan mengalun, menciptakan keheningan di ruangan tersebut. Rachel dan Jake langsung menundukkan kepala, takut jika mereka dimarahi oleh Kaivan. Namun, berbeda dengan Parah dan juga Evelyn. Keduanya langsung mendekati Kaivan, masing-masing dari mereka memeluk lengan Kaivan dan mulai mengeluarkan sandiwara juga. "Sayang, Nenek datang kemari untuk berkunjung. Tapi istri gembel kamu ini sangat tak sopan pada Nenek. Dia memaki-maki Nenek dan juga berani menyebut Nenek binatang. Setelah perusahaan Papa kamu resmi jadi milik kamu, Nenek mohon kamu ceraikan gembel ini," ketus Parah pada akhir kalimatnya. "Iya, Kak Kaivan. Dia sangat tak sopan pada Nenek dan aku. Bahkan dia mengusir kam
Tanpa buang buang waktu, Kaivan menempelkan bibirnya di atas bibir Rachel. Dia melahapnya dengan rakus sembari tangannya yang meraba undukan tersebut dengan tak sabaran. "Ummfff … aghk …." Kaivan kaget dan langsung menjauhkan tangannya dari atas tubuh Rachel. Sedangkan Rachel, dia mengerjab beberapa kali -- membuka mata dengan langsung menatap lurus ke arah Kaivan yang terdiam di tempatnya. Namun setelah itu Rachel kembali menutup mata; melanjutkan tidurnya dengan nyenyak dan pulas. Kaivan mengusap wajah dengan kasar, dia juga menghela nafas kemudian menatap intens ke arah istrinya yang tertidur pulas. "Fuck! Apa yang aku lakukan barusan?!"***"Ini kopi Mas Kaivan." Rachel meletakkan secangkir kopi di depan Kaivan. Dia berada di kamar, lebih tepatnya ruang kerja Kaivan yang hanya berbatas rak dengan kamar. Tadi-- bangun-bangun Kaivan sudah ada di sebelah Rachel. Hal konyolnya adalah pria itu langsung meminta dibuatkan kopi. Bayangkan bagaimana syok-nya Rachel yang baru bangun?!