Siang ini Raquel masuk kelas dengan tampang kusut, tidak seperti biasanya yang ceria dan murah senyum. Salah satu teman Raquel merasa heran karena wajah Raquel tampak muram, dia adalah Anna teman satu-satunya yang lumayan dekat dengan Raquel. Bukan Raquel di kucilkan tapi memang dia lebih suka punya teman sedikit tapi tidak munafik apalagi cuman memanfaatkan. Meskipun ia dan Anna dekat tapi belum bisa dibilang sahabat.
“Lo kenapa Ra?” Tanya Anna dengan hati-hati.
“Gak tau, tapi gue hari ini bad mood dan gak niat masuk kelas,” sahutnya dengan cemberut.
“Kalau ada masalah cerita aja!” Raquel hanya menjawab dengan gelengan. Anna yang paham jika Raquel tidak mau diganggu akhirnya diam.
Kelas terus berlanjut hingga selesai. Dengan kasar Raquel memasukkan buku catatan ke dalam tas dan beranjak pergi. Ia berencana ke sebuah tempat untuk menenangkan otaknya yang lumayan berisik. Di depan kampus Raquel langsung memasuki taksi yang sudah dipesan melalui online. Ia mengatakan sebuah alamat pada supir.
Berkali-kali Raquel menghela nafas dengan kasar. Sungguh kejadian tadi pagi di kantor Elzar benar-benar membuatnya bad mood seharian. Gila aja dia dikira godain Elzar, padahal dia menolak perjodohan ini. Justru Elzarlah yang tampak terus mendekati Raquel.
Setelah satu jam perjalanan sampailah taksi yang ditumpangi Raquel di sebuah danau dengan pemandangan yang lumayan asri. Raquel menghirup udara sejuk dalam-dalam sambil memejamkan mata, senyumnya mengembang dengan mata yang berbinar menatap pemandangan sekitar danau. Ia berjalan menuju bangku panjang dekat danau dengan langkah ringan.
“Akhirnya gue bisa menenangkan pikiran di sini lagi,” gumamnya pelan dengan senyum yang terus mengembang.
Danau itu adalah tempat favorit Raquel, terutama jika banyak pikiran atau suntuk dengan tugas kuliah pasti ia pergi ke danau ini. Tidak jauh dari tempat Raquel duduk ada sepasang mata yang terus menatap ke arah perempuan itu tanpa berkedip bahkan tanpa sadar langkahnya terus mendekat dimana Raquel berada.
“Kenapa gak ngabarin aku kalau mau kesini?” Suara bariton itu membuat Raquel berjingkat dan langsung menoleh ke sumber suara.
“Ngapain sih ngikutin gue kesini?” Sahut Raquel dengan kesal. Wajahnya yang semula ceria berubah cemberut.
“Ya nemenin calon istri lagi bad mood,” jawaban Elzar justru semakin membuat Raquel kesal dan berniat pergi dari sana, tapi tangannya langsung di cekal oleh Elzar.
“Sudah disini saja, aku temenin!” entah sihir apa tapi Raquel dengan mudah menurut, hal ini tidak seperti biasanya.
Sudah dua jam lamanya mereka berdua duduk di tepi danau dan saling diam, Raquel terus memandang ke arah Danau dan sesekali senyumnya tersungging. Elzar diam-diam memperhatikan Raquel yang tampak cantik. Hingga tanpa terasa senja mulai menampakkan diri. Udara semakin terasa sejuk, Elzar melepas jas kantornya lalu ia pakaikan pada pundak Raquel.
“Biar gak dingin,” ucap Elzar dengan senyum yang tersungging.
Raquel terdiam dengan pandangan mata yang bertubrukan dengan Elzar, entah kenapa jantungnya berdebar dengan hebat dan menjadi salah tingkah. Padahal dulu Raquel saat bersama mantannya tidak merasakan hal seperti ini. Dengan cepat Raquel memalingkan wajahnya, sedangkan Elzar semakin tersenyum lebar.
Elzar tahu jika calon istrinya itu tengah salah tingkah dan gugup, ekspresi seperti itu justru semakin menggemaskan di mata Elzar. Karena hari semakin gelap, akhirnya mereka memutuskan pulang bersama. Tidak ada percakapan saat perjalanan karena Raquel sibuk dengan ponselnya.
Tanpa Raquel sadari jika mobil Elzar berhenti di sebuah warung makan lesehan pinggir jalan. “Ayok turun, kita makan malam dulu di sini!” Ucap Elzar yang menarik kesadaran Raquel.
Tanpa banyak protes Raquel langsung turun dan memilih menu kesukaannya yaitu ayam bakar. Elzar tidak menyangka jika Raquel mau makan di tempat seperti ini, bahkan calon istrinya itu terlihat nyaman-nyaman saja.
“Kamu gak keberatan makan disini?” Tanya Elzar dengan hati-hati, ia tahu jika calon istrinya tidak mempermasalahkan diajak makan di warung lesehan pinggir jalan tapi ia ingin mendengar sendiri dari bibir Raquel.
“Kenapa keberatan? Disini bersih dan juga gue lebih suka makanan di lesehan begini, rasanya gak kalah sama restoran,” sahut Raquel dengan santai.
Elzar mengangguk setuju, ia kira hanya dirinya sendiri yang mengira bahwa makanan lesehan itu lebih enak dari restoran mewah, nyatanya calon istrinya juga sama. Beruntungnya dia ternyata Raquel satu frekuensi dengan dirinya.
Selesai makan mereka berdua melanjutkan perjalanan, karena masih setengah tujuh malam Elzar mengajak Raquel ke apartemennya dulu karena ia perlu ngobrol serius dengan Raquel kali ini. Awalnya Raquel menolak, tapi Elzar menunjukkan pesan yang dikirim ke calon papa mertua. Tentu Raquel menyetujui dengan syarat jam sembilan harus diantar pulang.
Sesampainya di apartemen milik Elzar, matanya menatap sekeliling dan cukup membuat Raquel takjub. Apartemennya cukup elegan dan bersih bahkan wangi. Ia kira apartment cowok itu berantakan dan yah biasa aja. Elzar segera mengambil minuman dingin dan beberapa cemilan. Dan disinilah mereka berdua berada, di ruang tamu. Mereka duduk saling berhadapan, Elzar menatap Raquel dengan tegas tapi justru yang ditatap mendadak gugup.
“Ra, saya tau perjodohan ini bukan keinginan kamu. Tapi saya akan menegaskan sekali lagi bahwa saya menerima perjodohan ini,” ucap Elzar yang mengawali obrolan dengan calon istrinya. Jujur ia juga merasa gugup saat berhadapan dengan Raquel dengan suasana yang sunyi.
“Tapi kak, pernikahan ini bukan permainan dan seumur hidup itu lama. Kita tidak saling mencintai, apa jadinya jika rumah tangga tanpa cinta?” Sahutan Raquel kali ini justru membuat Elzar terkekeh. Tentu Raquel merasa heran, sedang serius kenapa dia tertawa.
“Ra, kamu tidak pernah dengar istilah jawa?” Raquel merasa bingung dan menggelengkan kepala pelan. “Witing tresno jalaran soko kulino alias cinta tumbuh karena terbiasa, dulu orang tua ku juga dijodohkan dan tidak saling cinta.” Raquel terdiam, ia baru ingat bahkan kedua orang tuanya sendiri dulu juga dijodohkan tapi mereka harmonis dan saling mencinta sampai sekarang.
Helaan nafas Raquel terdengar, Elzar menyunggingkan senyum miring karena Raquel tidak kembali menjawab ucapannya. Elzar akhirnya mencairkan suasana sunyi itu dengan melanjutkan obrolan dengan Raquel lebih santai. Ia menceritakan banyak hal tentang kehidupannya termasuk privasinya pada Raquel agar tidak menimbulkan salah paham kedepannya. Disini Raquel cukup terkejut karena laki-laki di depannya ini sangat luwes menceritakan banyak hal tentang kehidupannya bahkan yang menurutnya privasi pun diceritakan.
“Sekarang giliran kamu Ra, kamu tidak ingin cerita padaku tentang masa lalumu atau tentang kekasihmu?” Raquel terdiam, sungguh ia tidak ingin mengingat tentang pengkhianatan mantan kekasihnya itu. Elzar tersenyum miring dengan satu alis terangkat. Ia mengetahui semua tentang calon istrinya tapi ia juga ingin mendengar sendiri dari Raquel.
Ini adalah hari ketiga Raquel dan bayinya dirawat di rumah sakit. Hari ini mereka diizinkan untuk pulang, Elzar begitu bersemangat menyiapkan sambutan untuk si kembar bahkan kakek dan neneknya juga mempersiapkan kado yang begitu istimewa apalagi mereka adalah cucu pertama mereka. Raquel berjalan dibantu oleh Elzar sedangkan kedua bayi kembarnya di gendong oleh Reima dan Eva. Mereka berdua yang baru menyandang gelar nenek itu begitu antusias bahkan memamerkan cucu tampan mereka di grup arisan ibu-ibu. “Sayang, hati-hati kalau ada yang sakit atau ngerasa gak nyaman cepet bilang!” Ucap Elzar lembut tapi tatapannya begitu tegas. “Iya mas,” jawab Raquel dengan senyum yang mengembang. Sekali lagi Raquel bersyukur punya suami yang begitu peduli, sayang dan penuh cinta bahkan rela mengorbankan nyawa demi dirinya. Dulu ia begitu tidak yakin menjalani rumah tangga ini, mengingat ia dan Elzar dijodohkan. Tapi siapa sangka jika cinta itu tumbuh bahkan semakin subur. Mobil yang mereka tumpang
Seharian ini Elzar begitu betah duduk menemani istrinya yang menyusui si kembar, meskipun sejak tadi Elzar sedikit cemberut lantaran Raquel begitu sibuk dengan si kembar dia merasa tersisihkan. Sedangkan Raquel hanya tersenyum menatap suaminya, sungguh sekarang Elzar kekanakan apa dia lupa bahwa si kembar itu hasil dari ulahnya. “Mas kamu kenapa sih, wajahmu sudah seperti baju kusut,” Elzar yang mendengar itu hanya mendengus lalu memalingkan wajahnya. “Gak apa-apa hanya saja sekarang aku punya saingan tidak hanya satu melainkan dua dan itu sungguh menjengkelkan,” sahut Elzar sambil mendusel di ceruk leher istrinya. Raquel akhirnya tak bisa menahan tawanya, sungguh ini lucu sekali. Bagaimana mungkin seorang ayah cemburu dengan anak sendiri dan merasa bahwa si kembar saingannya. Setelah si kembar tidur semua di box bayi Raquel menyuruh suaminya mendekat lalu memeluknya lama sekali. Sungguh meskipun ia mengalami hal yang tak terduga sebelumnya ia tidak merasa trauma hanya tidak menyang
Dalam ruang yang tampak putih bersih, tapi dinginnya menusuk tulang. Disana Raquel terbaring siap menjalani operasi caesar, karena mengalami pendarahan bahkan air ketubannya juga merembes di tambah kondisi Raquel juga tidak baik-baik saja membuat dokter segera mengambil tindakan operasi untuk menyelamatkan bayi dan ibunya. Daza hanya mampu diam di ruang tunggu, sungguh hatinya gelisah, jantungnya berdebar bahkan keringat terus menetes menggambarkan betapa takutnya Daza terjadi sesuatu pada Raquel adik perempuannya satu-satunya. Tidak lama Elzar datang dengan penampilan yang kacau bahkan ada luka di pelipisnya dengan darah yang sudah mengering, lalu disusul Reima dan Eva yang tak kalah panik bahkan Reima langsung memeluk Daza lalu menangis dalam pelukan putra sulungnya. Elzar hanya bisa berdiri terdiam di depan ruang operasi yang lampunya masih menyala itu tandanya operasi masih berjalan dengan lancar, ia hanya bisa memanjatkan doa merayu sang penciptanya agar anak dan istrinya selama
Arsenal mengeraskan rahangnya saat mendapatkan pesan dari papanya yang memberitahu bahwa dia berhasil menyekap Raquel. Dalam benak Arsenal bukan bersyukur karena dengan cara itu ia bisa menikahi Raquel tapi justru bagaimana cara mengelabui papanya untuk bisa menyelamatkan Raquel. Arsenal mengemudikan mobilnya dengan kecepatan di atas rata-rata untuk bisa sampai di mansion Alexander. Sedangkan Daza dan Elzar dibuat kalang kabut setelah tahu bahwa Raquel di culik oleh orang suruhan Barra yang menyamar menjadi supir taxi. Edgar yang berada di kampus tak kalah panik, ia langsung mencari Arsenal dan menghajar laki-laki itu karena Edgar berpikir jika semua ini karena Barra sebagai papa Arsenal menuruti ambisi anaknya yang terobsesi pada Raquel. Tapi nihil ia tidak menemukan Arsenal, Edgar segera menuju rumah abangnya tapi di sana hanya ada mama Reima dan mama Eva yang menangis di ruang tamu. “Tante, mama!” Teriak Edgar yang juga syok melihat dua wanita itu menangis. “Edgar tolong bantu
Raquel hari ini ingin bersantai di rumah, tapi saat mama dan mertuanya sibuk di dapur ponselnya berdering. Disana tertera nama salah satu teman akrabnya ketika di kampus, tanpa pikir panjang ia mengangkat panggilan itu tapi seketika sambungan terputus. Raquel mengernyitkan keningnya heran, lalu ia menerima pesan di sana rupanya temannya yang tadi menelepon mengajaknya bertemu di cafe tidak jauh dari rumahnya. “Gpp lah keluar sebentar,” gumam Raquel sambil berjalan ke dapur untuk pamit ke mama dan mertuanya, tidak lupa mengirim pesan pada suaminya. Raquel berjalan menuju garasi tapi entah kebetulan atau apa sopir yang biasanya mengantar jemput tidak masuk karena istrinya sakit, jadilah Raquel memesan taxi online tanpa sepengetahuan suaminya. Taxi itu melaju ke tempat di mana Raquel janjian dengan temannya. Tapi ditengah perjalanan ketika di pertigaan yang seharusnya berbelok justru taxi itu lurus dan melaju semakin kencang. Raquel mulai curiga, tapi bersikap tenang daj tidak panik.
Malam ini sungguh Elzar merasa bahagia, selain karena mendapatkan haknya juga karena merasa lega karena Daza sebagai kakak iparnya telah mengirim seorang sniper handal untuk mengawasi Raquel dari jarak jauh. Sungguh awalnya ia merasa pusing dengan masalah yang ada apalagi nyawa istri dan calon anaknya terancam tapi siapa sangka tadi Daza menghubunginya dan mengatakan bahwa ia juga tahu apa yang tengah Elzar pikirkan. Bukan tidak mau bercerita pada papa mertua ataupun kakak iparnya tapi Elzar sadar jika Raquel bukan lagi tanggung jawab mereka melainkan sudah berpindah pada dirinya sepenuhnya. “Mas gak tidur?” Suara itu serak dengan mata terpejam dan tubuh yang hanya berbalut selimut. “Sebentar lagi sayang, kamu lanjut tidur ya mas ada sedikit kerjaan.” Jawab Elzar dengan sebelah tangan yang mengelus kepala istrinya sedangkan sebelah lagi ia gunakan untuk mengetik pesan. Ia kira harus berpuasa sampai anak mereka lahir apalagi tadi pagi sempat merasakan kram. Nyatanya kata dokter tida