BAB 4 – TARIK ULUR KEKUASAAN

Aurora bukan wanita yang mudah terintimidasi. Dia telah berhadapan dengan banyak pria seperti Adam Sinclair sebelumnya—pria kaya, kuat, dan terbiasa mendapatkan apa pun yang mereka inginkan. Tetapi Adam berbeda. Bukan hanya karena kekuasaannya, melainkan karena cara dia bermain.

Adam tidak hanya menginginkan kemenangan. Dia menginginkan dominasi.

Malam itu, setelah pesta berakhir, Aurora berdiri di balkon hotelnya, memandangi pemandangan kota yang berkelap-kelip di bawah. Angin malam menerpa kulitnya, sementara pikirannya masih tertuju pada percakapannya dengan Adam.

Dia tahu permainan ini akan berbahaya.

Dan dia siap menghadapi apa pun yang datang.

—

Kantor Sinclair Enterprises – Hari Berikutnya

Aurora tiba di kantor Adam lebih awal dari yang dijadwalkan. Dia melangkah dengan percaya diri melewati lobi yang mewah, dengan marmer hitam mengkilap dan lampu gantung kristal yang memancarkan cahaya lembut. Semua mata tertuju padanya saat dia berjalan menuju lift, mengenakan gaun bisnis berwarna navy yang membentuk siluet tubuhnya dengan sempurna.

Saat pintu lift terbuka, sekretaris Adam, Evelyn, menatapnya dengan sedikit terkejut.

“Nona Lennox, Anda datang lebih awal.”

Aurora tersenyum. “Aku tidak suka membuang waktu.”

Evelyn mengangguk dan mengetuk pintu sebelum membukanya. “Tuan Sinclair menunggu di dalam.”

Aurora melangkah masuk dan menemukan Adam berdiri di depan jendela besar yang menghadap kota. Dengan setelan hitam yang pas dan kemeja putih tanpa dasi, dia terlihat tenang tetapi penuh kewaspadaan.

“Pagi yang mengejutkan,” kata Adam tanpa berbalik. “Aku tidak menyangka kau datang lebih awal.”

Aurora melangkah mendekat, meletakkan berkas di atas meja kaca. “Aku ingin memastikan kita memiliki pemahaman yang jelas sebelum kesepakatan ini berjalan lebih jauh.”

Adam akhirnya berbalik, menatapnya dengan mata tajam. “Dan apa yang ingin kau bahas?”

Aurora menyilangkan tangan di dada. “Aku ingin tahu batas-batas kita.”

Adam tersenyum kecil. “Batas?”

Aurora mengangguk. “Aku tahu bagaimana kau bekerja, Adam. Kau suka mengendalikan segalanya. Tapi aku tidak akan menjadi salah satu pionmu.”

Adam mendekat perlahan, mengurangi jarak di antara mereka. “Aku tidak menganggapmu pion, Aurora. Jika aku melakukannya, aku tidak akan repot-repot bekerja sama denganmu.”

Aurora menatapnya tanpa gentar. “Bagus. Maka kita harus membuat aturan yang jelas.”

Adam menatapnya beberapa detik sebelum akhirnya berkata, “Baik. Katakan aturanmu.”

Aurora mengambil napas dalam. “Satu, tidak ada keputusan sepihak. Kita membangun ini bersama, jadi semua keputusan besar harus didiskusikan. Dua, tidak ada permainan kotor di belakang layar. Aku ingin kerja sama ini tetap profesional.”

Adam tersenyum miring. “Dan tiga?”

Aurora menatapnya dalam. “Tidak ada campur tangan dalam urusan pribadi.”

Adam mendekat lebih jauh, begitu dekat hingga Aurora bisa mencium aroma maskulin dari parfumnya. “Jadi kau tidak ingin aku mencampuri urusan pribadimu?” tanyanya dengan nada rendah.

Aurora menegakkan bahunya. “Ya.”

Adam mengangkat alis, seolah menantangnya. “Dan jika aku tidak setuju?”

Aurora tersenyum tipis. “Maka kita tidak bisa bekerja sama.”

Keheningan menyelimuti ruangan. Adam menatapnya lama sebelum akhirnya menyeringai kecil.

“Kau benar-benar menikmati permainan ini.”

Aurora membalas tatapannya tanpa ragu. “Aku tidak bermain, Adam. Aku hanya memastikan posisiku.”

Adam akhirnya mengangguk. “Baik. Aku menerima aturannya. Untuk saat ini.”

Aurora tahu ini bukan akhir dari tarik ulur di antara mereka. Ini hanya awal dari sesuatu yang lebih besar.

—

Malam Hari – Restoran Mewah

Aurora tidak terkejut ketika menerima undangan makan malam dari Adam. Dia tahu pria itu tidak akan berhenti sampai dia menguasai setiap aspek dari bisnis ini—dan mungkin dirinya.

Saat dia tiba di restoran eksklusif itu, seorang pelayan membawanya ke meja yang telah disiapkan. Adam sudah duduk di sana, mengenakan setelan abu-abu gelap yang membuatnya terlihat semakin berbahaya.

“Aku tidak menyangka kau akan datang,” kata Adam begitu Aurora duduk.

Aurora menatapnya tajam. “Aku ingin tahu apa yang ada dalam pikiranmu.”

Adam tersenyum tipis. “Hanya makan malam bisnis, Aurora. Tidak lebih.”

Aurora tidak percaya begitu saja.

Selama makan malam, pembicaraan mereka tetap profesional—tentang strategi bisnis, ekspansi, dan langkah berikutnya. Namun, ada sesuatu di bawah permukaan yang tidak bisa diabaikan.

Ketika makan malam hampir selesai, Adam meletakkan gelas anggurnya dan menatapnya dengan tajam.

“Kau tahu, kita bisa menjadi lebih dari sekadar mitra bisnis,” katanya dengan nada yang lebih dalam.

Aurora mengangkat alis. “Apa maksudmu?”

Adam menyandarkan tubuhnya ke kursi. “Kita memiliki chemistry yang kuat, Aurora. Kita saling memahami. Dan aku tahu kau juga merasakannya.”

Aurora tetap tenang. “Aku tidak mencampuradukkan bisnis dan hal lain.”

Adam tersenyum kecil. “Kau bisa meyakinkan dirimu seperti itu, tetapi aku tahu kau tidak bisa mengabaikan ini.”

Aurora menatapnya lama sebelum akhirnya tersenyum miring. “Kau terlalu percaya diri.”

Adam mencondongkan tubuhnya sedikit. “Dan kau terlalu keras kepala.”

Aurora menyesap anggurnya perlahan. “Mungkin itulah yang membuat kita menarik.”

Adam menatapnya dalam, dan dalam sekejap, ketegangan di antara mereka meningkat.

Ini bukan sekadar bisnis lagi.

Ini adalah permainan yang lebih besar—permainan di mana mereka berdua adalah pemain utama.

Dan Aurora tahu, cepat atau lambat, salah satu dari mereka akan kehilangan kendali.

—