“Lepaskan saya Tuan,” Rania terus memohon kepada sang Tuan. Namun amarah sudah mengalir dalam darahmya. Ia tak mengindahkan rintihan perih seorang gadis yang menderita karena kelakuannya. Rangga tidak peduli. Entah iblis seperti apa yang tengah merasuki otaknya.
“Ya Alloh Tuhanku, tolonglah hambamu ini, ya Alloh .... “ Rania berpasrah terhadap takdir. Dalam kepedihan hanya Tuhanlah yang diingat. Rania yakin Alloh akan menolong hamba yang sedang membutuhkan pertolongan.
“Tuhan?!” Rangga tersentak kaget. Seketika itu juga Dia tersadar dan menghentikan aktivitasnya. Dalam bermandikan peluh dia bergeser dari tempatnya semula lalu menatap gadis yang baru saja dikuasainya. Tuhan, sudah lama Rangga tidak mengenal Tuhan. Bahkan dia tidak percaya lagi akan adanya sang pencipta.
“Kau masih percaya kepada Tuhan? Kau yakin Tuhanmu akan menolongmu? Kau berada di bawah kendaliku sekarang! Hanya aku yang bisa menentukan nasibmu!”
Rangga tengah lengah, Rania menggunakan kesempatan untuk berlari. Dia lalu bangkit dan menendang Rangga hingga pria itu terjungkal. Rania berlari menuju pintu yang terkunci. Dia tidak peduli dengan baju yang robek sana sini. Rania berusaha menarik handle pintu yang terkunci dan mengetuknya berkali-kali tapi tak berhasil. Walau suara teriakan dan ketukan pintu begitu keras, tak ada seorangpun yang mendekatinya. Rania terus berteriak dan menggedor pintu. Dia terus menangis dalam rasa takutnya yang begitu dalam.
Rangga mematung. Sorot matanya mulai melemah. Dia berusaha menetralkan hasratnya yang masih memacu. Saat mendengar gadis itu menyebut nama Tuhan, entahlah hal itu membuat dadanya berdebar. Rangga terus memperhatikan Rania, tapi tak berniat lagi memaksanya.
“Jawab dulu pertanyaanku, baru aku bisa menentukan nasibmu!” seru Rangga dengan suara gemetar.
Rania membalikkan badan, menatap sang Tuan dengan penuh kebencian.
“Pemilik takdir hanyalah Alloh, Tuhanku. Saya percaya bahwa Tuhanku akan menolongku!”
“Seyakin itu?”
“Iya, dengan keyakinan penuh kepada sang pencipta, maka Tuhan akan menolong setiap makhluk yang meyakini kebesarannya.”
Rangga melangkah perlahan dan berhenti tepat di hadapan Rania. Gadis itu kembali di serang rasa ketakutan. Dia melihat sekelilingnya dan mencari benda yang bisa digunakan untuk menolong dirinya. Tatapannya berhenti pada vas bunga yang berada di atas meja dekat sofa. Saat Rania hendak melangkah, Rangga lebih dulu mengunci kedua pergelangan tangannya.
“Kau mau mencoba melawanku? Bagaimana kalau aku tetap melakukan terhadapmu? Kau masih tetap percaya kepada Tuhan?” Rangga berbicara nyaris tanpa jarak dengan wajah ayu Rania.
“Kalaupun kau melakukannya, saya akan tetap percaya bahwa inilah takdirku! Setelah ini, aku akan berdo’a dan mengadukan kau kepada Tuhanku. Aku akan mengatakan padaNYA bahwa kau laki-laki pengecut yang tega menodai wanita lemah sepertiku. Dan aku juga akan meminta kepada Tuhanku untuk membalaskan rasa sakit ini! Saat Tuhan mendengar do’aku, habislah kau lelaki sombong! Tunggulah pembalasan dari Tuhanku!” Rania terus menangis. Dia sudah pasrah dengan apa yang akan terjadi. Mungkin semua ini sudah menjadi jalan hidupnya.
Tiba-tiba terdengar suara petir yang begitu menggelegar tanpa diiringi hujan.
“Kau dengar itu! Tuhan telah mendengar sumpahku! Bersiaplah kau mendapat balasannya!”
Tubuh Rangga gemetar. Kalimat yang dilontarkan oleh istrinya begitu menggetarkan dadanya. Dia merasa ketakutan. Tulang belulang terasa tercabut dari raganya. Perlahan tubuhnya jatuh kelantai. Dalam kamus hidupnya tak pernah dia takut oleh siapapun, termasuk juga Tuhan. Sudah lama dia menganggap Tuhan tak ada. Namun kali ini, kengerian akan pembalasan Tuhan begitu nyata.
“Lakukan saja kalau kau mau! Aku bersumpah demi nama Alloh, kau akan mendapatkan azab yang pedih!”
“Cukup, hentikan! Aku tidak mau mendengar itu lagi. Aku benci Tuhan, aku benci! Keluar sekarang juga!” Rangga menutup telinganya. Tubuhnya menggigil dan benar-benar ketakutan. Dia mengambil kunci yang ada disaku dan melemparkan kearah Rania. Tenaganya yang mulai lemah hingga lemparan itu tak mengenai Rania.
Rania tak merespon. Tiba-tiba rasa iba menyelimuti hati. Pria berkuasa itu bak anak kecil yang bersembunyi dari incaran ibu tiri. Rangga menelungkupkan badan di lantai. Tubuhnya bergetar dalam tangis. Entah apa yang membuatnya menangis. Ketakutan pada Tuhan atau penyesalan. Hanya pria yang terlihat lemah itu yang tau.
Rania perlahan mendekat, lalu mensejajarkan dirinya dengan sang suami. Masih dalam keadaan takut, Rania mengulurkan tangan hendak menyentuh Rangga. Namun gadis itu mengurungkan niatnya. Berkali-kali mengulang, berkali-kali pula mengurungkan hingga nafasnya terendus oleh Rangga.
“Pergilah, Aku tidak butuh dikasihani.” Perintah Rangga masih dengan posisi semula.
Rania segera bangkit tanpa mengucap sepatah katapun lalu keluar. Dia berusaha menutupi robekan baju yang terlihat disana-sini. Bibi dengan segera meraih gadis malang itu kedalam pelukan. Raniapun menangis dalam dekapan hangat wanita paruhbaya itu. Berada dalam dekapannya mampu menenangkan hati Rania. Tak beda jauh dengan pelukan hangat sang ibu yang begitu dirindukan.
“Maafkan bibi. Bibi gak bisa bantu.” Bibi tak kuasa menahan tangis. Ia merasa bersalah karena tak mampu menolong Rania.
“Rania gak apa-apa, Bi. Rania baik-baik saja.” Rania mempererat pelukan. Mereka laksana seorang ibu dan anak yang saling menguatkan dalam menghadapi masalah.
****
Tak seperti biasa Rangga terlambat bangun pagi. Pria yang selalu menghargai waktu untuk kali ini tak peduli dengan semua itu. Semalam Rangga banyak merenung dan menginterospeksi diri. Walau semua impian telah tercapai, kehidupanpun bergelimang harta, tapi seperti di neraka. Tuhan, sudah sangat lama tak menjalankan perintahNYA. Bahkan terasa sudah tidak mengenal NYA.
Tempat favoritnya untuk merenung adalah Balcon. Ruang terbuka yang mampu memberikan pasokan oksigen hingga memenuhi paru-paru, yang akan membuatnya bebas bernafas. Entah sudah berapa batang rokok yang dihabiskannya. Dahulu bukan hanya rokok, minuman keras juga menjadi teman setia saat sedang menghadapi masalah. Namun semenjak livernya bermasalah, Rangga sudah lama meninggalkannya. Hanya rokok yang masih belum bisa terlepas. Walau dokter dan orang-orang terdekat menasehati untuk tak lagi menyulut zat yang banyak menyimpan racun, tapi pria itu tak menggubris. Belum ada seorangpun yang mampu menghentikannya.
Hari ini Rangga memutuskan untuk tidak berangkat ke kantor. Untuk sementara waktu, seluruh pekerjaan di handle oleh orang kepercayaannya. Rangga akan menyelesaikan masalah yang selalu membuat dadanya terbakar. Diana, ya istri yang selalu menghianatinya. Bahkan menghabiskan beberapa asset hanya untuk memenuhi egonya yang tinggi. Bahkan saat Rangga menginginkan seorang anak dari benihnya, sang istri menolak. Dia tak mau mengandung lagi dengan alasan tidak mau gemuk dan takut payudaranya menjadi kendor.
Rangga menghela nafas. Dia harus melakukan sesuatu untuk menyelamatkan hidupnya. Rangga tidak ingin mati muda dengan hidup bersama wanita yang tak punya hati. Entah terbuat dari apa wanita itu hingga tak pernah sedikitpun menghargainya. Sudah cukup pengorbanan. Kini Rangga harus memikirkan kelanjutan hidupnya. Rangga ingin bahagia, bukan hanya membahagiakan istri yang tak bisa menjalankan tugasnya dengan baik.
Rangga mengambil ponsel dalam sakunya untuk menelpon seseorang.
“Alex, bagaimana penyelidikanmu?”
“Benar pak, dia bersama pria yang diduga ayah biologis dari Marchel. Dan mereka sudah membooking kamar hotel untuk seminggu kedepan.”
Rangga menghela nafas dan meremas rambutnya. Walau sudah tau jawaban yang akan diterimanya, tetap saja hatinya remuk redam. Dadanya terasa membara. Benar-benar menyulut emosi yang mulai padam.
“Blokir seluruh rekening dan kartu yang diana miliki. Buatlah mereka terusir dari hotel. Jangan biarkan mereka bisa bernafas lega.”
“Tapi Nyoya diana sudah menarik uang dalam jumlah banyak, dan sudah membayar lunas hotel yang mereka tinggali!”
“Aku tidak peduli! Lakukan saja perintahku!” Kembalikan uangku dari tangannya dan usir mereka dari hotel bagaimanapun caranya aku tidak mau tau! Aku tidak ingin kamu gagal melakukan tugamu Alex! Kalau sampai kau gagal, kamu akan tahu akibatnya! Haah .... “ Rangga kembali membanting ponsel dan memukul dinding pembatas balcon dengan keras hingga jemarinya berdarah. Ia tidak peduli dan terus memukul dinding hingga tubuhnya terasa lemas dan terjatuh dilantai.
“Aku cape Tuhan, tolong aku. aku cape ....” Rangga menangis. Sudah lama pria ini tak menitikkan airmata.. Kali ini kesabarannya sudah melampaui batas. Rangga sudah tidak mampu lagi menghadapinya. Cinta yang dulu begitu besar, kini sirna tak berbekas.
"Copet! Copet .... “ teriakan seorang wanita di depan restoran terbesar di kota wisata yang menjadi tujuan para turis asing dan lokal. Dia kehilangan tas yang sangat mahal beserta isinya. Seorang copet yang menggunakan motor sangat profesional hingga sulit terkejar.“Ayo kejar dong Sayang,“ perintah wanita itu terhadap teman prianya.“Pake apa Diana, sayang? Motornya larinya cepat banget!”“Ya pake mobil dong, Jonii ... cepaatt!”“Oke,” Pria bernama Joni itu melesat dengan cepat menuju parkiran mobil. Namun dia kebingungan saat mendapati mobil tak ada di tempat semula. Pria berkulit coklat itu terlihat sangat panik. “Diana, kemari sayang!” teriakannya begitu kencang, hingga mengundang perhatian para pengunjung.“Ada apa?” Diana melangkah mendekat. Wanita itu masih terlihat panik.“Mobil kita hilang!”“Gak mungkin jon, kamu salah naro kali!”“Gak mungkin sayang, aku tidak mungkin lupa.”“Ya terus gimana? Kita mau kejar copet tadi pake apa? Belum lagi kita harus ganti mobil rental itu.
1O. CINTA PALSUSeharian penuh, Rangga mengunci diri dalam kamar. Tanpa aktifitas apapun, selain merokok, merenung dan meratapi nasib. Tak ada sebiji nasipun yang mengisi perutnya. Hanya rokok yang menemani kesendiriannya. Dia tak peduli lagi dengan kesehatannya. Tak berfikir seandainya tender lepas dari genggaman. Untuk apa mencari uang kalau hanya untuk membiayai istri dan selingkuhannya.Kerugian terbesar dalam hidupnya. Kini Rangga ingin memikirkan kebahagiaan dirinya sendiri. Lelah menjalani takdir hidup yang membuatnya kehilangan rasa cinta. Rasa itu telah mati bersama penghianatan istrinya berkali-kali.Rangga melirik kearah jarum jam. Pukul 7 malam, pria itu memeremas perutnya yang terasa melilit. Setelah seharian menolak makanan yang dibawakan oleh bibi, kini perutnya seperti ditusuk-tusuk. Rangga berganti pakaian dan memutuskan untuk keluar mencari makan dan juga udara segar.***Saat menuruni anak tangga, manik coklat itu mengarah kepada putra dan juga kekasihnya. Ada yang
“Tega sekali kamu, Marchel!Tak pernah menyangka akan mendengar kalimat menyakitkan yang keluar dari bibir lelaki cinta pertamanya. Bagai dihempaskan dari langit ketujuh ke dasar bumi yang terdalam.Seluruh tulang belulang terasa lepas dari tubuhnya. Tubuhnya lemas seketika.Marchel terdiam. Dia menyesal sudah lepas kontrol. Rasa kesal menutup pola pikir hingga tak sengaja mengatakan hal yang sebenarnya.“Jawab Marchel! Jangan jadi pengecut! Papah tidak pernah mengajarkanmu untuk menjadi pengecut!” Rangga tegas dalam berucap.“Oke! Sorry Rania! Aku tidak pernah mencintaimu! Semua bermula dari taruhan genk aku! Siapapun yang berhasil menidurimu, dia akan mendapat uang lima puluh juta! Aku tidak mungkin mencintai wanita jelek dan miskin sepertimu! Berkacalah, kau sudah tua! Usiamu sudah dua puluh tahun! Sudah tante-tante!”“Cukup Marchel! Jaga perasaan Rania! Papah tidak pernah mengajarkanmu untuk menghina orang lain!”“Keterlaluan kamu Marchel, Aku benci kamu! Tuan juga sama saja! Aku be
Rangga melepas dekapannya, lalu membingkai wajah bersimbah airmata itu dengan tangannya.“Kau sudah makan?”Rania menggeleng. Hanya airmata yang mewakili perasaannya.“Mau menemani saya makan malam?” Rangga bertanya dengan lembut. Dia tak sanggup melihat wanita lemah itu tersakiti. Hatinya seperti merasakan penderitaan gadis itu.Rania hanya mampu menggelengkan kepala. Bibir Rania bergetar menahan kesedihan yang luar biasa.Rangga iba. Ingin rasanya menghentikan airmata itu. Tapi bagaimana caranya. Pria itu tak tau. Rangga bukan pria hidung belang yang melalang buana mencari mangsa. Dia pria setia yang tak mengerti cara merayu wanita selain istrinya. Rasa cinta yang telah lama mati membuatnya seolah lupa bagaimana menenangkan hati seorang wanita.“Sekarang, apa yang kau inginkan?”Rania masih menjawab dengan menggelengkan kepala. Dadanya masih kembang kempis menahan tangis.Rangga menghela nafas panjang. “Kita ke kamar. Kau perlu istirahat.”Rangga memapah Rania. Namun gadis itu terja
BAB 13 BERDAMAIPagi hari Rania membuka mata. Kepalanya terasa berputar. Memory tentang kejadian semalam kembali terlintas. Kejadian yang menorehkan sayatan luar biasa dalam hatinya. Hati wanita mana yang tak hancur kala cinta pertama bagai menelan pil pahit. Berharap hanyalah sebuah mimpi buruk Namun saat membuka mata, mimpi itu menjadi kenyataan pahit yang harus dijalaninyaRasanya tak sanggup untuk menatap masa depan. Ia malu dengan kebodohannya, kenapa bisa tertipu oleh rayuan cowok yang bagaikan tingginya langit. Sangat sulit untuk digapai. Tak mengira sang playboy hanya menawarkan kebahagiaan semu yang akan menghancurkan masa depannya. Tanpa terasa airmatanya kembali menetes diiringi isak tangis.Airmata Rania menetes mengenai jemari Rangga dan membangunkannya dari tidur lelap. Rangga terlihat cemas dan menyentuh kening rania. “Kau sudah bangun? Apa kepalamu masih pusing?”Rania menggeleng lalu menghambur kepelukan Rangga. “Marchel jahat, Marchel jahat!”“Aku tahu. Lupakan, aku
PART14_ SO_SWEETRangga terlihat lebih bersemangat. Kemeja warna biru cerah membuatnya terlihat lebih muda. Jenggot tipis yang terbiasa membingkai wajahnya terlihat bersih. Mulai hari ini Rangga berjanji untuk menata masa depan yang telah hancur karena Diana. Walau belum tahu akan berlabuh kepada siapa sisa cinta dalam hati.Mungkinkah masa depan itu ada pada ....Rangga menoleh kearah Rania yang masih sibuk memakai sepatu. ‘Mungkinkah dia masa depanku? Benarkah gadis yang tanpa sengaja kunikahi adalah bidadari pengganti Diana. Wajahnya memang tak secantik Diana. Tubuhnya tak semolek istri pertamanya. Namun menatapnya terasa menyejukan dan menentramkan. Oh Tuhan, apa ini artinya?’ Rangga terus bergulat dengan bathin.“Sudah siap?” tanya Rangga.“Bentar, ini sepatu udah sempit, maklum udah tiga tahun, jadi susah pakainya.” Rania terus memperbaiki tali sepatu.“Sini, aku bantu.” Rangga mendekat dan membantu menali sepatu. Hal yang belum pernah dilakukan seumur hidupnya kepada siapapun, t
“Gak usah. aku bawa sendiri aja.” Rania menyembunyikan tas di balik punggungnya.“Gak apa-apa, istriku. Biar mereka pikir aku pria yang romatis, istriku.” Rangga mengambil tas Rania dan membawakannya.Rania salah tingkah saat sang suami memanggilnya istriku. Wajahnya bersemu merah. Apalagi saat tadi memasangkan tali sepatu dan saat ini membawakan tasnya. Benar-benar diluar dugaan. Pria yang menurutnya kejam, angkuh dan menyebalkan ternyata berhati bak malaikat. Sangat baik dan mengagumkan.“Ayo jalan, atau mau digendong lagi?” Rangga menyentuh dagu Rania lembut.“I- iya.”Rania dengan ragu menggamit lengan pria yang masih terlihat awet muda. Tak hanya tampan dan tajir, suaminya benar-benar mempesona. Siapapun wanita yang melihatnya pasti jatuh cinta. Teman-teman yang biasa menghinanya karena tak laku pasti akan iri kepadanya. Lisa, Audy kalian pasti tak percaya dengan apa yang akan kalian lihat.Rangga memperhatikan Rania yang terus menatapnya tanpa berkedip. “Kamu kenapa? terpesona m
BAB 16“Berati kalo bukan di sekolah boleh macam-macam, begitu?” Rangga menggoda Rania.“Iih nakal.” Rania memukul lengan suaminya perlahan lalu memalingkan wajahnya. Godaan itu membuat Rania malu dan wajahnya kembali bersemu merah. Namun haruslah sadar diri siapa dirinya dan juga pria dihadapan.Rangga sangat suka menggoda istrinya hingga tersipu malu dan salah tingkah. Ada sensasi tersendiri saat melihat wajah sang istri merah jambu.“Ayo kita duduk dulu. Makanan favorit disini apa?”“Banyak sih, ada bakso, mie ayam, siomay, pizza banyak deh pokoknya.”“Yang kamu suka apa?”Rangga menggandeng Rania menuju salah satu meja. Mereka lalu duduk berhadapan.“Aku dulu jarang jajan. Paling bantuin ibu yang punya kantin dulu baru bisa dapet bakso semangkok.”“Ya udah, kita pesen bakso aja.”“Iih aku lagi gak pengin makan.” Rania terlihat bete.“Ya udah, pesan satu aja.”“Iih kan tadi Tuan udah sarapan.”“Jangan panggil Tuan.’“Terus apa?”“Sayang juga boleh.”“iih gak lucu tau.” Rania mencub