Share

4. Serpihan Masa Lalu

Tetanggaku Suamiku

Part 4

.

“Pilih aja, terserah mau berapa.” Melisa berkata pada Jelita.

Seorang karyawan tersenyum sembari merekomendasikan beberapa produk yang baru launching dari butik mereka.

Jelita hanya tersenyum pada wanita yang kini dipanggilnya mama. Malam mertua.

Melisa mengajak Jelita untuk membeli beberapa pakaian dan kebutuhan lainnya, karena pernikahan yang mendadak itu tak sempat membeli hantaran. Jadi, wanita berusia empat puluhan itu ingin membelikan Jelita banyak hal, sebagai ganti barang hantaran.

“Sebenarnya gak perlu, Ma.” Jelita merasa sungkan dengan kebaikan ibu mertuanya. Bukan sungkan sebenarnya, tapi merasa bersalah diperlakukan terlalu baik, sementara ia tak memperlakukan Arjuna sebaik itu.

“Ini kayaknya bagus, Lita.” Melisa menarik satu gaun dari jejerannya, lalu mencocokkan di tubuh Jelita.

“Coba pakai.” Melisa menyuruh Jelita untuk mencobanya.

Tanpa membantah lagi, Jelita mulai masuk ke ruang ganti. Lalu, keluar setelah gaun itu terpasang rapi di tubuhnya.

Melisa yang beberapa menit lalu menunggu, sejenak terpaku saat Jelita keluar dari ruang ganti. Gaun pesta dengan Payet di beberapa bagian, melekat indah di tubuhnya. Wanita itu tersenyum, lalu meraih tangan gadis itu sambil menatap wajahnya.

“Cantik.” Melisa memuji. Di detik ini, ia bisa mengeri salah satu alasan mengapa Arjuna begitu mencintai Jelita. Namun, ada hal-hal yang ia pertanyakan dalam hatinya, tapi terlalu takut untuk dijawabnya sendiri. ‘Apa Jelita mencintai Arjuna?’

Melisa tahu, sejak SMA hubungan keduanya tidak terlalu baik. Arjuna dan Jelita yang dulu sering mengerjakan tugas bersama, main bersama, beberapa tahun lalu tampak rengangg.

“Ma, aku akan menikahi Jelita.” Arjuna datang pada mamanya dengan berbisik. Karena saat it, Melisa sedang berbicara dengan beberapa teman di rumah Jelita.

Melisa yang mendengar bisikan itu sedikit terkejut dan bingung. Lalu, Arjuna menjelaskan bahwa pengantin lelaki kabur di hari akad nikah Jelita. Untuk menutup malu keluarga itu, Arjuna siap menggantikan Kevin di hari pernikahan Jelita.

“Kamu serius?” tanya Melisa menelisik kesungguhan di mata putranya.

Arjuna mengangguk pasti. Namun, Melisa sedikit ragu karena hubungan mereka. Wanita itu terlalu takut pada rasa patah yang pernah dirasanya. Ia takut Arjuna mewariskan kesdihannya dalam urusan cinta. Mencintai tapi tak dicinta, akan berujung pada sebuah pengkhianatan.

“Aku akan buat Jelita lebih baik, Ma. Mungkin akan butuh waktu lama, tapi aku yakin Jelita pasti bisa membuka hati untukku kembali.”

Arjuna menatap ibunya. Lelaki itu berusaha meyakinkan, juga meminta restu atas apa yang baru saja ia putuskan. Pun, ia tak sanggup melihat Jelita dipermalukan sepeti saat itu.

“Doa terbaik untuk, Juna.” Melisa mengecup kepala Arjuna penuh sayang. Berharap tak akan ada luka yang mengiringi pernikahannya.

Ijab kabul terucap, Melisa menitikkan air mata. Menyadari putra semata wayangnya kini tak lagi berstatus lajang. Ia sudah mempunyai tanggung jawab untuk istri dan rumah tangganya kelak.

Arjuna menikahi perempuan yang ia cintai. Ia menemukan gadis yang tepat. Namun, entah gadis itu menerimanya atau tidak, sedikit melukai sisi hati seorang ibu.

“Carikan kerudung warna senada, Mbak.” Melisa berkata pada pegawai butik.

Dengan membawa gaun yang tadi dipakai Jelita, seorang gadis yang ditaksir isinya sebaya dengan Jelita itu melangkah ke depan, di mana aneka kerudung berjajar rapi di sana. Lalu, kembali pada Jelita dan Melisa dengan paper bag yang bertuliskan nama butik.

“Makasih,” ucap Melisa stelah membayar beberapa uang di kasir.

“Kamu juga harus memilih beberapa pakaian kerja, Lita.”

“Ini aja udah cukup, Ma.” Jelita menolak dengan halus. Merasa tak enak.

Tanpa mengacuhkan ucapan Jelita, Melisa menarik gadis itu untuk ikut bersamanya. Sebenarnya Melisa sangat suka berbelanja pakaian perempuan, mengingat ia tak mempunyai anak perempuan. Hanya Arjuna satu-satunya yang ia miliki, mereka memiliki satu sama lain, saling menguatkan.

Tiba dia sebuah toko pakaian, Melisa memilih beberapa rok, dan celana kulot kekinian yang dirasa cocok untuk Jelita. Ia juga memilih blues, kemeja juga tunik dengan model yang cantik. Lalu, setelah puas, ia kembali menyuruh karyawan toko untuk memilih kerudung yang cocok, dan membayarnya.

Setelah merasa selesai dengan belanjaannya, Melisa menyuruh Jelita untuk menghubungi Arjuna agar menjemput mereka. Setelah mengantar istri dan ibunya, entah ke mana lelaki itu. Mungkin menunggu di cafe mall atau entah ke mana.

*

Dibantu asisten rumah tangga, Jelita membawa barang-barangnya ke kamar. Bukan ke kamar di rumahnya sendiri, melainkan di rumah Arjuna.

“Malam ini tidur di rumah mama ya,” pinta Melisa pada menantunya.

Sejenak Jelita berpikir. Tak bisa dibayangkan jika hal-hal seperti semalam terjadi di rumah Arjuna. Ia khawatir ibu mertuanya akan mendengar keributan mereka saat akan tidur atau melakukan apa pun. Berbeda dengan rumah sendiri, Jelita bisa sedikit leluasa karena kamar orangtuanya berada di lantai bawah. Jadi kecil kemungkinan untuk terdengar mereka.

Jelita mengangguk akhirnya, ia tak tega melukai hati wanita yang menatapnya penuh harap di depannya. Ia tak tega melihat kecewa di mata Melisa.

“Ya, Ma.”

“Nanti ajak mama papa sekalian, kita makan malam di sini.” Kembali Melisa berucap. Ada binar bahagia terpancar di mata hitamnya.

Jelita hanya mengangguk. Sementara Arjuna kembali masuk ke dalam mobil, dan memarkirkannya dengan rapi di garasi.

*

Usai makan malam, Jelita menaiki tangga untuk masuk ke kamar. Pintu terbuka, Jelita mengedarkan pandangannya ke seluruh sudut kamar.

Kamar yang terlihat bersih dan rapi. Di tengah ruang ada ranjang king size, tempat Arjuna selama ini berlabuh di alam mimpi. Di sisi kanan, ada lemari yang dekat dengan pintu kamar mandi. Sementara di sisi kiri tempat tidur ada meja rias yang di atas mejanya ada beberapa perawatan untuk lelaki.

Jelita melangkahkan kakinya di sisi ranjang, di mana ada sebuah nakas yang di atasnya ada lampu tidur. Bukan lampu tidur yang menarik perhatian Jelita, melainkan dua bingkai foto yang terpajang di sana.

Gadis dengan kerudung Maryam bergo itu duduk dibtepi ranjang, lalu meraih bingkai yang terdapat gambarnya. Tiga siswa berseragam putih abu-abu, saling memeluk dengan posisi Jelita di tengah dua lelaki remaja itu. Arjuna di sebelah kanan, sementara Aldi di sebelah kiri Jelita. Tiga wajah dengan senyum terkembang, amat bahagia dengan latar pantai Losari.

“Janji bakalan kayak gini terus ya!” ucap Jelita pada Aldi dan Arjuna. Lalu, sebuah kamera mengabadikan momen mereka.

Saat itu ketiganya sedang keluar main sepulang sekolah. Jelita dibonceng Aldi, sementara Arjuna sendirian.

Jelita mengusap air mata yang perlahan menetes ke pipinya. Ia membelai satu wajah di foto itu. Wajah yang tak lagi bisa dilihatnya di dunia nyata. Tubuh yang tak lagi bisa dipeluknya meski setengah mati ia merindukannya.

Aldian Fareza. Cinta pertama Jelita. Sayangnya, raga itu kini tak ada. Hati Jelita kembali tersayat atas luka yang belum sembuh sepenuhnya. Sialnya, sekarang Jelita malah berada di sini. Di rumah lelaki yang membuat Aldi meregang nyawa.

Jelita meletakkan foto itu dan mengambil foto di sebelahnya. Dua foto yang diapit lampu tidur. Tangan itu terulur membelai wajah yang sama dengan foto pertama. Dua wajah cerita yang terbingkai dalam foto itu, Arjuna dengan senyum jenakanya, dan Aldi dengan senyum manisnya. Terlihat seperti remaja yang sangat bahagia.

Ya, masa remaja Jelita memang indah. Tepatnya sebelum satu temannya tak pernah kembali lagi ke dunia ini.

Jelita kembali meletakkan foto itu. Buru-buru ia menghapus sisa basah di punya, saat handel pintu berputar. Lalu, Arjuna muncul setelahnya.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status