Share

8. TUHAN

“Lepaskan saya Tuan,” Rania terus memohon kepada sang Tuan. Namun amarah sudah mengalir dalam darahmya.  Ia tak mengindahkan rintihan perih seorang gadis yang  menderita karena kelakuannya. Rangga tidak peduli. Entah iblis seperti apa yang tengah merasuki otaknya.

“Ya Alloh Tuhanku, tolonglah hambamu ini, ya Alloh .... “ Rania berpasrah terhadap takdir. Dalam kepedihan hanya Tuhanlah yang diingat. Rania yakin Alloh akan menolong hamba yang sedang membutuhkan pertolongan.

“Tuhan?!” Rangga tersentak kaget. Seketika itu juga Dia tersadar dan menghentikan aktivitasnya. Dalam bermandikan peluh dia bergeser dari tempatnya semula lalu menatap gadis yang baru saja dikuasainya. Tuhan, sudah lama Rangga tidak mengenal Tuhan. Bahkan dia tidak percaya lagi akan adanya sang pencipta.

“Kau masih percaya kepada Tuhan? Kau yakin Tuhanmu akan menolongmu? Kau berada di bawah kendaliku sekarang! Hanya aku yang bisa menentukan nasibmu!”

Rangga tengah lengah, Rania menggunakan kesempatan untuk berlari. Dia lalu bangkit dan menendang Rangga hingga pria itu terjungkal. Rania berlari menuju pintu yang terkunci. Dia tidak peduli dengan baju yang robek sana sini. Rania berusaha menarik handle pintu yang terkunci dan mengetuknya berkali-kali tapi tak berhasil. Walau suara teriakan dan ketukan pintu begitu keras, tak ada seorangpun yang mendekatinya. Rania terus berteriak dan menggedor pintu. Dia terus menangis dalam rasa takutnya yang begitu dalam.

Rangga mematung. Sorot matanya mulai melemah. Dia berusaha menetralkan hasratnya yang masih memacu. Saat mendengar gadis itu menyebut nama Tuhan, entahlah hal itu membuat dadanya berdebar. Rangga terus memperhatikan Rania, tapi tak berniat lagi memaksanya.

“Jawab dulu pertanyaanku, baru aku bisa menentukan nasibmu!” seru Rangga dengan suara gemetar.

Rania membalikkan badan, menatap sang Tuan dengan penuh kebencian.

“Pemilik takdir hanyalah Alloh, Tuhanku. Saya percaya bahwa Tuhanku akan menolongku!”

“Seyakin itu?”

“Iya, dengan keyakinan penuh kepada sang pencipta, maka Tuhan akan menolong setiap makhluk yang meyakini kebesarannya.”

Rangga melangkah perlahan dan berhenti tepat di hadapan Rania. Gadis itu kembali di serang rasa ketakutan. Dia melihat sekelilingnya dan mencari benda yang bisa digunakan untuk menolong dirinya. Tatapannya berhenti pada vas bunga yang berada di atas meja dekat sofa. Saat Rania hendak melangkah, Rangga lebih dulu mengunci kedua pergelangan tangannya.

“Kau mau mencoba melawanku? Bagaimana kalau aku tetap melakukan terhadapmu? Kau masih tetap percaya kepada Tuhan?” Rangga berbicara nyaris tanpa jarak dengan wajah ayu Rania.

“Kalaupun kau melakukannya, saya akan tetap percaya bahwa inilah takdirku! Setelah ini, aku akan berdo’a dan mengadukan kau kepada Tuhanku. Aku akan mengatakan padaNYA bahwa kau laki-laki pengecut yang tega menodai wanita lemah sepertiku. Dan aku juga akan meminta kepada Tuhanku untuk membalaskan rasa sakit ini! Saat Tuhan mendengar do’aku, habislah kau lelaki sombong! Tunggulah pembalasan dari Tuhanku!” Rania terus menangis. Dia sudah pasrah dengan apa yang akan terjadi. Mungkin semua ini sudah menjadi jalan hidupnya.

Tiba-tiba terdengar suara petir yang begitu menggelegar tanpa diiringi hujan.

“Kau dengar itu! Tuhan telah mendengar sumpahku! Bersiaplah kau mendapat balasannya!”

Tubuh Rangga gemetar. Kalimat yang dilontarkan oleh istrinya begitu menggetarkan dadanya. Dia merasa ketakutan. Tulang belulang terasa tercabut dari raganya.  Perlahan tubuhnya jatuh kelantai. Dalam kamus hidupnya tak pernah dia takut oleh siapapun, termasuk juga Tuhan. Sudah lama dia menganggap Tuhan tak ada. Namun kali ini, kengerian akan pembalasan Tuhan begitu nyata.

“Lakukan saja kalau kau mau! Aku bersumpah demi nama Alloh, kau akan mendapatkan azab yang pedih!”

“Cukup, hentikan! Aku tidak mau mendengar itu lagi. Aku benci Tuhan, aku benci! Keluar sekarang juga!” Rangga menutup telinganya. Tubuhnya menggigil dan benar-benar ketakutan. Dia mengambil kunci yang ada disaku dan melemparkan kearah Rania. Tenaganya yang mulai lemah hingga lemparan itu tak mengenai Rania.

Rania tak merespon. Tiba-tiba rasa iba menyelimuti hati. Pria berkuasa itu bak anak kecil yang bersembunyi dari incaran ibu tiri. Rangga menelungkupkan badan di lantai. Tubuhnya bergetar dalam tangis. Entah apa yang membuatnya menangis. Ketakutan pada Tuhan atau penyesalan. Hanya pria yang terlihat lemah itu yang tau.

 Rania perlahan mendekat, lalu mensejajarkan dirinya dengan sang suami. Masih dalam keadaan takut, Rania mengulurkan tangan hendak menyentuh Rangga. Namun gadis itu mengurungkan niatnya. Berkali-kali mengulang, berkali-kali pula mengurungkan hingga nafasnya terendus oleh Rangga.

“Pergilah, Aku tidak butuh dikasihani.” Perintah Rangga masih dengan posisi semula.

Rania segera bangkit tanpa mengucap sepatah katapun lalu keluar. Dia berusaha menutupi robekan baju yang terlihat disana-sini. Bibi dengan segera meraih gadis malang itu kedalam pelukan. Raniapun menangis dalam dekapan hangat wanita paruhbaya itu. Berada dalam dekapannya mampu menenangkan hati Rania. Tak beda jauh dengan pelukan hangat sang ibu yang begitu dirindukan.

“Maafkan bibi. Bibi gak bisa bantu.” Bibi tak kuasa menahan tangis. Ia merasa bersalah karena tak mampu menolong Rania.

“Rania gak apa-apa, Bi. Rania baik-baik saja.” Rania mempererat pelukan. Mereka laksana seorang ibu dan anak yang saling menguatkan dalam menghadapi masalah.

****

Tak seperti biasa Rangga terlambat bangun pagi. Pria yang selalu menghargai waktu untuk kali ini tak peduli dengan semua itu. Semalam Rangga banyak merenung dan menginterospeksi diri. Walau semua impian telah tercapai, kehidupanpun bergelimang harta, tapi seperti di neraka. Tuhan, sudah sangat lama tak menjalankan perintahNYA. Bahkan terasa sudah tidak mengenal NYA.

Tempat favoritnya untuk merenung adalah Balcon. Ruang terbuka yang mampu memberikan pasokan oksigen hingga memenuhi paru-paru, yang akan membuatnya bebas bernafas. Entah sudah berapa batang rokok yang dihabiskannya. Dahulu bukan hanya rokok, minuman keras juga menjadi teman setia saat sedang menghadapi masalah. Namun semenjak livernya bermasalah, Rangga sudah lama meninggalkannya. Hanya rokok yang masih belum bisa terlepas. Walau dokter dan orang-orang terdekat menasehati untuk tak lagi menyulut zat yang banyak menyimpan racun, tapi pria itu tak menggubris. Belum ada seorangpun yang mampu menghentikannya.

Hari ini Rangga memutuskan untuk tidak berangkat ke kantor. Untuk sementara waktu, seluruh pekerjaan di handle oleh orang kepercayaannya. Rangga akan menyelesaikan masalah yang selalu membuat dadanya terbakar. Diana, ya istri yang selalu menghianatinya. Bahkan menghabiskan beberapa asset hanya untuk memenuhi egonya yang tinggi. Bahkan saat Rangga menginginkan seorang anak dari benihnya, sang istri menolak. Dia tak mau mengandung lagi dengan alasan tidak mau gemuk dan takut payudaranya menjadi kendor.

Rangga menghela nafas. Dia harus melakukan sesuatu untuk menyelamatkan hidupnya. Rangga tidak ingin mati muda dengan hidup bersama wanita yang tak punya hati. Entah terbuat dari apa wanita itu hingga tak pernah sedikitpun menghargainya. Sudah cukup  pengorbanan. Kini Rangga harus memikirkan kelanjutan hidupnya. Rangga ingin bahagia, bukan hanya membahagiakan istri yang tak bisa menjalankan tugasnya dengan baik.

Rangga mengambil ponsel dalam sakunya untuk menelpon seseorang.

“Alex, bagaimana penyelidikanmu?”

“Benar pak, dia bersama pria yang diduga ayah biologis dari Marchel. Dan mereka sudah membooking kamar hotel untuk seminggu kedepan.”

Rangga menghela nafas dan meremas rambutnya. Walau sudah tau jawaban yang akan diterimanya, tetap saja hatinya remuk redam. Dadanya terasa membara. Benar-benar menyulut emosi yang mulai padam.

“Blokir seluruh rekening dan kartu yang diana miliki. Buatlah mereka terusir dari hotel. Jangan biarkan mereka bisa bernafas lega.”

“Tapi Nyoya diana sudah menarik uang dalam jumlah  banyak, dan sudah membayar lunas hotel yang mereka tinggali!”

“Aku tidak peduli! Lakukan saja perintahku!” Kembalikan uangku dari tangannya dan usir mereka dari hotel bagaimanapun caranya aku tidak mau tau! Aku tidak ingin kamu gagal melakukan tugamu Alex! Kalau sampai kau gagal, kamu akan tahu akibatnya! Haah .... “ Rangga kembali membanting ponsel dan memukul dinding pembatas balcon dengan keras hingga jemarinya berdarah. Ia tidak peduli dan terus memukul dinding hingga tubuhnya terasa lemas dan terjatuh dilantai.

“Aku cape Tuhan, tolong aku. aku cape ....” Rangga menangis. Sudah lama pria ini tak menitikkan airmata..  Kali ini kesabarannya sudah melampaui  batas. Rangga sudah tidak mampu lagi menghadapinya. Cinta yang dulu begitu besar, kini sirna tak berbekas.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status