Share

7. KEKESALAN RANGGA

Rangga melangkah ke arah Balkon dengan wajah diliputi oleh kekesalan. Baru saja Diana, istri pertamanya mengabarkan tidak akan pulang dalam waktu seminggu kedepan. Dengan alasan masih banyak urusan yang harus diselesaikan. Hal itu membuat Rangga murka dan langsung menghubungi melalui sambungan telepon. Terdengar nada tersambung, tapi tak ada jawaban dari seberang. Rangga melakukan berkali-kali tapi tetap nihil. Pikirannya semakin tak terkendali. Dia yakin malam ini pasti sang istri sedang menghabiskan malam bersama pria menjijikkan itu. Hatinya terasa panas dan bergejolak. ingin  rasanya menghajar lelaki bejat itu jika berhadapan.

“Awas saja kalau kau berani macam-macam, Diana!” Rangga sangat geram.

Kali ini Rangga melakukan panggilan video. Dia ingin tahu apa yang terjadi di sana. Walau istrnya begitu pandai menyembunyikan kebusukan, tapi Rangga bukan anak kemarin sore yang tak bisa melihat bukti di sana.

Tak berapa lama, wajah Diana muncul di layar. Dengan suara manja yang menjijikkan bagi Rangga.

“I’m sorry, Honey. Aku tertidur. Tidak tahu kau menelponku. Kau merindukanku, MyLovely?” Suaranya seperti orang kelelahan. Rambutpun tak tertata rapih. Tubuhnya meliuk-liuk menggoda. Bahkan kamera sengaja di arahkan ke tubuhnya yang hanya memakai lingerie tembus pandang tanpa memakai pakaian dalam.

Rangga tidak tertarik dengan semua itu. Dia muak dan amarahnya semakin memuncak.

‘Kau tidur? Dengan siapa?!” Rangga semakin kesal.

“Honey, aku tidur sendiri,. Pengin deh kamu temani. I miss you,” ucap wanita di seberang sana dengan suara manja dan penuh desahan. Bukannya tertarik, malah membuat Rangga ingin memuntahkan isi perut.

“Kau gugup memakai lingerie, hingga sampai bagian belakang kau pakai di depan? Atau kau sengaja memamerrkan tanda merah  menjijikan di setiap inchi tubuhmu?!”

Diana tampak gugup. Dia tidak menyadari jika teman malamnya meninggalkan jejak di mana-mana. Diana mengambil selimut untuk menutupi tubuhnya. “Honey, aku ... aku .... “

“Sudahlah, Diana! Aku tidak peduli dengan semua itu. Dan kau tahu’kan, aku tidak pernah bermain-main dengan perkataanku. Silakan puaskan dirimu di sana! Tidak usah berpikir untuk segera pulang! Dan jangan khawatir, aku akan segera membebaskanmu dariku. Mulai saat ini, kau bisa bertindak sesuka hatimu!” Rangga menutup telfon secara sepihak. Dia lalu membanting ponselnya di lantai hingga hancur berkeping-keping.

“Kau menantangku, Diana! Kau akan tahu sedang berhadapan dengan siapa! aku bukanlah lelaki penurut seperti dulu! Aku bukan lagi lelaki yang bisa kau taklukkan dengan permainan ranjangmu! Kesalahanmu sudah tak termaafkan, Diana! Haaaaahhhh .... “ Rangga berteriak seperti orang kesetanan. Dia melepaskan amarah yang bertumpuk dalam dada. Para pekerja di rumah terbiasa dengan hal itu. Sang tuan terbiasa meluapkan amarah dengan berteriak. Tak ada kebahagiaan. Hanya panasnya neraka yang selalu Rangga rasakan selama menjadi suami Diana.

Pria yang semula hanya manager dari Diana sang model papan atas di masanya dan hamil karena pergaulan bebas. Entah dengan pria mana saja dia pernah tidur, hingga tak ada yang mau bertanggung jawab satu pun. Jawaban mereka pun sama saat diminta pertanggung jawaban. ‘Bukan denganku saja kau tidur, aku yakin itu bukan anakku.’ Kurang lebih jawaban seperti itu yang keluar dari mulut beberapa pria yang pernah tidur dengan Diana.

Diana frustasi dan hampir bunuh diri. Namun berhasil digagalkan oleh Rangga. Pria yang diam-diam menaruh hati kepada boss cantiknya, rela menikahi pujaan hatinya. Bertanggung jawab untuk menjaga nama baik bossnya kala itu.

Namun bukannya berbaik hati kepada suami, Diana malah menghina dan melecehkan sang suami. Dirinya tak pernah menganggap Rangga sebagai suami. Dalam otaknya pria itu hanyalah orang miskin yang menumpang hidup kepadanya dan keluarga. Tak pernah sedikitpun ada rasa bersalah dalam dirinya. Tak ada kontak fisik apalagi aktivitas ranjang.

Sampai pada saat Rangga mandiri dan berhasil membangun bisnisnya, barulah sang istri berusaha mendekati suaminya dengan menawarkan manisnya tidur bersamanya. Ranggapun tergiur. Sudah sangat lama menanti saat seperti ini. Ranggapun terlena dalam nikmatnya asmara. Selalu tersenyum puas kala menikmati puncak asmaranya. Dia bangga mempunyai istri yang sangat cantik dan mahir dalam urusan ranjang. Benar saja, banyak lelaki hidung belang yang menginginkannya. Diana memang tak ada tandingan. Sangat sempurna.

“Aw ....”

Suara mengagetkan Rangga dari arah pintu dan membuyarkan lamunan. Dia membalikkan badan ke arah suara. Rangga mendapati Rania yang berdiri di depan pintu dengan membawa nampan berisi teh hangat. Sorot matanya nyalang menatap orang yang menguping dan berani mengganggunya.

Rania mematung. Tubuhnya gemetar. Dia melihat semuanya. Kemarahan sang Tuan begitu membuatnya merinding. Ingin rasanya berlari, saat sang Tuan mendekat ke arahnya. Namun tubuhnya terasa kaku. Lututnya seperti terpasang paku, sulit untuk digerakkan.

Bibi sudah memperingatkan untuk tidak mendekati sang Tuan saat kemarahannya tak terkendali. Termasuk juga Marchel. Dia sudah sangat paham bagaimana kondisi papahnya saat sedang marah. Dia bisa melampiaskan kemarahannya kepada siapa saja yang mendekat. Papahnya tidak pernah memukul, tapi perbuatan dan perkataannya lebih pedih dari sayatan pisau.

Praang, Rangga mengambil gelas dan membantingnya. “Beraninya kau menguping pembicaraanku!”

“M-maaf, Tuan. Saya .... “

Dengan tiba-tiba, Rangga menarik tubuh Rania dan melemparkannya ke atas Ranjang. “Kau wanita pertama yang berani menghadapi kemarahanku! Kau tahu apa akibatnya berhadapan dengan kemarahanku?!”

“A-ampun, Tuan. Saya tidak sengaja .... “

“Sengaja atau tidak, kau sudah membuat kesalahan besar dan tak termaafkan! Kau sama saja jalang seperti Diana! Dengan Marchel kamu mau, dengan aku pun, papahnya Marchel kau juga mau! Kau benar-benar menjijikkan! Semua wanita sama di dunia ini, hanya harta, harta dan harta saja yang memenuhi otak mereka, termasuk juga kamu!”

“A-ampuni saya, Tuan. Saya mohon .... “

“Tidak ada ampun bagimu! Kau harus menjalani hukuman yang setimpal!”

Rangga tak peduli dengan isak tangis Rania. Pria itu lebih beringas dari singa yang kelaparan. Rania hanya bisa menangis dan terus memohon ampun. Luka di hati semakin terkoyak. Baru saja dirinya terbebas dari kenakalan kekasihnya, saat ini harus mengalami masalah yang serupa. Akankah pertolongan datang kepadanya?

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status