Mag-log in"Pilihlah!"
Alea mendongak bingung menatap suaminya yang pagi ini melempar beberapa map di atas ranjang. Pria yang masih sibuk memasang dasi sambil berdiri itu tidak memberikan penjelasan lagi meski Alea menunggunya bersuara lagi. "Baca itu, bodoh!" maki Ares gemas sambil menunjuk map yang berserakan di hadapan istrinya. Alea pun membuka tanpa bertanya lagi. Begitu melihat isi berkas tersebut, perempuan itu semakin mengernyit bingung. "Untuk apa data jabatan dan jobdesk ini?" tanya Alea heran. "Aku memberimu pekerjaan. Daripada kau bosan dan memilih mencoba hal baru seperti bunvh diri. Lebih baik kau menghasilkan uang," jawab Ares sambil berkacak pinggang. Alea yang tidak percaya dengan tawaran itu, sontak mengerjap terkejut. "Benarkah?! Aku boleh bekerja?!" tanya perempuan itu heboh. Sejenak, Ares ikut terkejut begitu menyadari istrinya bisa heboh juga. Biasanya, sejak kali pertama melihatnya, perempuan itu begitu pasif dan kalem. Bahkan saat Ares mengangkanginya semalaman, Alea tidak banyak bertingkah dan mendesah seperti wanita yang ia tiduri lainnya. Apa bekerja terdengar lebih menyenangkan ketimbang ber cinta dengan suaminya sendiri? "Kau senang?" tanya Ares setelah memberikan anggukan pada pertanyaan antusias Alea. "Tentu saja. Aku tidak suka di sini. Aku tidak mau dikurung seperti kucing peliharaan olehmu," sahut Alea jujur sambil mulai membaca dengan seksama berkas-berkas itu. "Aku tidak mungkin menga wini seekor kucing!" bantah Ares sebal. Mendengar itu, pipi Alea seketika bersemu malu. "Jadi aku boleh memilih posisi apa pun di perusahaanmu?" tanya Alea memastikan. Ares mengangguk. "Pilihlah pekerjaan yang kau mau, aku sudah memilihkan beberapa posisi kosong yang tidak ada jadwal malam," jelas pria berdarah Indonesia-Belanda itu apa adanya. "Memangnya kenapa kalau pekerjaannya ada shift malam? Aku bisa saja bekerja di malam hari," tanya Alea bingung. "Dari sore sampai malam, kau ada urusan denganku! Pekerjaan ini hanya sampingan untukmu, pekerjaan pokokmu adalah membuka kaki untukku." Tidak ingin mendengar lebih banyak lagi dari suaminya, Alea pun menyerahkan map yang sudah dibacanya sedari tadi. "Aku mau bekerja di Blue Moon Entertaiment, sebagai tim humas." Alea memutuskan yang menurut Ares terlalu cepat. "Kau serius? Jangan menyesal kalau tidak betah, ya?" tanya Ares ragu. Alea mengangguk yakin. "Aku senang berinteraksi dengan banyak orang, jadi aku ingin mencoba posisi itu." Tidak ingin ambil pusing, Ares pun mengangguk dan mengambil berkas yang tadi dilemparnya. "Baiklah, besok kau boleh mulai bekerja." "Jadi hari ini tolong jangan bertingkah! Aku tidak suka perempuan yang susah diatur," pesan Ares sambil dengan iseng meremas dada Alea yang tertutup dress putih tipis tanpa bra. "Eunghh---" Alea melenguh terkejut yang langsung menerbitkan sunggingan kecil di bibir Ares. "Aku akan pulang ke rumah Mommy dan Daddy. Jangan merindukanku malam ini," goda Ares sambil mengelus punggung terbuka istrinya sensual. Diam-diam, Alea meleletkan lidah pada punggung tegap yang perlahan menghilang di ambang pintu. Dalam hati, perempuan itu bersorak karena malam ini tubuhnya bebas dari pria kelebihan hormon itu. "Pergilah lebih lama! Aku akan menikmati hidupku sendiri," gumam Alea sambil mendecih sebal. Sejenak, perempuan itu tersenyum lebar begitu mengingat besok akan keluar dari rumah ini dengan alasan bekerja. Terlebih, dia bekerja di agensi entertaiment yang bernaung pada perusahaan suaminya. Selain dapat menghirup udara luar dan menikmati kehidupan wanita karirnya lagi, ia bisa diam-diam menemui Matheo tanpa sepengetahuan Ares. Setidaknya, ada celah untuk Alea dan kekasihnya bertemu. ***** "Kenapa datang sendiri? Di mana istrimu?" Pertanyaan sebal Anyelir hanya ditanggapi Ares dengan senyum. "Aku langsung pulang dari kantor ke sini, Oma. Jadi tidak mengajaknya," jawab pria dengan netra cokelat terang itu lembut. "Seharusnya kau mengajaknya! Kalian bisa tinggal di sini supaya Oma tidak kesepian." Anyelir menyarankan sambil cemberut. "Tidak, kami masih masa pengenalan. Dia pasti tidak nyaman jika langsung tinggal dengan banyak orang," tolak Ares halus sambil meminum teh yang tadi dihidangkan pelayan. "Baiklah, tapi lain kali, bawa juga dia ke sini. Oma ingin bertemu dengan istrimu yang cantik itu," pinta Anyelir yang diangguki cucunya. "Daddy dan Mommy belum pulang ya, Oma? Aku ingin membicarakan pekerjaan dengan Daddy." Ares bertanya sambil melirik ke penjuru rumah yang sepi. "Mommy-mu masih ada urusan di Amsterdam, jadi Daddy-mu yang bucin itu menunggu dulu baru berangkat pulang. Perjalanannya kan biasanya memakan waktu 14 jam jika tidak transit, sepertinya mereka akan sampai rumah besok." Anyelir menjelaskan panjang lebar. Ares menghela berat. "Berarti aku harus menginap," sahut pria itu jengah. "Kalau begitu jemputlah istrimu! Ajak dia menginap juga!" timpal wanita yang sudah berumur lebih dari setengah abad itu antusias. Ares menggaruk tengkuk bingung. Mencoba mencari alasan agar sang istri tidak berakhir di tempat ini dan bertemu nenek apalagi orangtuanya. Karena jika melihat pergelangan Alea yang terluka beserta bekas perbuatan Ares di sekujur tubuhnya, mereka pasti akan memaki pria itu habis-habisan. Kelakuan bejatnya pada istri--yang tidak pernah Ares anggap sebagai istri itu---bisa terbongkar. "Ada teman Alea yang akan datang dan menginap, makanya aku tidak mengajaknya." Ares beralibi yang dengan cepat dipercayai oleh Anyelir. "Baiklah, istirahatlah di kamarmu. Oma mau ke kamar dulu ...," pamit wanita dengan rambut penuh uban itu sebelum kemudian meninggalkan Ares di ruang tengah sendiri. Setelah Anyelir menghilang dari ruang tengah, Ares segera naik ke lantai dua dan masuk ke kamarnya. Begitu membuka ruangan yang jarang dikunjunginya sejak lulus SMA, pandangan Ares langsung jatuh pada figura foto di atas meja. Di sana, ada foto Ares kecil bersama puluhan anak panti lain seumurannya. Di sebelah foto itu, juga ada foto kedua orangtua kandungnya. Satu-satunya foto yang tersisa sebelum pria itu diadopsi oleh Azura dan Axel---pasangan suami istri yang dulu juga sempat menetap di Belanda. Begitu netra Ares menangkap sosok anak laki-laki berkacamata yang dirangkulnya begitu erat dalam foto, pria beralis tebal itu sontak terkekeh geli. Tidak menyangka pernah sedekat itu dengan orang ini. "Dulu kau bisa merebut semuanya dariku, tapi sekarang tidak lagi," gumam Ares sambil menatap lurus anak laki-laki berdarah Kanada dalam foto. "Sekarang giliranku. Saatnya aku mengambil semua yang kau punya, Matheo ...." Iya, bocah lelaki yang ada dalam foto itu adalah Matheo---kekasih Alea. Anak laki-laki yang dulu begitu dekat dengannya adalah orang yang sama dengan kekasih istrinya. Pria yang hari ini telah Ares rebut kekasihnya, adalah orang yang sama dengan sahabatnya puluhan tahun lalu. Sahabat yang sudah dianggapnya seperti saudara sendiri. Sahabat yang juga merebut masa kecilnya, hingga Ares berakhir menjadi putra tunggal keluarga Zelardo seperti saat ini."Nyonya, Tuan Ares pulang!" Alea yang sore itu mendapat informasi dari sang pelayan sontak menoleh terkejut. Perempuan yang tengah berkutat di dapur itu sontak menghentikan kegiatan kemudian mencuci tangan."Kenapa cepat sekali? Bukankah seharusnya dia pulang minggu depan?" gumam Alea bingung.Sebelum pertanyaannya sempat terjawab oleh spekulasi yang berkeliaran di kepala, suara derap langkah yang memasuki dapur membuyarkan isi kepala Alea. Di ambang pintu dapur, Ares sejenak terpaku menyadari kehadiran istrinya yang masih mengenakan pakaian kerja formal berbalut apron; pertanda perempuan itu tengah memasak."Kenapa sudah pulang?" tanya Alea spontan.Ares melangkah menuju kulkas kemudian membukanya tanpa suara. Pria itu bahkan mengambil gelas di rak perabot dekat Alea kemudian menuangkan sebotol air dingin ke dalam gelas. Tampak tidak berniat menjawab pertanyaan istrinya sama sekali.Alea yang tidak suka diabaikan tentu saja memegangi lengan kekar suaminya yang menggenggam gelas. "Ap
"Dia pikir aku peduli?!"Alea memaki sambil menghempaskan tubuh di atas ranjang king size kamarnya. Begitu ucapan Aluna kembali melintas di benak, perempuan itu sontak berbaring tengkurap dan berteriak sebal. Dari gelagatnya saja, seluruh benda mati dalam kamar luas itu pun tahu Alea tengah berbohong pada dirinya sendiri.Sejujurnya, ia lebih dari peduli. Ia sangat memikirkan ucapan Aluna tadi."Bukankah semalam suamimu menginap di rumahku?" Pertanyaan bernada penuh ejekan itu lagi-lagi melintas di benaknya.Dan Alea sama sekali tidak mengerti kenapa sekarang dia merasa begitu murka."Ares sialan! Kau pikir aku peduli dengan siapa saja kau tidur?" gumam perempuan itu sambil meremas bantal yang berhasil tangannya gapai."Aku punya kekasih. Jika ingin, aku juga bisa tidur dengan pria lain!" maki Alea sambil bangkit dan berlalu menuju kamar mandi.Sepertinya ia harus menyegarkan pikiran. Supaya bayangan Ares dan Aluna yang memadu kasih di kepala segera enyah.Siapa peduli Ares berbohong
"Hari ini ada syuting film artis agensi kita di dekat kantor. Ada yang mau pergi menonton?" Pak Tama bertanya pada timnya yang sore ini terlihat merapikan meja, bersiap-siap untuk pulang."Aku mau pergi!" Aira, salah satu karyawan magang berponi rata menyahut antusias.Perempuan itu bahkan mengangkat tangan kelewat tinggi, membuat Alea dan Rindi terkekeh geli dengan tingkahnya."Kalian pergilah, aku masih ada urusan dengan tim pemasaran." Bu Naya selaku kepala tim humas pamit dan berlalu keluar ruangan."Aku juga akan ikut menemani Aira," sahut Rindi sambil merangkul karyawan magang yang lebih muda darinya tersebut."Kak Alea, kau juga ikut, ya?" ajak Aira semangat yang tentu saja diangguki Alea tak kalah antusias.Setidaknya ia tidak pulang cepat hari ini. Lagipula, Ares juga sedang di luar negeri. Perempuan itu bisa bermain sesuka hati sampai kapan pun. Apalagi sekarang ia sudah punya supir pribadi.Setelah Pak Tama pamit sambil menitipkan beberapa berkas padanya, ketiga perempuan d
"Ares ...."Panggilan dari ambang pintu membuat pria yang malam ini mengenakan pakaian kerja lengkap perlahan menoleh. Begitu mendapati presensi sang istri dengan pakaian yang lebih rapi darinya, Ares sontak menyunggingkan senyum.Senyum yang diam-diam membuat Alea menunduk gugup.Di ambang pintu ruang kerja Ares yang berada di lantai dua, Alea berdiri dengan setelan kemeja putih ketat serta rok selutut. Tampak normal sebenarnya, tapi mengingat apa yang akan mereka lakukan malam ini, membuat penampilan perempuan itu terlihat berbeda.Tidak seperti hari biasanya, lipstick perempuan itu bahkan berwarna merah menyala. Sedang rambutnya terkuncir satu cukup tinggi. Jangan lupakan buah dada Alea yang tampak seolah akan meledak keluar dari kancing kemejanya yang ketat.Rok hitam yang sama sempit itu bahkan membuat lekuk pinggul istrinya terlihat jelas. Dengan pakaian serapi itu, Ares bahkan bisa membayangkan tubuh telan jang Alea di balik pakaian."Pakaiannya terlalu kecil ...," komentar Ale
"Aku sudah siap!"Ares menatap tajam perempuan yang baru saja tiba di hadapannya dengan antusias. Lengkap beserta setelan kemeja biru muda dipadu rok span berwarna putih setinggi lutut."Kau mau bekerja atau menggoda pria?!" tanya Ares sinis sambil bersedekap dada.Alea memandangi penampilannya dari atas sampai bawah. "Apakah ini terlalu terbuka? Biasanya aku memakai pakaian seperti ini saat bekerja ...." Perempuan yang hari ini mengikat rambutnya tinggi menggumam bingung.Ares mendengkus namun tak ayal bangkit dan segera merangkul pinggang ramping sang istri. "Sudahlah, lupakan saja!" sahutnya kemudian menggiring Alea keluar rumah.Setelah keduanya pergi dengan mobil hitam metalic milik Ares, Alea terus tersenyum sepanjang perjalanan menuju kantor. Ares yang menyadari itu kali ini tidak berminat merecoki."Berarti kantorku dan kantormu berbeda lokasi, kan?" tanya Alea memastikan."Iya. Tenang saja, jaraknya sekitar satu koma dua kilometer dari kantor pusat. Aku tidak sering mengunjun
"Dia benar-benar tidak pulang ...." Alea menggumam pelan sambil memandangi halaman kediaman Ares yang luas.Lily yang melihat majikannya tengah berdiri di ambang pintu utama dengan baju tidur berbahan satin berwarna soft pink, sontak berlari menghampiri dengan panik."Nyonya Alea kenapa berdiri di sana? Nanti masuk angin ...," ucap pelayan cantik itu membuat Alea menoleh gelagapan."Hah? Tidak apa-apa ... aku hanya bosan di dalam," jawab Alea kikuk."Tunggu sebentar, Nyonya!" pinta perempuan berseragam hitam putih itu sebelum kemudian berlari memasuki kamar Alea.Beberapa saat kemudian, Lily kembali dengan luaran pakaian yang tengah Alea kenakan. Saat ini, perempuan itu memang mengenakan baju tidur bahan satin bermodel terusan sebawah lutut. Sedangkan yang Lily bawa adalah jubahnya yang memiliki lengan panjang dan lebar serta bagian bawah yang longgar juga menjuntai sampai kaki."Tolong pakai ini, Nyonya ...," pinta si pelayan berambut sebahu yang diiyakan saja oleh Alea.Setelah meng







