Pagi ini di meja makan keluarga Fahrari tampak tidak hangat biasanya. Entah kenapa anak sulung Adzkhan itu turun dengan wajah kusut dan penampilan sedikit berantakan. Jika saat makan bersama suasana semakin harmonis, tapi kali ini tidak.
“Kenapa wajahmu seperti itu El?” Tanya Adzkhan keheranan. Pasalnya anak sulungnya ini terkenal perfeksionis dalam segala hal.
“Kurang tidur pah.” Jawaban itu semakin membuat semua orang heran, selama ini Elzar sangat tepat waktu jika tidur lalu masalah apa yang tengah dihadapi sampai tidak bisa tidur.
“Lo, kenapa bang?” Tanya Edgar, si bungsu keluarga Fahrari.
Hanya gelengan yang di dapati. Edgar cukup paham jika abangnya sedang tidak bisa diajak ngobrol santai. Bahkan mama mereka berdua saja tidak angkat bicara ketika melihat sulungnya tampak kusut wajahnya, sebagai seorang ibu iya paham jika putranya tengah membutuhkan ketenangan.
Eva, istri Adzkhan saat ini mengikuti suaminya ke kantor. Hari ini ia berencana makan siang bersama dengan sahabat lamanya. Di perjalanan Eva membahas perjodohan yang tengah mereka rencanakan untuk putra sulungnya. Adzkhan setuju jika Elzar di jodohkan dengan putri sahabat istrinya, karena selain kerja sama dan persahabatan juga untuk menampik berita miring yang selalu ia dengar dari para karyawan kantor, yaitu Elzar digosipkan gay.
Sedangkan Elzar saat ini tengah berada di ruangan kantornya di temani berkas yang menggunung, ia mengacak rambutnya frustasi. Sungguh sejak semalam bayangan perempuan yang ia tolong justru terus menari dalam ingatannya, membuatnya susah tidur dan sekarang konsentrasi pada pekerjaan pun ambyar.
“Aarrrggg, sialan!” Umpat Elzar pelan.
Elzar sempat berpikir untuk mendatangi rumah perempuan yang ia tolong, tapi gengsi dalam diri Elzar justru menguasai. Ia malah menampik rasa suka pada gadis itu, tapi juga penasaran. Tidak lama Elzar mendapat pesan dari mamanya yang mengajak makan siang bersama. Tumben sekali batin Elzar. Karena tidak ambil pusing, akhirnya Elzar melanjutkan pekerjaannya walaupun sulit konsentrasi.
***
Rak-rak buku berjejer, menampilkan deretan warna buku yang menarik perhatian, aroma khas buku-buku baru menguar memenuhi ruangan. Di sinilah Raquel dan Daza berada, di sebuah toko buku ternama di kotanya. Mereka tengah menyusuri setiap rak untuk menemukan buku yang mereka cari, lebih tepatnya Daza sedang membantu adiknya mencari novel untuk mengalihkan rasa galau pada hatinya.
“Ra, udah ketemu belum?” Tanya Daza yang sudah mulai jengah. Mereka berdua sudah memutari toko itu hampir satu jam, tapi Raquel tampaknya belum mendapatkan apa yang ia mau.
“Belum, bentar lagi ya kak.” Setelah mengatakan itu Raquel pergi menuju lantai rak selanjutnya.
Bruk
“Eh, maaf kak gak sengaja,” ucap Raquel pada sosok laki-laki yang tanpa sengaja ia tabrak.
Laki-laki itu memungut sebuah buku yang bertuliskan ensiklopedia sains. Tatapan Raquel dengan laki-laki itu bertemu. Dalam beberapa detik mereka saling menyelami. Hingga suara Daza membuat kedua anak manusia ini tersadar.
“Ra, ada apa?” Tanya Daza dengan alis berkerut.
“Eh kak, ini aku tidak sengaja menabrak kakak ini tapi aku udah minta maaf kok,” sahut Raquel dengan cepat.
Daza menatap laki-laki itu dengan kening berkerut seolah mengingat sesuatu. Hingga senyum di bibir Daza terbit. “Lo Edgar bukan? Anak bungsu keluarga Fahrari?” Pertanyaan tersebut tentu membuat Raquel menaikan alisnya, rupanya kakaknya ini mengenal laki-laki itu.
“Iya benar, aku juga satu kampus dengan Raquel hanya beda fakultas saja,” sahut Edgar dengan ramah dan senyum yang terukir pada bibirnya tampak menambah kesan tampan.
“Loh, iyakah? Memangnya kakak di fakultas apa?” Tanya Raquel penasaran.
“Di fakultas kedokteran, kamu anak fakultas management dan bisnis kan? Kalau tidak salah kamu adalah gadis yang kemarin sempat viral di kampus itu kan?” Pertanyaan Edgar sukses membuat Raquel membulatkan matanya. Ia baru ingat jika kemarin di kampus sempat heboh aksinya yang melabrak sang kekasih yang tengah ketahuan selingkuh. Haiss malunya.
Daza yang bisa melihat raut wajah adiknya langsung mengalihkan pembicaraan tersebut. Ia sedikit basa-basi membahas masalah bisnis, tidak lama kemudian Daza pamit untuk pulang lebih dulu bersama Raquel. Di kasir Daza dengan cepat menyelesaikan pembayaran novel yang Raquel ambil.
Masih ditempat yang sama Edgar tidak mengalihkan pandangannya dari Raquel yang selama ini ia sukai diam-diam. Siapa sangka jika Raquel adalah adik dari rekan bisnis papanya. Hingga bayangan Raquel tidak terlihat, barulah Edgar pergi toko buku tersebut.
“Kali ini gue harus mulai berjuang buat luluhin hati Raquel.” gumam Edgar dengan senyum yang terus terukir pada bibirnya.
Edgar yang sudah memasuki mobilnya segera pergi ke kantor abangnya. Entah apa yang terjadi, tapi baru saja ia menerima pesan dari abangnya agar dirinya segera ke kantor karena ada hal mendesak. Pikiran Edgar sedikit berkelana, ada guratan khawatir yang tampak jelas pada wajahnya saat menerima pesan dari abangnya. Ia takut abangnya kenapa-kenapa karena tadi pagi tampak berantakan.
Sesampainya di kantor Edgar segera menuju ruangan abangnya. Sebelum masuk ia lebih dulu mengetuk pintu, barulah masuk.
“Ada hal penting apa bang?” Tanya Edgar tanpa basa-basi.
Tampak Elzar menghela nafas, lalu menatap adiknya dengan tatapan lelah. “Gue langsung aja bilang ini, lo tahu jika papa sama mama hari ini makan siang bersama sahabatnya itu ternyata sedang mengatur perjodohan antara gue dan anak sahabatnya.” Edgar yang mendengar hal itu hanya terdiam menunggu abangnya selesai bicara.
“Gue gak mau dijodohin, gue udah nemu perempuan yang bisa bikin hati gue bergetar bahkan pikiran gue bisa dipenuhi sama dia sampai gak bisa tidur.” Alis Edgar tertarik ke atas.
“Jadi, lo semalam gak bisa tidur karena ini? Kenapa gak lo jelasin ke papa sama mama aja lah bang dan juga lo kenalin tuh perempuan,” usul Edgar dengan antusias.
“Masalahnya gue belum tahu nama perempuan itu dan gue tidak punya nomor ponselnya untuk menghubungi,” tentu hal ini membuat Edgar terkejut. “Gue minta tolong sama lo kali ini bantu gue sebagai abang lo, gue harus cari perempuan itu, sedangkan makan siang papa dan mama itu gue serahkan sama lo.”
Elzar segera pergi meninggalkan ruang kerjanya dan menyisakan Edgar sendiri yang sedang bergelut dengan pikirannya.
“Aiisss apes banget!” Gerutu Edgar dengan wajah tidak bersahabat.
Ini adalah hari ketiga Raquel dan bayinya dirawat di rumah sakit. Hari ini mereka diizinkan untuk pulang, Elzar begitu bersemangat menyiapkan sambutan untuk si kembar bahkan kakek dan neneknya juga mempersiapkan kado yang begitu istimewa apalagi mereka adalah cucu pertama mereka. Raquel berjalan dibantu oleh Elzar sedangkan kedua bayi kembarnya di gendong oleh Reima dan Eva. Mereka berdua yang baru menyandang gelar nenek itu begitu antusias bahkan memamerkan cucu tampan mereka di grup arisan ibu-ibu. “Sayang, hati-hati kalau ada yang sakit atau ngerasa gak nyaman cepet bilang!” Ucap Elzar lembut tapi tatapannya begitu tegas. “Iya mas,” jawab Raquel dengan senyum yang mengembang. Sekali lagi Raquel bersyukur punya suami yang begitu peduli, sayang dan penuh cinta bahkan rela mengorbankan nyawa demi dirinya. Dulu ia begitu tidak yakin menjalani rumah tangga ini, mengingat ia dan Elzar dijodohkan. Tapi siapa sangka jika cinta itu tumbuh bahkan semakin subur. Mobil yang mereka tumpang
Seharian ini Elzar begitu betah duduk menemani istrinya yang menyusui si kembar, meskipun sejak tadi Elzar sedikit cemberut lantaran Raquel begitu sibuk dengan si kembar dia merasa tersisihkan. Sedangkan Raquel hanya tersenyum menatap suaminya, sungguh sekarang Elzar kekanakan apa dia lupa bahwa si kembar itu hasil dari ulahnya. “Mas kamu kenapa sih, wajahmu sudah seperti baju kusut,” Elzar yang mendengar itu hanya mendengus lalu memalingkan wajahnya. “Gak apa-apa hanya saja sekarang aku punya saingan tidak hanya satu melainkan dua dan itu sungguh menjengkelkan,” sahut Elzar sambil mendusel di ceruk leher istrinya. Raquel akhirnya tak bisa menahan tawanya, sungguh ini lucu sekali. Bagaimana mungkin seorang ayah cemburu dengan anak sendiri dan merasa bahwa si kembar saingannya. Setelah si kembar tidur semua di box bayi Raquel menyuruh suaminya mendekat lalu memeluknya lama sekali. Sungguh meskipun ia mengalami hal yang tak terduga sebelumnya ia tidak merasa trauma hanya tidak menyang
Dalam ruang yang tampak putih bersih, tapi dinginnya menusuk tulang. Disana Raquel terbaring siap menjalani operasi caesar, karena mengalami pendarahan bahkan air ketubannya juga merembes di tambah kondisi Raquel juga tidak baik-baik saja membuat dokter segera mengambil tindakan operasi untuk menyelamatkan bayi dan ibunya. Daza hanya mampu diam di ruang tunggu, sungguh hatinya gelisah, jantungnya berdebar bahkan keringat terus menetes menggambarkan betapa takutnya Daza terjadi sesuatu pada Raquel adik perempuannya satu-satunya. Tidak lama Elzar datang dengan penampilan yang kacau bahkan ada luka di pelipisnya dengan darah yang sudah mengering, lalu disusul Reima dan Eva yang tak kalah panik bahkan Reima langsung memeluk Daza lalu menangis dalam pelukan putra sulungnya. Elzar hanya bisa berdiri terdiam di depan ruang operasi yang lampunya masih menyala itu tandanya operasi masih berjalan dengan lancar, ia hanya bisa memanjatkan doa merayu sang penciptanya agar anak dan istrinya selama
Arsenal mengeraskan rahangnya saat mendapatkan pesan dari papanya yang memberitahu bahwa dia berhasil menyekap Raquel. Dalam benak Arsenal bukan bersyukur karena dengan cara itu ia bisa menikahi Raquel tapi justru bagaimana cara mengelabui papanya untuk bisa menyelamatkan Raquel. Arsenal mengemudikan mobilnya dengan kecepatan di atas rata-rata untuk bisa sampai di mansion Alexander. Sedangkan Daza dan Elzar dibuat kalang kabut setelah tahu bahwa Raquel di culik oleh orang suruhan Barra yang menyamar menjadi supir taxi. Edgar yang berada di kampus tak kalah panik, ia langsung mencari Arsenal dan menghajar laki-laki itu karena Edgar berpikir jika semua ini karena Barra sebagai papa Arsenal menuruti ambisi anaknya yang terobsesi pada Raquel. Tapi nihil ia tidak menemukan Arsenal, Edgar segera menuju rumah abangnya tapi di sana hanya ada mama Reima dan mama Eva yang menangis di ruang tamu. “Tante, mama!” Teriak Edgar yang juga syok melihat dua wanita itu menangis. “Edgar tolong bantu
Raquel hari ini ingin bersantai di rumah, tapi saat mama dan mertuanya sibuk di dapur ponselnya berdering. Disana tertera nama salah satu teman akrabnya ketika di kampus, tanpa pikir panjang ia mengangkat panggilan itu tapi seketika sambungan terputus. Raquel mengernyitkan keningnya heran, lalu ia menerima pesan di sana rupanya temannya yang tadi menelepon mengajaknya bertemu di cafe tidak jauh dari rumahnya. “Gpp lah keluar sebentar,” gumam Raquel sambil berjalan ke dapur untuk pamit ke mama dan mertuanya, tidak lupa mengirim pesan pada suaminya. Raquel berjalan menuju garasi tapi entah kebetulan atau apa sopir yang biasanya mengantar jemput tidak masuk karena istrinya sakit, jadilah Raquel memesan taxi online tanpa sepengetahuan suaminya. Taxi itu melaju ke tempat di mana Raquel janjian dengan temannya. Tapi ditengah perjalanan ketika di pertigaan yang seharusnya berbelok justru taxi itu lurus dan melaju semakin kencang. Raquel mulai curiga, tapi bersikap tenang daj tidak panik.
Malam ini sungguh Elzar merasa bahagia, selain karena mendapatkan haknya juga karena merasa lega karena Daza sebagai kakak iparnya telah mengirim seorang sniper handal untuk mengawasi Raquel dari jarak jauh. Sungguh awalnya ia merasa pusing dengan masalah yang ada apalagi nyawa istri dan calon anaknya terancam tapi siapa sangka tadi Daza menghubunginya dan mengatakan bahwa ia juga tahu apa yang tengah Elzar pikirkan. Bukan tidak mau bercerita pada papa mertua ataupun kakak iparnya tapi Elzar sadar jika Raquel bukan lagi tanggung jawab mereka melainkan sudah berpindah pada dirinya sepenuhnya. “Mas gak tidur?” Suara itu serak dengan mata terpejam dan tubuh yang hanya berbalut selimut. “Sebentar lagi sayang, kamu lanjut tidur ya mas ada sedikit kerjaan.” Jawab Elzar dengan sebelah tangan yang mengelus kepala istrinya sedangkan sebelah lagi ia gunakan untuk mengetik pesan. Ia kira harus berpuasa sampai anak mereka lahir apalagi tadi pagi sempat merasakan kram. Nyatanya kata dokter tida
Elzar terdiam cukup lama, ia sedang memikirkan semua ucapan Arsenal. Jika kalian bertanya apakah Elzar percaya begitu saja jawabannya tidak, ia masih harus menyelidiki kebenarannya. Meira melakukan kejahatan karena tekanan dari pamannya, Vitto tapi apakah benar jika hatinya baik atau semua yang Arsenal sampaikan tadi hanyalah trik agar dirinya goyah. Sekarang tujuan Elzar adalah papanya, Adskhan ia harus memberitahu papanya perihal Arsenal yang tiba-tiba mengajaknya bicara berdua bahkan memberikan sebuah rekaman suara dan itu suara Barra yang tak lain papanya Arsenal sendiri dengan Vitto pamannya Meira. “Jika Vitto masih saja mengusik keluarganya gue, bakalan gue pastikan dia mati di tangan gue!” gumam Elzar yang menggenggam erat setirnya.Mobil elzar melaju dengan kecepatan tinggi menuju mansionnya sendiri, ia harus mengantarkan obat istrinya dan segera menemui papanya. Adskhan sendiri merasa tidak beres dengan putranya yang tiba-tiba menelepon segera membatalkan meeting dan memilih
Malam ini Elzar tidak bisa tidur, sungguh ia merasa cemas dan khawatir. Duduk di samping istrinya yang tidur tapi ia sendiri sejak tadi tidak bisa tidur. Informasi dari papanya kali ini membuatnya tidak tenang. Jika itu tentang Arsenal dan Meira ia masih bisa tenang tapi ini Barra dan Vitto, astaga bagaimana jika mereka memiliki rencana yang kelewat licik dari Arsenal. Ia memandangi istrinya yang tidur, wajah itu cantik dan begitu memikat pantas saja Arsenal gagal move on karena daya tariknya luar biasa memang istrinya itu. “Semoga semua baik-baik saja ya sayang,” ia kecup lama kening istrinya. Baru kali ini ia merasa gelisah sampai tidak bisa tidur. Ingatannya kembali pada siang hari di mana ia memergoki istrinya tengah bersama Arsenal lebih tepatnya Raquel jatuh dan yang menahan tubuh istrinya agar tidak jatuh ke tanah adalah Arsenal. Siang tadi ia memang memukul wajah Arsenal sampai babak belur, tapi Elzar juga.melihat sorot mata Arsenal tidak seperti biasanya. Awalnya ia hanya m
Raquel merasa bosan jika hanya di dalam ruangan Elzar, dengan perut buncitnya ia berjalan-jalan di sekitar kantor sekalian membeli cireng langgananya. Entah kenapa sejak hamil Raquel menyukai jajanan pinggir jalan seperti telur gulung, cireng dan kawan-kawan. Elzar sudah berulang kali melarang untuk tidak mengkonsumsi itu tapi mau bagaimana lagi rasa ingin itu lebih dominan dan kata mama Reima itulah ngidam. Setelah puas membeli jajan Raquel ingin kembali ke kantor suaminya tapi saat sampai halaman ia bertemu dengan Arsenal. “Mau apa lo?” Raquel mundur selangkah, dengan tatapan penuh was-was siapa yang tidak takut jika laki-laki di hadapannya pernah menculiknya bahkan ingin menikahinya secara paksa. “Gue perlu bicara empat mata sama kamu Ra, ini bukan tentang perasaanku lagi tapi tentang keselamatan Elzar, kamu serta bayi dalam kandunganmu,” Arsenal tetap berusaha membujuk tapi lagi-lagi Raquel justru melangkah mundur. “Pergi!” Karena panik Raquel tidak memperhatikan langkahnya dan