"Perintahkan seluruh pelayan untuk mengosongkan rumah malam ini! Mereka tidak boleh masuk ke sana sampai aku meminta."
Mendengar ucapan suaminya yang entah menelepon dengan siapa, tubuh Alea seketika menegang kaku. Berarti, tidak ada siapa pun di rumah besar itu saat mereka kembali ke sana nanti. Hanya ada mereka berdua. Hanya ada Ares dan Alea. "Iya, rumah pegawai yang ada di belakang. Sampai aku tahu ada yang menyelinap masuk, awas saja!" Peringatan tegas itu entah ditujukan kepada siapa. Tapi malah Alea yang kini merinding di sampingnya. Begitu Ares selesai berbicara lewat handphone, hening merajai dalam mobil Rolls-Royce hitam metalic yang dihuni sepasang suami istri tersebut. Hening yang entah kenapa membuat Alea merasa tercekik. Berada sedekat ini dengan Ares selalu saja berhasil menyita pasokan oksigennya dengan cara yang aneh. "Kau begitu pendiam saat tidak bersama kekasihmu, ya?" Komentar mengejek Ares, lagi-lagi hanya ditanggapi Alea dengan membuang muka. Hal yang tentu saja langsung menyentil ego pria beralis tebal itu. "Kau bahkan tidak mau melihat suamimu?" tanya Ares dengan tangan yang kini mencengkeram dagu Alea. "Ssshh---" Alea meringis begitu Ares bahkan menarik cengkeramannya hingga wajah Alea terpaksa menoleh pada pria itu. "Tidakkah kau terlalu liar untuk sebuah mainan, Pretty Doll? Kau terus memberontak pada pemilikmu, tapi membuka lebar pahamu untuk pria yang tidak mampu membelimu." Ares menggumam sambil menatap tajam netra biru terang itu. "Jadi mulai malam ini, biar kutunjukkan seperti apa sebuah mainan seharusnya diperlakukan. Pemilikmu ini harus menjinakkanmu ...." Setelah mengatakan itu, Ares menghempas cengkeramannya hingga kepala Alea terhantuk ke kaca jendela mobil. Tanpa mempedulikan ringisan sakit sang istri, Ares segera melajukan mobil meninggalkan lobi apartement Matheo. Selama perjalanan, Ares benar-benar tidak mengatakan apa pun lagi. Namun, rahangnya yang mengeras menandakan tingginya emosi sang suami. Mungkin Alea akan dihabisi. Mungkin juga dikangkangi sampai pagi. Tapi, satu hal yang mengganjal pikirannya harus diutarakan sekarang juga. Persetan dengan respon Ares yang mungkin akan semakin murka padanya. "Apa kau benar-benar akan melepaskan Matheo?" tanya Alea akhirnya memberanikan diri. "Kenapa? Kau meragukanku?" tanya Ares balik. Alea menggeleng pelan. "Aku hanya mau memastikan. Aku kembali dan menyerahkan diri padamu karena ingin menyelamatkan nyawa kekasihku," jelas perempuan itu sambil menunduk dan memainkan jemari. "Jadi ... kau harus menepati ucapanmu," sambungnya lirih. Menyadari seberapa diperbudak sepasang kekasih itu akan cinta meski sudah tidak bisa berbuat apa-apa, Ares terkekeh geli. Merasa terhibur dengan drama bergenre romantis ini. "Tergantung." Dan jawaban singkat Ares semakin membuat Alea menoleh penuh tanya. "Tergantung bagaimana?" tanya perempuan yang masih mengenakan kemeja kebesaran milik Ares itu kian penasaran. "Tergantung seberapa jinak dirimu bisa menjadi untukku," jawab Ares santai. Ares menggigit bibir bawahnya gusar. Mulai sadar bahaya yang kini berada tepat di depan mata. Apalagi begitu sadar Rolls-Royce yang mereka kendarai perlahan memasuki gerbang kediaman sang suami. Habislah Alea setelah ini! ****** "Dia ingin menghancurkanku dengan cara apa lagi?" Alea bertanya sambil terkekeh hambar. Matanya memandangi tubuh tanpa busana yang tampak begitu kotor dan menjijikkan dalam pantulan cermin. Itu tubuhnya sendiri. Tubuh yang sejak kemarin tidak suaminya izinkan untuk ditutupi dengan satu pun pakaian. Setelah puas menggempurnya sejak kemarin malam, hari ini Ares keluar rumah. Entah pria itu pergi ke mana. Mungkin bekerja, mungkin juga mencicipi tubuh perempuan lain karena ia sudah bosan menghabisi Alea. Sedangkan Alea di sini, lagi-lagi terkurung dalam kamar mewah yang terasa begitu pengap dan membuatnya frustasi. Ares bahkan mengunci pintu kamar dari luar, membuat Alea tidak bisa ke mana-mana dan hanya sibuk meratapi tubuhnya seorang diri. "Jangan masuk ke sana, tadi pagi aku lihat pintunya dikunci oleh Tuan Ares!" ucap seorang pelayan yang dapat Alea dengar dari dalam. "Tapi Nyonya Alea belum sarapan. Ini sudah hampir siang," sahut pelayan lain yang Alea kenal adalah suara Lily---satu-satunya pelayan yang perempuan itu tahu. "Tapi Tuan Ares bilang jangan masuk. Kita hanya disuruh membersihkan ruang tengah dan dapur, lalu kembali ke belakang lagi." "Tapi Nyonya Alea belum makan, dia pasti lapar ...." "Sudahlah! Kenapa memikirkan dia? Suaminya saja tidak peduli. Dia bahkan lebih terlihat seperti pel*cur ketimbang istri, aku yakin Tuan Ares hanya pulang untuk mengangkanginya." "Kenapa bilang begitu?! Nanti Nyonya Alea bisa dengar dan sakit hati!" "Biarkan saja. Dia juga pasti sadar posisinya. Kau lihat sendiri kondisi dapur dan ruang tengah setelah kita tinggalkan seharian, kan? Ada banyak sekali bekas cairan sengga*ma mereka di mana-mana. Sepertinya Tuan Ares benar-benar menikmati tubuhnya seharian lalu pergi setelah puas." "Aku tidak yakin. Untuk apa Tuan Ares menikahinya jika hanya untuk memuaskan n*fsu? Dia bisa menyewa wanita malam seperti sebelumnya!" "Mungkin dia bosan menyewa. Jadi dia membeli Nyonya Alea agar bisa memakainya secara gratis untuk waktu yang lama." "Nyonya Alea bisa melayaninya setiap Tuan Ares pulang kerja. Sama seperti seekor peliharaan yang menyambut majikannya saat pulang ke rumah. Pria mana yang tidak mau peliharaan yang bisa dinikmati seperti itu?" Mata Alea memanas begitu mendengar perbincangan para pelayan di depan pintu kamarnya. Perlahan, perempuan itu terduduk di kaki ranjang sambil memeluk lutut. "Para pelayan itu bahkan lebih terhormat dariku ...," gumam Alea sambil menangis. Seluruh pegawai di rumah ini sepertinya jelas tahu. Alea tidak tampak seperti seorang istri dari Antares Zelardo, melainkan peliharaannya. Saat melakukan kesalahan atau berusaha kabur seperti kemarin, pria itu bahkan dengan mudah mengurungnya tanpa memberikan Alea makan. Alea benar-benar diperlakukan serendah hewan. "Lebih baik aku mati daripada hidup begini ...." ***** Ares kembali ke rumah begitu teringat Alea belum makan sejak kemarin. Perempuan itu terlalu sibuk Ares habisi, sampai tidak ingat untuk diberi makan. Sejak kemarin malam, ia bahkan sudah tidak mampu berdiri karena lemas. Entah lemas karena stimulasi yang diberikan Ares, atau karena tidak punya tenaga lagi. Oleh karena itu, pria beralis tebal itu pun membuka kunci pintu kamar dengan terburu-buru. Ini sudah pukul lima sore. Ares benar-benar baru pulang bekerja dan langsung teringat pada istrinya. "Ke mana perempuan itu ...," gumam Ares bingung begitu tidak menemukan siapapun di ruangan yang cukup luas itu. "LILY! LILY!!" Ares berteriak membuat pelayan kepercayaannya itu segera berlari menghampiri sang majikan. "Ke mana Nyonya Alea? Jangan bilang kau membiarkannya kabur lagi?!" tanya Ares membentak. Jika sampai setelah dihukum, perempuan itu masih nekad untuk melarikan diri, Alea benar-benar berani dan minta untuk dihabisi. "Saya tidak tahu, Tuan. Dari tadi pagi tidak ada yang berani masuk ke sini karena pintunya dikunci," jawab Lily jujur sambil menunduk dalam. "Tadi pagi saya juga ingin mengantar sarapan tapi pelayan yang lain melarang saya, karena takut Tuan marah ...," jelas perempuan berambut sebahu itu lagi. "Tapi dia tidak ada di dalam! Cepat kumpulkan semua pelayan dan penjaga yang ada di luar!" titah Ares membuat Lily segera berlalu untuk menjalankan perintah majikannya. Ares pun segera masuk ke kamar dan menemukan handphone Alea yang tergeletak di atas nakas. Tidak mungkin perempuan itu kabur jika handphone-nya masih ada di sini. Kemarin pun, Ares berhasil melacak lokasinya karena sudah memasang gps di handphone sang istri. Apa Alea sadar dan sengaja meninggalkan handphone agar lokasinya tidak bisa dilacak? Baru saja duduk di sisi ranjang, Ares mengernyit begitu melihat gucci di meja dekat pintu kamar mandi rupanya telah pecah berserakan di depan pintu ruangan lembab itu. Kepalanya yang langsung menyimpulkan sesuatu, sontak membuat pria itu bangkit berdiri dan dengan cepat membuka pintu kamar mandi. Dan betapa terkejutnya Ares begitu mendapati darah berceceran dari pintu hingga bathtub yang ada di tengah. Di dalam bathtub penuh air itu, ada Alea yang bersandar tidak sadarkan diri dengan pergelangan yang terkulai berlumuran darah. "Ya ampun!" Ares mendelik dan berlari ke arah sang istri. "NYONYA ALEA!" Lily yang baru tiba di ambang pintu kamar mandi sontak memekik panik. "Ambilkan pakaian!" titah Ares cepat menyadari tubuh istrinya yang tidak memakai apa pun di dalam bathtub. Lily dengan panik berlari dan mengambilkan handuk. Setelah Ares menitahkan untuk menutup pintu kamar, pria itu pun membopong tubuh Alea ke ranjang dan memakaikannya baju. Setelah penampilan Alea cukup tertutup untuk dilihat, Ares pun dengan cepat menggendong perempuan itu lagi keluar menuju mobil. Darah merembes dari pergelangan Alea sepanjang perjalanan, membuat Ares tanpa sadar menggusah panik. Diam-diam, pria itu menyesal karena mengunci pintu kamar sang istri. Seharusnya, Ares membiarkan setidaknya Lily untuk masuk dan memberinya makan. Atau paling tidak mengecek keadaan perempuan itu. Setidaknya, Ares tidak akan terlambat menolongnya. **** Alea terbangun dengan kepala yang berdenyut nyeri. Saat berusaha menoleh ke samping, telinganya serasa berdenging membuat perempuan itu meringis sakit. "Kau sudah bangun?" Begitu mendengar suara familiar itu, Alea bahkan memejamkan mata rapat-rapat. Berharap ini hanya mimpi. "Kenapa? Kau kesal karena belum mati?" tanya pria itu lagi sambil kali ini duduk di sisi brankar Alea. Begitu membuka mata dan menemukan presensi Ares, perempuan itu pun memalingkan wajah. Perlahan, air mata bahkan meluruh dari sudut mata Alea. Isakannya kontan membuat Ares berhenti bicara. "Kenapa kau menyelamatkanku? Aku ingin mati. Aku lebih baik mati daripada hidup begini ...." Alea meracau sambil mengusap-usap pipinya yang berair. "Jika memang punya dendam padaku, silakan bunuh aku dengan tanganmu sendiri! Jangan menahanku untuk tetap hidup. Kau sudah menghancurkan hidupku, kau sudah mencicipi semua yang ada pada tubuhku. Lalu kau mau apa lagi? Ambil semua yang ingin kau rusak atau ambil dariku. Aku hanya ingin segera mati ...." Ares diam mendengar racauan pilu sang istri. Entah kenapa, melihat Alea menangis seperti ini membuat ketenangannya terusik. Jenis tangis yang sama sekali Ares tidak suka. "Kenapa kau menangis seperti habis diperk*sa orang! Kau hanya melayani suamimu sendiri!" Dan Ares, bukannya menenangkan, malah membentak sebal. "Tapi kau melakukannya dengan paksa! Kau bahkan mengurungku seperti seekor peliharaan di kamar itu!" teriak Alea frustasi. "Siapa juga yang menganggapmu peliharaan?! Kau kan istriku!" sahut Ares yang entah kenapa malah berusaha menenangkan perempuan itu. "Semua pelayan bilang begitu! Mereka bilang, aku lebih terlihat seperti peliharaan daripada istrimu. Mereka menertawakanku. Kau pikir aku masih punya harga diri?!" teriak Alea mengungkapkan isi hatinya. "Diamlah! Tangisanmu membuatku kesal!" Ares malah balik berteriak. Namun, Alea tentu saja tidak bisa menghentikan isakannya. "Jangan berani-beraninya mencoba mengakhiri hidupmu lagi! Jika sampai kau merepotkanku lagi seperti hari ini, aku pasti akan lebih dulu membunuh kekasihmu." Ares mengancam sambil menepuk-nepuk pipi Alea. "Jadilah istri yang baik sebelum aku murka, Alea.""Dia benar-benar tidak pulang ...." Alea menggumam pelan sambil memandangi halaman kediaman Ares yang luas.Lily yang melihat majikannya tengah berdiri di ambang pintu utama dengan baju tidur berbahan satin berwarna soft pink, sontak berlari menghampiri dengan panik."Nyonya Alea kenapa berdiri di sana? Nanti masuk angin ...," ucap pelayan cantik itu membuat Alea menoleh gelagapan."Hah? Tidak apa-apa ... aku hanya bosan di dalam," jawab Alea kikuk."Tunggu sebentar, Nyonya!" pinta perempuan berseragam hitam putih itu sebelum kemudian berlari memasuki kamar Alea.Beberapa saat kemudian, Lily kembali dengan luaran pakaian yang tengah Alea kenakan. Saat ini, perempuan itu memang mengenakan baju tidur bahan satin bermodel terusan sebawah lutut. Sedangkan yang Lily bawa adalah jubahnya yang memiliki lengan panjang dan lebar serta bagian bawah yang longgar juga menjuntai sampai kaki."Tolong pakai ini, Nyonya ...," pinta si pelayan berambut sebahu yang diiyakan saja oleh Alea.Setelah meng
"Pilihlah!"Alea mendongak bingung menatap suaminya yang pagi ini melempar beberapa map di atas ranjang. Pria yang masih sibuk memasang dasi sambil berdiri itu tidak memberikan penjelasan lagi meski Alea menunggunya bersuara lagi."Baca itu, bodoh!" maki Ares gemas sambil menunjuk map yang berserakan di hadapan istrinya.Alea pun membuka tanpa bertanya lagi. Begitu melihat isi berkas tersebut, perempuan itu semakin mengernyit bingung."Untuk apa data jabatan dan jobdesk ini?" tanya Alea heran."Aku memberimu pekerjaan. Daripada kau bosan dan memilih mencoba hal baru seperti bunvh diri. Lebih baik kau menghasilkan uang," jawab Ares sambil berkacak pinggang.Alea yang tidak percaya dengan tawaran itu, sontak mengerjap terkejut. "Benarkah?! Aku boleh bekerja?!" tanya perempuan itu heboh.Sejenak, Ares ikut terkejut begitu menyadari istrinya bisa heboh juga. Biasanya, sejak kali pertama melihatnya, perempuan itu begitu pasif dan kalem. Bahkan saat Ares mengangkanginya semalaman, Alea tida
"Perintahkan seluruh pelayan untuk mengosongkan rumah malam ini! Mereka tidak boleh masuk ke sana sampai aku meminta."Mendengar ucapan suaminya yang entah menelepon dengan siapa, tubuh Alea seketika menegang kaku. Berarti, tidak ada siapa pun di rumah besar itu saat mereka kembali ke sana nanti.Hanya ada mereka berdua.Hanya ada Ares dan Alea."Iya, rumah pegawai yang ada di belakang. Sampai aku tahu ada yang menyelinap masuk, awas saja!" Peringatan tegas itu entah ditujukan kepada siapa. Tapi malah Alea yang kini merinding di sampingnya.Begitu Ares selesai berbicara lewat handphone, hening merajai dalam mobil Rolls-Royce hitam metalic yang dihuni sepasang suami istri tersebut. Hening yang entah kenapa membuat Alea merasa tercekik. Berada sedekat ini dengan Ares selalu saja berhasil menyita pasokan oksigennya dengan cara yang aneh."Kau begitu pendiam saat tidak bersama kekasihmu, ya?" Komentar mengejek Ares, lagi-lagi hanya ditanggapi Alea dengan membuang muka.Hal yang tentu saja
"Apa yang terjadi padamu?!"Alea membuang muka begitu pertanyaan super terkejut sang kekasih terlontar setelah melihatnya. Perempuan itu bahkan bersedekap dada guna melindungi tubuhnya yang hanya berbalut kemeja putih kebesaran.Tidak ada pelindung lain di dalam sana. Entah celana dalam ataupun b*ra. Selepas menggempurnya berjam-jam di kamar mandi, Ares sepertinya menutupi tubuh sang istri dengan kemejanya sendiri. Terbukti dari pakaian ini yang terasa cukup besar hingga syukurnya bisa menutupi setengah paha Alea."B*jing*n itu memukulimu, Lea?!" tanya Matheo semakin marah begitu melihat wajah kekasihnya yang penuh lebam.Tanpa menjalankan mobilnya yang masih terparkir di samping rumah besar Ares, kekasih dari Alea itu kini sibuk meraba wajah dan lengan kekasihnya yang penuh lebam. Begitu melihat banyak bekas kissmark di sekitar leher perempuan itu yang terbuka, Matheo bahkan menggemelatukkan gigi murka."Aku akan membunuhnya. Demi Tuhan, Lea ... aku tidak akan mengampuninya!" Mendeng
"Bawakan makan siang untuknya ke kamar. Aku akan kembali malam nanti."Samar-samar, Alea dapat mendengar suara sang suami yang tengah mengobrol dari luar kamar. Perempuan itu tidak ingat bagaimana dia bisa berakhir di ranjang. Namun, begitu merasakan pening yang menghinggapi kepala, perempuan itu memilih menyerahkan diri pada buaian bantal yang empuk.Seluruh tubuhnya terasa sakit sekali. Lebih sakit daripada saat ia terbangun tadi pagi. Alea bahkan tidak tahu ini sudah jam berapa. Tapi tidak ada satu pun hal yang terlintas di pikirannya selain tidur dengan nyaman.Demi apapun, Alea benar-benar kelelahan."Nyonya Alea, apa Anda sudah ingin makan?" Seorang perempuan masuk ke kamarnya sambil membawa senampan makanan.Begitu aroma rempah masakan tak sengaja terhidu indera penciumannya, kantuk Alea seketika sirna. Berganti rasa lapar yang perlahan ia sadari sudah dirasakannya sejak kemarin.Maka, perempuan itu pun mengangguk sambil bangkit duduk. Membuat pelayan yang juga masuk ke kamarny
"J-jangan ... tolong jangan ...."Alea mencengkeram tangan Ares yang bertengger di paha dalamnya. Bukannya berhenti, elusan sensual itu malah bergerak hingga pangkal paha. Tubuh Alea kontan meremang geli oleh sentuhan tersebut."Aku tidak menerima penolakan, Alea." Di ruangan temaram itu, Alea merasakan tubuhnya diseret menuju ranjang.Tubuhnya bahkan terdorong hingga jatuh terlentang. Baru saja hendak bangkit, sebuah cengkeraman di dagu membuat napas perempuan itu tercekat. Setelah netranya beradaptasi pada gelap, Alea bahkan mampu menangkap siluet wajah Ares yang tengah membungkuk di atas tubuhnya."Shhh ... sakitt ...." Alea meringis begitu cengkeraman di dagunya kian menguat."Bagus, aku suka melihatmu kesakitan," sahut pria di atasnya yang kini beralih menangkup pipi tirus Alea.Tangan besar Ares membuat sebagian wajah mungil sang istri nyaris tertutup. Sedangkan Alea terpejam begitu elusan lembut itu lagi-lagi berubah menjadi cengkeraman. Satu kecupan kasar bahkan mendarat di bi