Bab 18*Jam telah menunjukkan pukul lima sore, Jelita baru saja tiba di rumah sakit. Ia ingin menyusul Arjuna dan akan pulang bersama. Letak antara rumah sakit dan kantor Jelita tak jauh, hanya tiga menit dengan berjalan kaki. Lalu lalang para pasien yang duduk di kursi roda menghiasi bangunan berwarna putih itu. Juga para perawat yang hilir mudik dengan tugasnya masing-masing. Ada yang membawa cairan infus dan peralatan lainnya. Ada juga yang sedang selonjoran di kursi tunggu dengan pakaian khas dokter operasi, mungkin baru saja selesai melakukan operasi pasien.Jelita yang melihat itu semua, bisa membayangkan bagaimana lelahnya Arjuna dengan pekerjaannya. Namun, lelaki itu bahagia saat ia bisa melihat senyum keluarga pasien yang berterima kasih padanya. Atau saat esok pagi, Arjuna melihat pasiennya tersenyum setelah melewati masa kritisnya.Dokter. Salah satu pekerjaan mulia. Tak heran Arjuna benar-benar bertekad untuk mewujudkan cita-citanya. Semua berawal dari Aldi, yang membuk
Bab 19*Kevin berhenti tepat di kursi panjang di belakang bangunan rumah sakit. Lelaki itu duduk di sana, dan menepuk bagian kursi di sebelahnya, mengisyaratkan Jelita agar duduk di sampingnya.Jelita menggeleng, ia tak ingin menuruti Kevin untuk duduk di sana. Untuk apa lagi, kini keduanya bukan siapa-siapa.“Aku mau pulang,” ucap Jelita setelah beberapa detik tak mendengar apa yang ingin dibicarakan oleh Kevin.“Duduk dulu,” Kevin meminta.“Aku ingin cerita banyak hal.” Kevin berkata lagi. “Ini,” Kevin mengulurkan tangan dengan map cokelat yang sedari tadi dipegangnya.Jelita mengambil map itu dari tangan Kevin, lalu segera membukanya. Gadis itu membulatkan matanya ketika melihat apa yang tertulis di sana. Kevin rutin melakukan fisioterapi di rumah sakit ini, yang ditangani oleh dr. Amir Dalimunthe Sp.OT.Begitu yang tertulis di sana. Jelita menatap Kevin yang kini juga tengah menatapnya. Mata berbulu lentik itu menelisik wajah Kevin yang baru disadari ternyata ada beberapa bekas
Bab 20*Kevin merasakan beberapa orang mengangkat tubuhnya. Lalu dibaringkan di tepi jalan, dengan rasa sakit dan darah yang keluar dari kepalanya, membuatnya tak bisa melakukannya apa pun, hanya bisa merasa dan samar mendengar. Juga kaki dan tangannya yang tak bisa digerakkan.“Yang ini masih hidup,” ucap seseorang memegang denyut nadi Kevin. Ia masih bisa merasakan dalam kondisi setengah sadar, tapi untuk membuka mata saja ia tak mampu. Lelaki itu ingin melihat ibunya, tapi mata itu tetap terpejam.“Meninggal, Pak.” Seseorang berkata pada yang lainnya saat mereka memeriksa denyut nadi dua orang dewasa yang satu bersama Kevin.Kevin ingin berteriak memanggil ibu dan pamannya. Namun, suara itu tercekat dengan kondisinya yang sangat memprihatinkan. Ia ingin berlari memeluk jasad orangtuanya, tapi tubuh itu tak bergerak, hanya indera pendengaran yang sedikit berfungsi. Emosi sedih dalam dirinya berkecamuk, ia tak bisa melakukan apa pun, hanya bisa mengeluarkan setetes air mata dari sud
Bab 21*Saat Kevin sadar, ia tak menemukan ponselnya. Sepertinya ia juga kehilangan beberapa uang yang ada di dompet. Entah siapa yang mengambilnya, mungkin salah satu dari para penyelamat itu atau siapa.“Seingatku ada uang di dompet, Mas!” ucap Kevin pada Gilang yang masih duduk di sampingnya.“Cincin. Mas Gilang nemu cincin nggak?” tanya Kevin lagi.Gilang menggeleng. Ia tak menerima apa pun dari orang suruhannya, selain dompet yang berisi kartu-kartu. Itu tandanya Kevin juga kehilangan cincin pernikahan yang akan disematkan di jari manis Jelita. Kejadian itu seolah menghapus semuanya tanpa sisa. Menghapus semua jejaknya untuk menuju pada Jelita.Terkadang dalam sebuah musibah, ada orang-orang yang mematikan empatinya dan mengambil kesempatan untuk hal-hal keji seperti itu. Mungkin orang jahat itu mengambilnya sebelum polisi mengevakuasi korban. Atau mungkin barang itu ikut terpelanting dan tak ditemukan jejaknya. Entahlah.“Sudahlah. Yang penting kamu selamat, Vin.” Gilang mengu
Bab 22*Matahari terlihat begitu cerah di atas sana. Menambah semangat bagi siapa saja yang menjalani harinya. Minggu pagi, setelah sarapan dan berolahraga memutari jalan, Arjuna kini sibuk mencuci mobilnya.Sebuah ember berisi air sabun terletak di samping kakinya. Seluruh permukaan mobil berwarna hitam itu telah dipenuhi busa. Tangan Arjuna dengan cekatan menggosok lembut dengan spons ke seluruhnya, lalu menyiram dengan air hingga terlihat lebih mengkilap.Me time. Arjuna hanya punya waktu saat hari weekend. Sejak kuliah ia sering menghabiskan waktu akhir pekan dengan pekerjaan rumah yang ia senangi. Sesekali ia akan keluar bersama teman-teman kampusnya. Sejak menikah, kebiasaan itu masih sama, hanya saja ia lebih suka keluar dengan Jelita dibandingkan dengan teman-teman.Ya, orang yang sudah punya istri ya ajak istri keluar.“Mas, berapa ongkosnya?” Suara seseorang mengagetkan Arjuna yang masih sibuk menyiram dan memeriksa bagian-bagian yang masih kotor.Arjuna berbalik, lalu mend
Bab 23*Jelita mati-matian menahan isak tangisnya saat itu, setelah Kevin menuntaskan ceritanya. Gadis itu terluka sedalam luka di hati Kevin yang kehilangan ibu dan keluarganya.Keduanya sama terluka atas takdir yang tak memihak, waktu yang tak pernah mau bekerja sama. Atas takdir hidup masing-masing yang masih belum bisa diterima. Harusnya mereka bahagia sekarang. Hidup bersama dalam rasa saling mencintai.Kenapa waktu tega mengambil segalanya. Pertanyaan baru disertai rintihan pilu yang muncul di hati Jelita.“Kamu seharusnya mengatakan apa yang terjadi, bukan mengirimkan pesan konyol yang membuatku ingin mati.” Masih di bangku taman di belakang rumah sakit, Jelita menumpahkan tangis dan penyesalannya.“Aku bahkan tak bisa menjamin akan hidup setelah itu.” Kevin berkata lirih.Jelita diam menatap wajah Kevin yang berusaha menahan emosi sedih dalam dirinya. Ia mengerti bahwa lelaki itu tak ingin ia berharap banyak saat itu. Kevin diambang hidup atau mati, lalu dengan keberanian mac
Bab 24*Pagi hari setelah sarapan bersama, Arjuna dan Jelita pergi ke tempat kerja masing-masing. Keduanya sibuk dengan pekerjaan yang begitu padat. Keduanya terlihat baik-baik saja, lebih tepatnya Jelita merasa bahwa Arjuna baik-baik saja, dan ia tak ambil pusing atas hubungannya dengan Kevin, karena Jelita pandai menyembunyikannya, dan Arjuna tak pernah menaruh curiga.Seringnya setelah pulang kerja, Jelita dan Kevin akan jalan bersama. Kadang hanya makan, atau duduk di bangku taman menikmati sore yang indah.Sejak pertemuan itu, keduanya semakin intens. Jelita sering menerima video call dari Kevin saat di rumah dan jauh dari pengawasan Arjuna. Bahkan senyum itu terkembang saat membalas chat demi chat Kevin sebelum gadis itu tertidur di kamar Arjuna. Seperti sore itu, keduanya kembali jalan bersama. Kevin seolah mengulang kembali kenangan pada tempat-tempat yang pernah didatanginya bersama Jelita dulu. Mereka memang tak punya banyak waktu, karena Kevin mengerti kapan Jelita harus
Bab 25*“Jelita, masih adakah kesempatan untuk kita?” Kevin kembali bertanya di setiap pertemuannya dengan Jelita.“Jika kau tak bahagia, apa yang bisa dipertahankan dari ikatan itu?”Jelita masih diam. Ia sungguh tak bisa memastikan keadaan hatinya. Ia tak mau Kevin pergi lagi dari hidupnya. Namun, di sisi lain, gadis itu merasa telah begitu jauh mengkhianati Arjuna, dan itu membuatnya sesak atas rasa bersalah. Jelita merasa telah menjadi gadis paling buruk untuk Arjuna, sementara hatinya ingin tetap bersama Kevin.“Jelita, kamu belum menjawab pertanyaanku.” Kevin berkata setelah beberapa saat menjeda.“Yang mana?” tanya Jelita tak mengerti. Ia tak mengerti karena begitu banyak pertanyaan yang diutarakan oleh Kevin dalam beberapa waktu ini.“Nyaman sama siapa? Aku atau suamimu?”Jelita menatap wajah Kevin yang penuh harapan itu. Benar, seperti yang lelaki itu katakan. Bahwa ia dan Arjuna tak mungkin bisa hidup layaknya pasangan lain. Bukan karena Arjuna tak mampu memberikan cinta ya