Akhirnya, liburan yang dinanti-nantikan Gaby pun terwujud.
Tapi sepertinya, Seoul cukup menawarkan destinasi liburan menarik dengan pemandangan kotanya yang eksotik.
Sesampainya Gaby di Bandara Internasional Incheon, Gaby dijemput oleh kendaraan pribadi yang merupakan falisitas dari hotel yang sudah dia booking.
Yakni hotel elit berbintang lima di pusat kota Seoul.
Terletak di kawasan pusat Seoul, The Shilla Seoul dinominasikan sebagai Hotel bintang 5 Forbes tahun 2019. Hotel ini memiliki 6 pilihan tempat makan dan spa berlayanan lengkap. Hotel ini menawarkan antar-jemput gratis ke Toko Shilla Duty Free dan Stasiun Universitas Dongguk.
Semua kamar menampilkan dekorasi dengan warna-warna hangat serta menyediakan AC dan pemanas ruangan. Setiap kamar memiliki TV, brankas, fasilitas membuat teh atau kopi dan minibar. Beberapa kamar memiliki bathtub dan shower terpisah. Akses Wi-Fi tersedia gratis diseluruh areanya.
Gaby baru saja memasuki kamar hotel yang disewanya hari itu.
Dia mandi dan bersih-bersih untuk segera mengistirahatkan tubuhnya yang pegal setelah melakukan perjalanan jauh sepanjang hari ini.
Gaby keluar dari kamar mandi dengan tubuh yang jauh lebih segar.
Dia hanya mengenakan jubah mandi dengan pakaian dalam dibaliknya. Gaby berjalan ke arah lemari es kecil di dalam kamar hotel dan mengambil sekaleng minuman dingin di sana.
Dia meneguknya perlahan. Lalu beranjak ke arah balkon kamar hotelnya.
Rambut panjangnya yang basah dia biarkan tergerai begitu saja. Dan sedikit acak-acakan karena belum di sisir. Meskipun begitu, Gaby justru terlihat semakin sexy.
Untungnya kedatangan Gaby ke Korea di saat musim semi hampir usai. Jadi, cuaca dingin tidak terlalu mendominasi seperti biasanya.
Seoul sangat menarik untuk dikunjungi saat musim semi. Dengan udara bulan Maret yang cukup dingin.
Awal musim semi ini adalah waktu yang tepat untuk menjelajahi kota dengan balutan jaket musim semi. Udara akan mulai menghangat pada awal April dengan suhu rata-rata harian sekitar 12°C hingga 17°C. Tapi semua wisatawan masih disarankan untuk memakai jaket pada malam hari, untuk menghindari cuaca dingin meski udara pada siang hari cukup sejuk.
April merupakan puncak kunjungan wisata sehingga keramaian tidak dapat dihindari. Alasan utama adalah bunga sakura umumnya mulai bermekaran pada awal April, menghiasi penjuru kota dengan nuansa merah muda, khususnya di taman-taman kota.
Gaby merasa sangat beruntung bisa liburan ke Seoul di waktu yang tepat dengan waktu bunga Sakura mulai bermekaran. Rasanya, dia sudah sangat tidak sabar untuk menikmati keindahan bunga sakura itu besok.
Gaby masih berdiri di balkon kamar hotelnya dengan tatapan lurus ke bawah.
Sebuah senyuman terukir di sudut bibirnya yang berlekuk indah.
Panorama kota Seoul di malam hari sangat indah dan memanjakan mata. Apalagi jika dinikmati dari atas sini. Untungnya Gaby berkunjung di musim yang tepat. Sebab jika tidak, Gaby sudah pastikan dia akan mati membeku di luar sini karena hanya mengenakan jubah mandi saja.
Gemerlapnya lampu-lampu jalanan dan hiruk pikuk keramaian kota Seoul tampak memanjakan mata.
Gaby masih asik menikmati keindahan kota Seoul di balkon kamar hotelnya ketika dia melihat seseorang keluar dari arah samping balkon kamar lain yang bersebelahan dengan kamar hotelnya.
Gaby melihat seorang lelaki bersetelan sama dengannya tengah asik menikmati soju di tangan. Dia tersenyum ke arah Gaby.
Gaby membalas senyuman lelaki bermata sipit itu.
Setelah puas memanjakan mata di luar sana, Gaby kembali memasuki kamar hotelnya untuk berganti pakaian.
Dia membuka jubah mandinya hingga tubuhnya yang aduhai itu terpampang jelas terhalang bikini merah menyala.
Gaby berdiri menghadap cermin lemari yang mengarah ke tempat tidur.
Dari balik cermin itu Gaby bisa menatap pantulan dirinya yang berbikini ria, namun ada sesuatu yang janggal di sana.
Tepatnya ketika tatapan Gaby tertuju ke arah tempat tidur di belakangnya.
Tampak seorang lelaki sedang berbaring nyaman di atas tempat tidur di kamar hotel yang dia pesan. Lelaki itu sedang asik membaca buku.
Gaby berbalik cepat dan kembali meraih jubah mandinya.
Wajahnya yang bingung berangsur marah begitu dia tahu siapa lelaki kurang ajar yang sudah menerobos masuk ke dalam kamar hotelnya saat itu.
Damn it!
Wanita berjubah mandi itu berjalan cepat ke arah ranjang tempat dimana seorang lelaki yang tampak santai menikmati bacaannya. Seorang lelaki bernama Gibran yang kini resmi menyandang status sebagai suami sahnya.
Wajah Gaby merah padam dengan tatapan nyalang sarat emosi.
"LO NGAPAIN DI SINI?" tanya Gaby pada Gibran dengan intonasi suara yang meninggi. Dia berdiri di sisi ranjang tempat di mana Gibran berada.
Ini seperti mimpi, Gaby benar-benar tak percaya jika kini Gibran ada dihadapannya.
Di sini! Di Seoul!
Bagaimana bisa?
Gibran menutup buku bacaannya dan mendongak menatap wajah Gaby. Dia tersenyum miring.
Gibran bahkan sudah bisa menebak dengan apa yang akan terjadi setelah ini.
Awalnya Gibran tenang-tenang saja ketika Gaby tetap bersikekeuh untuk berangkat ke Maldives meski tanpa dirinya dikarenakan dia sudah membatalkan perjalanan itu. Gibran pikir, Gaby akan pulang ke rumah yang memang akan mereka huni berdua. Rumah peninggalan Kakek dan Nenek Gibran di Raffles.
Sayangnya, perkiraan Gibran meleset. Dia sudah menunggu kepulangan Gaby di rumahnya, tapi sampai sore Gaby tak juga pulang. Makanya dia langsung menghubungi Gaby.
Dan betapa terkejutnya Gibran ketika dia mendapat kabar kalau Gaby hendak berangkat ke Korea.
Gaby memang nekat.
Sore itu, begitu tahu kalau Gaby hendak pergi ke Seoul, Gibran pun ambil langkah seribu. Dia langsung mengemas cepat barang-barangnya. Meminta Edward memesankan tiket ke Seoul saat itu juga.
Dan menjadi kebetulan yang sangat menguntungkan ketika ternyata keberangkatan pesawat Gibran sama persis dengan pesawat yang ditumpangi oleh Gaby.
Edward bilang, tersisa satu kursi kosong di pesawat itu.
Atau memang, semesta tengah berkonspirasi untuk membuat Gibran dan Gaby tetap melangsungkan bulan madu mereka yang sempat terancam gagal.
Meski harus dengan lokasi yang berbeda dan semuanya benar-benar di luar rencana semula.
Kini, mau tidak mau, suka tidak suka, Gibran terpaksa harus menghabiskan waktunya bersama Gaby di Seoul selama satu minggu ke depan.
Sungguh, Gibran benar-benar menyesali keputusannya membatalkan kepergian mereka ke Maldives. Mungkin, seandainya Gibran tidak membatalkan rencana bulan madunya ke Maldives, dia tidak perlu terjebak di Korea bersama Gaby, saat ini.
"Kenapa? Ini kamar istri gue dan nggak ada yang aneh kalo gue ada di sinikan?" Ucap Gibran dengan santainya. Gibran menurunkan kakinya yang tadi selonjoran di ranjang. Dia duduk menghadap Gaby. Tatapannya saat itu sempat tertuju ke belahan dada Gaby yang sedikit terbuka.
Gaby yang memakai asal jubah mandinya tanpa menyadari bahwa belahan buah dadanya kini terekspos jelas dihadapan Gibran langsung merapikan pakaiannya. Dia berdehem sambil bersidekap. Wajahnya merona setelah dia mengingat kalau tadi dia sempat membuka pakaiannya dan hanya berbikini ria di dalam kamar hotel ini.
Pasti Gibran sudah melihat tubuhnya! Dasar brengsek!
Maki Gaby dalam hati, tidak ikhlas!
"Lo nguntit gue?" tanya Gaby saat itu. Masih dengan tatapannya yang tertuju lurus ke wajah Gibran yang menurutnya sangat menyebalkan itu.
Gibran tertawa renyah. "Nggak usah kegeeran lo!" Balas lelaki itu sambil berdiri. Dia memasukkan ke dua tangannya ke dalam saku celana.
Gaby langsung menjaga jarak ketika Gibran mulai melangkah mendekatinya. Pikirannya langsung dipenuhi oleh hal yang tidak-tidak. Padahal saat itu, Gibran hanya ingin mengambil ponsel miliknya di meja yang berada di belakang Gaby.
"Gue cuma mau memastikan lo nggak buat masalah di sini," ucap Gibran lagi.
"Lo pikir gue anak kecil!" sewot Gaby tidak terima.
Gibran hanya mengedikkan bahu. Wajahnya masih terlihat santai dan super tenang. "Seenggaknya gue nggak perlu pusing ngejawab pertanyaan Tante lo yang bawel itu kalau sampai dia tahu keponakan tersayangnya kini terdampar di Seoul sendirian," Gibran kembali duduk di tepi ranjang. Tatapannya beralih ke ponsel di tangannya.
"Heh, semua ini juga nggak bakalan terjadi kalau bukan gara-gara lo!" balas Gaby tak mau kalah dengan telunjuknya yang terangkat dan tertuju ke wajah Gibran. "Harusnya sekarang ini gue bisa asik berenang di pantai Maldives tau nggak! Gue udah bawa bikini banyak-banyak, sayangkan nggak bisa gue pake!"
Gibran mengalihkan pandangannya ke arah Gaby. Dia tersenyum nakal.
Ditatap seperti itu oleh Gibran, Gaby jadi salah tingkah.
"Apa? Kenapa lo liatin gue begitu?" wajah Gaby semakin merona meski kejudesannya terus saja dia pertahankan.
"Nggak kenapa-napa. Btw, bikini merah lo tadi bagus juga," goda Gibran dengan senyumnya yang semakin lebar.
Menahan malu dan kesal, akhirnya Gaby memilih hengkang dari hadapan Gibran saat itu.
Gaby mengambil pakaian tidur di lemari dan membawanya ke kamar mandi.
Dibalik pintu kamar mandi, Gaby meraba dadanya yang kian berdebar kencang.
Kenapa selalu begini?
Kenapa dia selalu saja lemah jika sudah berhadapan dengan Gibran?
Pikirnya, menyesali kebodohannya.
Meski tak Gaby pungkiri, di sudut hatinya yang terdalam, Gaby merasakan kebahagiaan di sana.
Kebahagiaan akan keberadaan Gibran di sini, bersamanya.
*****
Masih penasaran?
Vote dan koment yang banyak ya....
Salam herofah...
Hari ini adalah hari ulang tahun Jasmine yang ke enam.Dan seperti janjinya pada Jasmine sebelumnya, bahwa Gaby akan memberikan Jasmine seorang adik laki-laki.Itulah sebabnya, usai acara perayaan ulang tahun Jasmine yang diadakan dikediaman pribadi Gibran dan Gaby di Jakarta, malam harinya keluarga kecil nan berbahagia itu berangkat menuju sebuah panti asuhan yang lokasinya berada di pusat kota.Sebuah panti asuhan yang memang cukup terkenal bernama Panti Asuhan Pelangi. Anak-anak yatim piatu di panti asuhan pelangi yang tidak beruntung karena tak mendapatkan kesempatan di adopsi oleh sebuah keluarga akan dibina dan dididik hingga anak tersebut memiliki keahlian dan mampu hidup serba mandiri. Nanti, jika mereka sudah besar, pihak panti akan membebaskan mereka untuk menentukan pilihan hidup mereka masing-masing.Total anak yatim piatu ples anak jalanan yang berada di bawah naungan panti asuhan pelangi menc
"Indah banget ya, Gib," ujar Gaby dengan tangannya yang terus dia lipat dan semakin rapat mendekap tubuhnya sendiri. Matanya tertuju pada charles bridge, deretan jembatan romantis yang sangat terkenal di Praha.Saat itu mereka sedang berada di balkon kamar hotel mereka sambil menikmati waktu senja berakhir.Langit yang tampak gelap temaram menjadi latar prague castle dan Sungai Vlatava yang tampak seperti lukisan di dalam dongeng. Keindahan yang menghipnotis banyak pasang mata yang tampak puas memanjakan mata mereka. Charles Bridge memang indah dan layak dikunjungi saat sepi atau ramai terlebih lagi di malam hari. Pasti akan sangat romantis dan menyenangkan. Pikir Gaby membatin.Romantisme perjalanan honeymoonnya kali bersama Gibran pasca mereka kembali resmi menjadi sepasang suami istri terasa begitu berbeda dengan apa yang mereka alami saat honeymoon di Seoul waktu itu.Gaby dan Gibran puas berkeliling Eropa menikmati hari-hari bulan madu mereka yang ma
Sebuah mobil sport hitam tampak melaju kencang, meliuk-liuk di sepanjang jalanan ibukota yang ramai lancar.Gibran mengemudikan kendaraannya dengan kecepatan penuh ketika dia meyakini bahwa suara yang didengarnya di telepon tadi adalah suara Gaby, mantan istrinya.Itu artinya, model cantik bernama Gabriella itu kemungkinan adalah Gaby.Detik itu juga Gibran langsung meminta Edward untuk menggantikannya pergi keluar kota. Hal itu jelas membuat Edwar mencak-mencak.Sesampainya di kantor, Gibran melangkah panjang menuju ruangannya, lelaki itu tertegun sesaat ketika sepasang netranya kini beradu dengan sepasang netra boneka milik seorang wanita cantik yang sangat-sangat cantik di dalam ruangan itu.Wanita itu mengenakan pakaian sopan berupa dress hitam sebatas lutut yang dipadupadankan dengan blazzer merah menyala."Mamah, mana Papah? Katanya kita mau ketemu Papah?" Tanya seor
Tiga Tahun Kemudian...Hari ini, Gibran dan Edward baru saja mengadakan rapat penting dengan klien asal luar negeri. Rapat ditutup setelah keduanya sepakat untuk menjalin hubungan kerjasama dalam kurun waktu lima tahun ke depan.Gibran baru saja keluar dari ruangan rapat hendak memasuki ruang kerjanya ketika seseorang tiba-tiba menghadang langkahnya di kantor."Pak, ini nama-nama model yang masuk daftar kriteria untuk iklan produk terbaru kita, salah satu di antara mereka adalah model asal luar negeri,"Gibran menerima berkas itu dari sekretarisnya dan masuk ke dalam ruangannya setelah mengucapkan terima kasih.Dia melempar berkas di tangannya ke atas meja kerjanya, mengendurkan dasi yang terasa mencekik lehernya dan menjatuhkan tubuh di sofa panjang yang terletak di pojok ruangan. Lelaki itu tampak memejamkan mata."Jiah
Setelah mengganti pakaian dan merapikan penampilannya di salah satu pom bensin yang dia lewati dalam perjalanan kembali menuju rumah sakit, Gibran tidak bisa fokus menyetir.Tangan lelaki itu terus gemetaran.Pikirannya bercabang dan penuh.Tatapannya berkabut akibat air mata yang membendung di kelopak matanya.Bayangan terakhir saat dirinya berhasil melenyapkan nyawa seseorang kian membuatnya frustasi. Di satu sisi dia merasa bersalah, namun di sisi lain dia juga tak akan membiarkan Mirella terus menerus mengganggu ketentraman hidup rumah tangganya bersama Gaby.Lantas, apakah yang dilakukannya ini benar?Apakah ini adil untuk Mirella?Apakah ini adil untuk Gaby?Mungkinkah dirinya mampu melewati hari-harinya di depan setelah apa yang dia lakukan malam tadi di atas bukit itu?Setelah dirinya membunuh Mirella...
Setelah menempuh perjalanan yang cukup jauh, akhirnya kendaraan Gibran pun berhenti di sebuah tempat yang jauh dari hiruk pikuk manusia.Sebuah tempat yang sepi, gelap dan dingin.Dulu sekali, Gibran pernah menyambangi lokasi ini bersama kawan-kawan satu kantornya untuk sekedar refreshing di tengah nuansa alam liar dengan berkemah dan mendaki.Jika dulu dirinya mendaki dengan peralatan lengkap, bedanya, kini dia mendaki tanpa membawa apapun selain senter di tangan dan pakaian yang melekat di tubuhnya.Lelaki itu terus menggenggam tangan Mirella di sepanjang jalan setapak nan licin yang mereka lalui."Mau apa kita ke sini, Ib? Aku takut," ucap Mirella di tengah perjalanan saat Medan yang harus mereka daki kian curam."Aku sudah bilangkan, kamu harus bersembunyi. Aku tidak mau polisi-polisi itu menangkapmu," ujar Gibran yang susah payah melangkah.Rintik gerimis yang masih setia mengguyur membuat tubuh keduanya sama-sama lepek."