Share

KEADAAN JILL ANNE

Author: Raifiza27
last update Last Updated: 2021-05-05 11:51:01

Sejenak William terdiam. Pandangannya terpaku melihat guyuran air hujan yang begitu deras.

"Aku yakin kau akan pulang! Kau tak memiliki apa-apa, Jill. Jadi, pilihanmu tetap kembali padaku."

Terlihat senyum William menyeringai dingin. Dengan sorot mata yang tajam. Menatap pada sebuah bingkai lukisan yang tergambar dirinya dan Jill Anne. Dia sangat yakin, jika Jill Anne tak bisa jauh darinya.

Tok tok tok!

Terdengar suara pintu yang diketuk pelan. Membuat William menoleh. Iris matanya,  mendapati sosok Beatrix yang terlihat sangat anggun penuh pesona. Membuat William terbelalak dengan penampilan terbaru wanita cantik itu.

"Kau, sepertinya terkejut, William?" desah Beatrix tersenyum hangat. Sembari jemari tanganya mempermainkan ujung rambutnya yang terikat ke atas. Berhiaskan bunga myrtle kesukaannya.

"Tak salah aku memilihmu, Sayang," sahut William yang begitu takjub dengan perubahan penampilan 'istrinya'.

"Apa, penampilanku sudah bisa membuat dirimu bangga?"

"Pasti, Beatrix. Dua hari lagi aku akan mengajak kau ke sebuah pesta. Undangan Jendral Benjamin Elmar. Atas pertunangan anak gadisnya dengan seorang bangsawan Skotlandia."

"Wahhh, kamu serius William?" Dari binar mata dan rona merah di kedua pipi Beatrix terlihat dia sangat menyukai ajakan itu.

"Aku seorang laki-laki yang tak pernah berbohong, Beatrix!"

Langkah Beatrix menghampiri sang 'suami' yang masih berdiri di depan jendela. Dari hembusan kasar napasnya. Beatrix bisa tahu, kalau William sebenarnya gelisah. Tak bisa dia tutupi, dengan keangkuhan yang terpancar dari sikapnya. Yang dingin dan seolah tak peduli.

"William Sayang," bisik Beatrix, menyandarkan kepalanya di lengan sang 'suami'.

"Hemmm ...."

"Kau pasti memikirkan Jill Anne. Iya 'kan?"

Dia tersungging sinis, seolah ingin menampik semua perkiraan yang ada di kepala Beatrix.

"Kau jangan suka main perkiraan, Beatrix."

"William, bisa kah kau mmeanggil aku dengan panggilan Floy saja?"

"Kenapa?"

"Itu nama kecilku. Dan, aku lebih suka kau memanggilnya dengan nama itu. Bisa 'kan?"

Tangannya mengusap lembut rambut Beatrix yang masih bersandar di lengannya.

"Aku mau mengantar kamu mencari Jill Anne, Sayang."

"Stop! Hentikan kau mengulang-ulang nama itu lagi. Paham Floy?" sentak William kasar.

Seketika Beatrix meregangkan kepalanya. Dia tak sangka bila William bisa sekasar ini. Tanpa banyak berkata-kata lagi. Beatrix berlari kecil meninggalkan kamar William. Dia menaiki anak tangga, dengan mengangkat rok lebarnya.

Sesampai di kamar. Wanita cantik itu, menghempaskan tubuhnya. Hingga membenam di antara bantal yang lembut dan empuk. 

Dari luar kamar. Ester hanya memperhatikan tuannya yang tengah menangis sesenggukkan.

"Baru sebatas itu saja, Nyonya Floy sudah menangis. Bagaimana dengan perlakuan Tuan pada Nyonya Jill Anne? Pastinya kau akan terkejut. Jangan kau kira hidup di kastil megah ini, hidupmu akan bahagia ... Nyonya Floy!" ucap Ester menyeringai senang.

Wanita berkulit hitam itu menjauh pergi, meninggalkan Beatrix yang terus menangis.

_oOo_

Langkahnya mengayun, berjalan lambat di pinggiran pantai, dengan tangan yang memegang tali kekang Mariana. Suara guntur bercampur petir terdengar menyalak dan menyambar. Cahaya yang berkilat, tak membuat takut Jill Anne sama sekali.

Dia membiarkan tubuhnya diguyur derasnya air hujan. Sesekali Jill Anne mendongak ke atas. Dengan mata yang terpejam. Seolah ingin melupakan semua peristiwa yang baru saja menyakiti dirinya.

Lalu dia merentangkan kedua tangan dengan lebar. Sembari berteriak kencang, "aaaaaarghhhh!" Seakan ingin melepas beban yang menghimpit dada.

Wanita berparas manis itu, terus menjerit histeris. Mungkin dengan begitu dia merasa lega. Bisa meluapkan kemarahan pada William dan wanita asing itu. Yang berpura-pura ramah, tapi menikam dirinya.

"Kenapa aku selalu merasa sendiri? Kenapa semua orang yang aku cintai, pada akhirnya menyakiti?" teriakmya.

Seraya pandangan Jill Anne tertuju pada pantai, yang ombaknya bergulung tinggi dan keras menghantam batu karang. Seolah ingin menghancurkan keangkuhan dan kesombongan, batu karang yang berjajar di beberapa pinggiran pantai.

Jill Anne tak kuasa lagi menahan tangis yang langsung pecah. Bersamaan dengan guyuran air hujan. Yang seakan menutupi kelemahannya saat ini. Dia benar-benar terlihat hancur. Bagai ombak yang terhempas pesisir pantai dan menjadi buih.

Tubuhnya berjalan gontai dan lemas. Dia terduduk di pinggiran pantai dengan tatap mata yang kosong. Kedua tangannya terus memukul pasir yang tak bersalah.

Angin pun semakin berhembus kencang, seakan sengaja mempermainkan rambutnya. Namun kali ini, Jill Anne merasa ada yang aneh pada alam sekitarnya saat ini. Saat pandangan matanya tertuju ke  tengah laut. Seketika Jill Anne terbelalak, dengan mulut terbuka lebar. 

Dari kejauhan Jill Anne melihat putaran angin hitam berkumpul di satu titik. Hingga membentuk sebuah pusaran yang bergerak kencang berwarna kehitaman. Yang semakin lama semakin membesar.

Melihat sesuatu yang berbahaya di hadapannya. Jill Anne segera bangkit. Lalu dia segera menaiki kudanya, yang terlihat gelisah. Beberapa Mariana meringkik ketakutan. 

"Ayo Mariana, kita tinggalkan tempat ini!" seru Jill Anne.

Hentakan kedua kaki Jill Anne pada perut Mariana. Membuat  kuda itu terus melaju dengan kecepatan tinggi. Tanpa berhenti sama sekali.

Hingga sebuah kilatan cahaya yang sangat benderang menyilaukan Jill Anne. Membuat dia terkesiap. Begitu juga  kudanya yang tiba-tiba berhenti.

"Kenapa kau berhenti Mariana? Kita harus terus jalan!" teriak Jill Anne di telinga Mariana.

Sampai sebuah ledakan terdengar kencang. Tak jauh dari mereka berhenti. Ledakan itu membuat Mariana meringkik keras, dengan kedua kaki terangkat tinggi ke atas.

Kraaaaakkkk!

Sebuah pohon di depan mereka tumbang. Terkena sambaran petir. Masih tercium bau yang hangus terbakar, melesak di rongga hidung Jill Anne.

"Tenang, Mariana. Tenang ...!"

Jill Anne sibuk menenangkan kudanya. Namun, rupanya Mariana terlanjur ketakutan. Dia terus meronta dengan meringkik. Membuat Jill Anne mulai kesulitan mengendalikannya.

"Mariana, tenanglah," bisik Jill Anne dengan terus mengusap punggungnya.

Kembali terdengar suara petir yang menyalak kencang. Membuat kuda itu, semakin tak terkendali. Dia terus mengangkat kedua kaki depannya. 

Dan ....

Sebuah hentakkan sangat keras, membuat Jill Anne terpelanting dan terjatuh ke pasir pantai.

"Aaaaaarghhh!"

Mariana pun berlari kencang meninggalkan tubuh Jill Anne yang tak lagi bergerak. Seolah dia tak peduli dengan keadaan tuannya. 

Tubuh Jill Anne benar-benar tersungkur. Derasnya hujan tetap tak membuat dia terbangun. Tubuhnya benar-benar mati, tak ada gerakan sama sekali.

Satu jam berlalu ....

Jill Anne mulai merasakan tubuhnya terasa sakit. Dia berusaha untuk bergerak pelan. Sedikit demi sedikit merangkak untuk mencapai ke tempat yang lebih tinggi.

Mata, hidung, dan mulutnya penuh pasir. Masih dengan terlentang. Jill Anne berusaha membersihkan wajahnya. Beberapa butiran pasir masih melekat. Sampai membuat Jill Anne terbatuk-batuk.

"Aaaarghhh! Sakit sekali." Suara Jill Anne benar-benar lemah.

Dadanya terlihat naik turun dengan cepat. Dia masih terus berusaha untuk bisa bangun. Namun sayang, tubuhnya benar-benar tak bisa diajak kerjasama. Hingga Wanita berparas manis itu kembali terlentang.

"A-pa, aku benar-benar akan mati?"

Tubuh Jill Anne yang terus menerus di guyur hujan deras, akhirnya kembali pingsan. Dia benar-benar tak berdaya. Detak jantungnya pun semakin melemah.

Tak ada seorang pun yang melintas atau berada di sekitar tempat itu. Kastil Edward Lily memang jauh dari pemukiman warga desa. Harus menempuh dua jam perjalanan dengan kereta kuda.

Gelegar petir pun tak mampu membangunkan Jill Anne yang tak sadarkan diri. Tubuhnya mulai membiru. Bibir dan dagu terlihat bergetar lemah. Napasnya masih terlihat naik turun, walau tak secepat semula.

Kali ini, Jill Anne benar-benar terkulai lemah. Hanya menunggu hitungan waktu. Sampai ada seseorang yang akan menolong. Atau, sebaliknya. 

 ***

Follow IG Raifiza_Lina. F* Raifiza Lina

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • THE DUKE WILLIAM ( 9 ISTRI )   PETUNJUK

    "Memangnya apa yang bisa aku lakukan?""Kamu ikuti prosedur mereka. Kami ingin tahu sampai sejauh mana William terjerat. Kasus ini saksinya hanya kamu, Sherley!""Tapi, aku tak melihat penembaknya. Bahkan sosok posturnya aku mulai sedikit lupa."Sampai Sherley teringat pada seseorang, si pemberi surat dari Angle White."Aku baru ingat!""Apa?" Jill meanatap tajam."Aku jadi ingat sama sosok si pengantar surat. Menurut aku perawakannya mirip penembak itu, cuman aku masih ragu.""Kamu jangan asal menebak, Sherley. Akan sangat berbahaya buat kamu. Sebaiknya kita fokus pada William."Sherley tertegun sejenak.'Kenapa Jill mengalihkan pembicaraan ini? Apa dia sudah punya rencana lain?"Buru-buru Sherley mendekati dan menarik lengannya sedikit menjauh dari Laurice dan Beatrix."Ada apa Jill?""Maksud kamu?""Apa yang kamu sembunyikan dari aku? Aku sangat tahu kamu, pasti kamu sedang mere

  • THE DUKE WILLIAM ( 9 ISTRI )   WILLIAM DIPERIKSA

    Tiba-tiba .... "Tidak salah sama sekali!" sahut Beatrix yang sudah berdiri di ambang pintu. Mmebuat mereka bertiga tersentak. "Kamu ... menguping?" sentak Jill geram. Dengan tenang dan santai, Beatrix menutup pintu kamar. "Tenanglah, Jill. Kalau dalam hal ini, aku sepakat denganmu. Kapan niat itu akan kamu lakukan?" Jill masih terlihat tegang dengan kedatangan Beatrix, hal yang tidak dia duga sebelumnya. "Percayalah sama aku. Tidak mungkin aku akan bocorkan perihal ini. Karena semenjak kejadian menyakitkan itu, aku membencinya." Sepertinya Jill bisa mempercayai Beatrix. "Baiklah kalau begitu. Kita akan menunggu apa yang akan dilakukan Lady Rose. Apa benar dia mampu membuat William benar-benar mengusir kita dari sini." "Dan pastinya menceraikan kamu, Jill," sahut Laurice. "Kalau itu sampai terjadi, kita akan keluar tanpa apa pun. Ingat juga, keluarga Lady rose suaranya masih didengar pihak kerajaan,

  • THE DUKE WILLIAM ( 9 ISTRI )   RENCANA PEMBUNUHAN

    "Mungkin, ada baiknya kamu ikuti saran dari surat itu. Siapa tahu Abel benar-benar mencintai kamu?"Sherley hanya tersenyum masam."Entahlah? Aku pun tidak bernapsu untuk mendapat cinta dari siapa pun.""Termasuk William? Tampaknya kamu telah tergoda padanya.""Dia terlalu banyak memiliki wanita. Sulit untuk bisa setia. Aku tak mau dan tak ingin hidup seperti kamu, Jill. Menderita!"Jill Anne hanya menyeringai dengan mengangkat sudut bibirnya."Itu William sudah menemui mereka. Aku hanya ingin kamu segera bebas dari permasalahan ini."Dari arah atas, terdengar suara Laurice memanggil mereka."Jill!"Kedua wanita menghentikan langkah, dan melihat pada Laurice yang berlari kecil mendekat."Ada apa ini?""William ada tamu dari para penyidik mengenai kasus penembakan Darriel.""Apa?! Ta-tapi tidak mungkin 'kan William melakukannya?""Semoga speerti itu, Lau. Kenapa? Kamu speertinya sangat ke

  • THE DUKE WILLIAM ( 9 ISTRI )   MENDERITA

    "Masih menduga?""Iya, karena belum terbukti apa pun. Mereka sama sekali tidak memiliki bukti tentang keterlibatan kamu.""Aku memang tidak melakukannya, Sherley!" tegas William.Jill Anne yang mendengar percakapan mereka menghampiri."Kalau aku boleh saran padamu. Sebaiknya kamu kasih ijin pada mereka, karena memang kamu bukan pelakunya. Jika kamu mempersulit, pasti mereka merasa benar atas dugaan selama ini."Sejenak William memikirkan perkataan Jill, tanpa berpikir panjang lagi. Sherley melirik padanya. Seolah mempertanyakan, saran Jill Anne yang bisa semakin menjebak William."Baiklah kalau begitu saran kamu, Jill. Aku yakin kamu masih peduli padaku.""William, tunggu!" Lady Rose mendekat. "Saran Jill itu gila! Buat apa kamu mengikuti mereka. Kamu 'kan punya kuasa.""Ahhh ... para bangsawan itu, mana ada yang peduli denganku, Rose. Mereka hanya memandang Jill Anne, yang pintar dan berduit, dari pada diriku!"

  • THE DUKE WILLIAM ( 9 ISTRI )   MENJEBAK WILLIAM

    Sepertinya William sudah tidak sabar menghadapi Sherley, yang menurutnya terus mengelak. Tangan kanan bergerak mencengkram lengan kiri Sherley kuat-kuat. Sampai membuatnya tersentak, karena sakit. "William!" sentak Jill Anne. "Tidak perlu kamu kasar begitu padanya!" "Wowww, kalian juga saling membela seperti ini? Ini hal yang sangat menarik, Jill," celetuk Lady Rose dengan senyum yang masam. Dalam waktu bersamaan, Jill Anne mendekati wanita itu. Dia mendorong kuat tubuhnya sampai hampir terjungkal. "Sekali lagi kamu ikut campur urusan kami, aku bungkam sendiri mulut kamu!" bentak Jill. Namun, ancaman itu semakin membuat Lady Rose tertawa. "Silakan kalau berani kau Jill Anne!" Sudut bibirnya menyungging, seakan mengajak Jill Anne untuk terus melanjutkan pertengkaran di antara mereka. Kesal dengan sikap Lady Rose, yang semakin mengejek. Tak segan Jill Anne menerjang tubuhnya, hingga kedua wanita bangsawan itu terhempas ke lantai.

  • THE DUKE WILLIAM ( 9 ISTRI )   PERTENGKARAN HEBAT

    Tiba-tiba,"Jill ... Jill!"Sontak Ester dan Jill berbalik dan memperhatikan sosok Sherley yang tersengal-sengal."Apa ... ada kejadian baru?""A-ada Nyonya. Sekarang juga Tuan William sedang menunggu Nyonya Sherley." Tampak Ester benar-benar khawatir."Kenapa dia mencari aku?" Sherley terlihat tegang."Hemmm ... kamu harus berhati-hati, Sherley. Aku takut kalau William mencurigai kamu soal ini.""Baik, Jill. Ester, di mana William menunggu aku?""Di lantai bawah, Nyonya.""Baik aku akan ke sana juga."Bergegas Sherley menuruni beberapa anak tangga. Dia tak ingin sampai William tahu ini adalah perbuatan dirinya. Melihat keaaan yang smekain runyam, Jill pun mengekori Sherley."Sherley, tunggu!"Wanita itu hanya menoleh dan meneruskan langkahnya."Ada apa, Jill?""Berhati-hatilah, William saat ini sedang didukung oleh Lady Rose. Dia sangat berbahaya, dan mampu membalikkan keadaan de

  • THE DUKE WILLIAM ( 9 ISTRI )   KECEMASAN

    "Maksudnya?""Dia ingin memeriksa seluruh isi kamar. Dalam isi surat ini juga dijelaskan kalau aku menyimpan bukti untuk kasus pembunuhan.""Pembunuhan?" Kedua matanya melotot, seolah tidak percaya dengan apa yang terjadi. "Kamu ... bicara serius?""Iya, Rose. Dalam surat ini sangat jelas mengetakannya.""Ta-tapi, William?" Rose manatap tajam pada lelaki tampan itu. "Bagaimana bisa mereka ingin mencari barang bukti di dalam kamar kamu? Pasti ada seseorang yang memang sengaja menjebak kamu, William.""Kita akan lihat nanti, Rose."William terlihat tenang."Ester!" teriak William kencang.Wanita berkulit hitam, berlari mendekat."Iya, Tuan. Ada apa?""Di mana Sherley?""Nyonya Sherley, sepertinya masih tidur di kamar.""Panggil dan suruh kemari, cepat!""Ba-baik, Tuan."Bergegas Ester keluar kamar, dan menuju lantai dua. Dia berjalan cepat menapaki beberapa anak tangga. Sampai

  • THE DUKE WILLIAM ( 9 ISTRI )   PENGGELEDAHAN KAMAR WILLIAM

    "Baiklah, apa kamu akan langsung pulang?""Iya, setelah ini Abel. Bolehkah?" Lelaki itu hanya manggut-manggut.Selesai menemani Abel makan, Sherley pun berpamitan hendak pulang."Terima kasih atas semua bantuan kamu. Kuharap kamu bisa membantu aku terbebas dari ini semua.""Iya, Cantik. Aku akan upayakan semuanya.""OKe, aku pulang ke kastil. Aku tidak mau ada dugaan dari William, kalau aku yang melakukan pelaporan semua ini." Abel hanya manggut-manggut.Sheerley pun segera naik kereta yang telah menjemput dirinya. Tangannya melambai pada Abel dengan senyum lebar mengarah padanya."Tolong kamu percepat keretanya!""Baik, Nyonya."Tapak kuda mulai berlari kencang. Sherley berharap bahwa kedatangannya tidak membuat curiga William dan juga yang lain._Kastil Lily Edward_Salah seorang pelayan menyampaikan pada Ester jika ada seorang tamu."Tamu dari mana?""Ini suratnya, Ester."

  • THE DUKE WILLIAM ( 9 ISTRI )   TIDAK TENANG

    "Berarti semua aman 'kan?""I-iya, aman semuanya."Abel menghempaskan tubuhnya di sebelah Sherley."Mereka baru saja berangkat ke kastil. Kita lihat nanti hasilnya bagaimana.""Apa ... menurut kamu semua ini akan lancar? Jujur, aku takut Abel."Lelaki kharismatik itu, menyudutkan pandangannya hingga membuat matanya menyipit."Kamu takut apa?""Pastinya kamu tahu, siapa seorang William ini?""Hemmmm, karena itu saja?""Iya, karena hal ini saja sudah membuat kepalaku pusing. Aku tinggal satu atap dengannya, dia yang memberikan penghidupan buat aku. Andai dirimu menjadi aku bagaimana?""Aku mengerti yang kamu rasakan ini, Sherley. Kalau memang kamu bukan seperti yang dituduhkan, kurasa kamu tenang saja. Tidak perlu mengkhawatirkan tentang William.""Apa, menurut kamu tahu bahwa aku yang memberikan bukti-bukti itu?"Abel Griffin menghela napas panjang."Iya! Kurasa cepat atau lambat pasti akan men

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status