Share

HASRAT YANG MENGGODA

Author: Raifiza27
last update Last Updated: 2021-05-04 00:32:45

Esmo hanya membungkuk. Lalu segera berjalan menuju ruang William. Tak lama, akhirnya mereka pun sampai. Esmo pun segera meninggalkan mereka.

"Tuan William," bisik Beatrix dengan mata yang berbinar.

Suara Beatrix terdengar syahdu menggoda. Membuat William mendongak dan mengalihkan pandangannya.

Dia melihat seorang wanita muda dan cantik. Yang sedang tersenyum lebar padanya. Seakan ingin menabur kerinduan yang terpendam di antara mereka. Walau perpisahan yang terjadi baru berumur tujuh hari.

Sejenak William terpesona. Tubuh seksi Beatrix dipadu pakaian dengan belahan dada yang rendah. Membuat bagian atasnya tersembul indah. Seolah menantang William untuk segera mencumbunya.

"Kemarilah, Beatrix!"

Wanita itu mempercepat langkahnya.

"Sayang, aku merinduimu," ucap Beatrix manja.

William menghentikan aktivitas yang dia lakukan. Dia pun beranjak dari kursi kerjanya. Menyambut wanita muda itu,  yang langsung bergelayut manja dan mesra.

"Kau tak merindukan aku, Tuan?"

"Selalu merindukanmu. Apalagi kalau mengingat gaya binal kamu di ranjang. Semakin membuat aku tak bisa tidur," bisik William.

Raut wajah Beatrix memerah. Dia tersipu malu oleh ucapan William yang pandai membuat hatinya penuh gelora.

"Ayo, ikuti aku!" ajak William.

"Kita ke mana?"

"Akan aku tunjukkan kamar kamu!"

Rona kebahagiaan, terpancar jelas di wajah wanita itu. Tanpa peduli, dia telah menoreh sebuah luka di hati Jill Anne. Yang kini entah berada di mana?

Mereka berdua menaiki beberapa anak tangga. Menuju lantai tiga. Di beberapa sudut ruang. Terlihat bunga mawar putih dipadu dengan bunga myrtle. Bunga yang berwarna putih, perlambang kesetian cinta.

"Aku suka dengan bunga mytle, Wiiliam Sayang."

"Karena aku tahu kau suka, makanya aku letakkan sebagai hiasan. Perlambang cintaku padamu."

"Kau pun akan setia padaku?"

William tak menjawab. Dia menggandeng lengan Beatrix menuju kamarnya yang sudah dihias penuh bunga. Wanita itu seperti melupakan pertanyaan yang sempat dia lontarkan pada William.

"Indah sekali kamar ini, Sayang."

"Kamu suka?"

"Sangat menyukainya."

William langsung menyambar tubuh Beatrix yang tak siap. Lelaki tampan itu menggendong dan menghempaskan di atas kasur. Seolah tak memberi kesempatan pada Beatrix untuk bernapas. Dia memagut rakus bibir sang 'istri.'

Beatrix pun tak menyiakan kesempatan itu. Hembusan napas William mulai terdengar kasar di telinga. Bersamaan dengan suara petir yang menyambar dan menyalak dengan suara kencang. Mereka meluapkan hasrat yang penuh gelora.

Wanita cantik itu, begitu pintar mempermainkan hasrat membara Willliam. Seakan lelaki itu dibuat tak berdaya dengan kelihaiannya. William pun begitu menikmati, semua sensasi yang diberikan Beatrix. Yang tanpa malu, dia terlihat lebih beringas di ranjang dari pada Jill Anne.

"Kau ... pintar Sayang," bisik William dengan terengah-engah.

"Lanjut, Sayangku?" William hanya bisa mengangguk pasrah.

Dia seolah tak peduli dengan keberadaan istri pertamanya itu. Di tengah badai petir yang terus menyambar bumi. Hanya Esmo yang sedari tadi berjalan mondar mandir. Dia terlihat sangat gelisah memikirkan tuannya. Sesekali dia melihat ke arah lantai tiga. Dengan kemarahan.

"Bagaimana bisa dia membiarkan istrinya di luar?  Di tengah badai petir seperti ini. Tanpa berniat mencari atau menyesali perbuatannya. Malah enak-enak bercinta dengan wanita itu!"

"Sabar, Esmo! Bukannya Tuan kita memang terkenal suka main wanita. Iya 'kan?" sahut Ester.

"Tapi, sekarang ini benar-benar keterlaluan. Kurang apa Nyonya Jill Anne? Bahkan kekayaannya bisa membeli Tuan William."

"Esmo! Hati-hati kalau bicara. Jika Tuan William mendengarmu. Kau bisa dihukum."

"Aku memang benar-benar marah dengan Tuan, Ester. Sikap dia dalam memperlakukan Nyonya. Sungguh keterlaluan."

"Aku pun sebenarnya merasakan hal yang sama. Tuan Willian seperti tidak peduli sama sekali."

Esmo menghembuskan napas panjang. Dia berjalan menuju jendela kaca yang tertutup rapat. Tatap matanya memandang tetesan air hujan yang membasahi jendela kastil saat ini.

"Yang aku tahu, Nyonya Jill Anne menyerahkan semua  aset kekayaan untuk dikelola Tuan William. Jadi, sekarang dia tak bisa berbuat apa-apa. Kesalahan Nyonya satu!"

"Apa itu Esmo?"

"Dia terlalu percaya pada Tuan, Ester!"

Mereka berdua pun hanya bisa iba pada nasib Jill Anne. Yang kini mereka pun tak tahu bagaimana kondisinya.

"Sayang, kau tak ingin mencarinya?" Tiba-tiba suara Beatrix terdengar berbisik di telinga William.

"Siapa?"

"Jill Anne, Sayang."

Tak ada jawaban yang terlontar dari bibir William. Beatrix pun tak memaksa William untuk menjawab. Dia terus mempermainkan wajah tampan lelaki bangsawan itu.

Suara guntur bergemuruh. Petir pun masih menyambar-nyambar kencang. Seakan ingin merobohkan menara kastil yang tertinggi. Segera Beatrix masuk ke dalam selimut dan memeluk tubuh William yang hangat.

"Kau dengar suara menakutkan itu? Sepertinya sedang badai petir William Sayang."

Tak ada ekspresi apa pun, yang di tunjukkan lelaki tampan penuh pesona itu. William Edward hanya tersungging masam.

"Biarkan dia menyesalinya!"

"Tapi, William. Kasihan dia di luar sana."

Jemari tangan Beatrix, terus bergerak mengusap dada bidang 'suaminya.'

"Aku paling tak suka bila ada yang menentangku. Terutama wanita. Termasuk kamu, Beatrix. Ingat pesan aku ini, jangan pernah sekali pun kau menentang apa pun yang aku inginkan. Paham?"

"Keinginan yang seperti apa?"

"Termasuk keinginan pada wanita!" Suara itu terdengar tegas tanpa basa basi.

Deg!

Ada desir ketakutan yang merambat di hati Beatrix. Dengan pandangan mata yang nanar. Dia memalingkan wajah William hingga menghadap ke arahnya.

"Maksud kamu? Apa kamu masih ingin mencari wanita lain? Tak cukup hanya aku dan Jill?"

"Beatrix, jangan cerewet!"

"Aku kan hanya bertanya saja William."

Lelaki tampan itu mengibaskan tangan. Pertanda agar Beatrix tak melanjutkan lagi kalimatnya.

"Aku akan turun. Biar Ester akan melayani-mu. Apa pun yang kamu minta akan aku turuti. Kau akan hidup bahagia dengan kekayaan aku. Bagaimana?"

Sejenak Beatrix terdiam, cukup lama. Ada pergolakan dalam hati. Bertahan karena cinta atau harta?

'Ahhhh, aku tak peduli. Yang terpenting, aku bisa menikmati semua ini.'

William kembali menoleh padanya.

"Kau tak menjawab?" lanjut William dengan sorot mata yang tajam. Begitu mengintimidasi Beatrix.

"A-aku menyukainya William Sayang."

"Bagus! Aku menyukai itu."

Bergegas William turun dari ranjang. Segera dia mengenakan pakaian yang berserakan di lantai. Tubuhnya yang atletis dan kekar, mempunyai daya pikat seksual tersendiri bagi wanita mana pun.

Langkah kakinya berjalan cepat meninggalkan kamar Beatrix. Terdengar wanita itu, menghela napas panjang. Tak lama kemudian, muncul seorang pelayan wanita. Dia masih berdiri di depan pintu yang terbuka lebar.

"Siapa nama kamu?"

"Ester, Nyonya."

"Apakah Nyonya Jill sudah pulang?" tanya Beatrix ikut mengkhawatirkan wanita yang baru saja dia kenal dan lihat.

"Masih belum, Nyonya."

Beatrix kembali menghembuskan napas panjang. Terpancar gurat rasa bersalah. Karena dirinya, Jill Anne pergi.

"Ester, aku ingin mandi. Siapkan baju aku di koper."

"Nyonya dilarang menggunakan pakaian yang dibawa dari rumah. Mari ikuti saya, Nyonya!" ajak Ester.

"Kenapa aku dilarang memakai baju aku sendiri?"

"Wanita Tuan William Edward. Harus tampil bak bangsawan."

"Tapi, aku bukan dari kaum bangsawan. Tidak bolehkah aku ingin memakai bajuku sendiri?"

Ester menoleh pada Beatrix. Yang belum apa-apa, sudah merasa seperti berada dalam sangkar emas.

"Mari Nyonya, ikuti saya!" tanpa memberi penjelasan.

Beatrix menyibak rambut merahnya yang panjang dan sedikit bergelombang. Lalu mengikat ke atas. Memperlihatkan leher yang jenjang.

"Rambutnya Nyonya sangat indah."

"Terima kasih, Ester."

Wanita berkulit hitam itu. Berjalan mendahului. Lalu dia berhenti di sebuah ruangan.

"Ruangan ini khusus pakaian anda, Nyonya."

Seketika itu dua bola matanya terbelalak. Dia hanya bisa terperangah, saat melihat ratusan pakaian wanita yang serba indah. Berjajar rapi. Dengan model terkini.

"Silakan Nyonya memilih!"

Beatrix langsung menghambur. Dia seperti kalap saat melihat surganya wanita. Senyum terus mengembang di wajahnya.

Sedangkan di salah satu sudut ruang kamar tidur Jill Anne. William masih berdiri di depan jendela kaca yang tertutup. Tampak ukiran burung phoniex menjadi hiasan jendela.

"Kau terlalu keras kepala, Jill. Aku mencintaimu, tapi bukan berarti kau bisa menghalangi kebebasan aku."

Sejenak William terdiam. Pandangannya terpaku melihat guyuran air hujan yang begitu deras.

"Aku yakin kau akan pulang! Kau tak memiliki apa-apa, Jill. Jadi, pilihanmu tetap kembali padaku."

Terlihat senyum William menyeringai dingin.

***

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (1)
goodnovel comment avatar
Kebo Rawis
Awwww, si Beatrix binal banget ya? Wah, pantesan Duke William tersepona dibuatnya. Gak sabar nunggu aksi mereka :D
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • THE DUKE WILLIAM ( 9 ISTRI )   PETUNJUK

    "Memangnya apa yang bisa aku lakukan?""Kamu ikuti prosedur mereka. Kami ingin tahu sampai sejauh mana William terjerat. Kasus ini saksinya hanya kamu, Sherley!""Tapi, aku tak melihat penembaknya. Bahkan sosok posturnya aku mulai sedikit lupa."Sampai Sherley teringat pada seseorang, si pemberi surat dari Angle White."Aku baru ingat!""Apa?" Jill meanatap tajam."Aku jadi ingat sama sosok si pengantar surat. Menurut aku perawakannya mirip penembak itu, cuman aku masih ragu.""Kamu jangan asal menebak, Sherley. Akan sangat berbahaya buat kamu. Sebaiknya kita fokus pada William."Sherley tertegun sejenak.'Kenapa Jill mengalihkan pembicaraan ini? Apa dia sudah punya rencana lain?"Buru-buru Sherley mendekati dan menarik lengannya sedikit menjauh dari Laurice dan Beatrix."Ada apa Jill?""Maksud kamu?""Apa yang kamu sembunyikan dari aku? Aku sangat tahu kamu, pasti kamu sedang mere

  • THE DUKE WILLIAM ( 9 ISTRI )   WILLIAM DIPERIKSA

    Tiba-tiba .... "Tidak salah sama sekali!" sahut Beatrix yang sudah berdiri di ambang pintu. Mmebuat mereka bertiga tersentak. "Kamu ... menguping?" sentak Jill geram. Dengan tenang dan santai, Beatrix menutup pintu kamar. "Tenanglah, Jill. Kalau dalam hal ini, aku sepakat denganmu. Kapan niat itu akan kamu lakukan?" Jill masih terlihat tegang dengan kedatangan Beatrix, hal yang tidak dia duga sebelumnya. "Percayalah sama aku. Tidak mungkin aku akan bocorkan perihal ini. Karena semenjak kejadian menyakitkan itu, aku membencinya." Sepertinya Jill bisa mempercayai Beatrix. "Baiklah kalau begitu. Kita akan menunggu apa yang akan dilakukan Lady Rose. Apa benar dia mampu membuat William benar-benar mengusir kita dari sini." "Dan pastinya menceraikan kamu, Jill," sahut Laurice. "Kalau itu sampai terjadi, kita akan keluar tanpa apa pun. Ingat juga, keluarga Lady rose suaranya masih didengar pihak kerajaan,

  • THE DUKE WILLIAM ( 9 ISTRI )   RENCANA PEMBUNUHAN

    "Mungkin, ada baiknya kamu ikuti saran dari surat itu. Siapa tahu Abel benar-benar mencintai kamu?"Sherley hanya tersenyum masam."Entahlah? Aku pun tidak bernapsu untuk mendapat cinta dari siapa pun.""Termasuk William? Tampaknya kamu telah tergoda padanya.""Dia terlalu banyak memiliki wanita. Sulit untuk bisa setia. Aku tak mau dan tak ingin hidup seperti kamu, Jill. Menderita!"Jill Anne hanya menyeringai dengan mengangkat sudut bibirnya."Itu William sudah menemui mereka. Aku hanya ingin kamu segera bebas dari permasalahan ini."Dari arah atas, terdengar suara Laurice memanggil mereka."Jill!"Kedua wanita menghentikan langkah, dan melihat pada Laurice yang berlari kecil mendekat."Ada apa ini?""William ada tamu dari para penyidik mengenai kasus penembakan Darriel.""Apa?! Ta-tapi tidak mungkin 'kan William melakukannya?""Semoga speerti itu, Lau. Kenapa? Kamu speertinya sangat ke

  • THE DUKE WILLIAM ( 9 ISTRI )   MENDERITA

    "Masih menduga?""Iya, karena belum terbukti apa pun. Mereka sama sekali tidak memiliki bukti tentang keterlibatan kamu.""Aku memang tidak melakukannya, Sherley!" tegas William.Jill Anne yang mendengar percakapan mereka menghampiri."Kalau aku boleh saran padamu. Sebaiknya kamu kasih ijin pada mereka, karena memang kamu bukan pelakunya. Jika kamu mempersulit, pasti mereka merasa benar atas dugaan selama ini."Sejenak William memikirkan perkataan Jill, tanpa berpikir panjang lagi. Sherley melirik padanya. Seolah mempertanyakan, saran Jill Anne yang bisa semakin menjebak William."Baiklah kalau begitu saran kamu, Jill. Aku yakin kamu masih peduli padaku.""William, tunggu!" Lady Rose mendekat. "Saran Jill itu gila! Buat apa kamu mengikuti mereka. Kamu 'kan punya kuasa.""Ahhh ... para bangsawan itu, mana ada yang peduli denganku, Rose. Mereka hanya memandang Jill Anne, yang pintar dan berduit, dari pada diriku!"

  • THE DUKE WILLIAM ( 9 ISTRI )   MENJEBAK WILLIAM

    Sepertinya William sudah tidak sabar menghadapi Sherley, yang menurutnya terus mengelak. Tangan kanan bergerak mencengkram lengan kiri Sherley kuat-kuat. Sampai membuatnya tersentak, karena sakit. "William!" sentak Jill Anne. "Tidak perlu kamu kasar begitu padanya!" "Wowww, kalian juga saling membela seperti ini? Ini hal yang sangat menarik, Jill," celetuk Lady Rose dengan senyum yang masam. Dalam waktu bersamaan, Jill Anne mendekati wanita itu. Dia mendorong kuat tubuhnya sampai hampir terjungkal. "Sekali lagi kamu ikut campur urusan kami, aku bungkam sendiri mulut kamu!" bentak Jill. Namun, ancaman itu semakin membuat Lady Rose tertawa. "Silakan kalau berani kau Jill Anne!" Sudut bibirnya menyungging, seakan mengajak Jill Anne untuk terus melanjutkan pertengkaran di antara mereka. Kesal dengan sikap Lady Rose, yang semakin mengejek. Tak segan Jill Anne menerjang tubuhnya, hingga kedua wanita bangsawan itu terhempas ke lantai.

  • THE DUKE WILLIAM ( 9 ISTRI )   PERTENGKARAN HEBAT

    Tiba-tiba,"Jill ... Jill!"Sontak Ester dan Jill berbalik dan memperhatikan sosok Sherley yang tersengal-sengal."Apa ... ada kejadian baru?""A-ada Nyonya. Sekarang juga Tuan William sedang menunggu Nyonya Sherley." Tampak Ester benar-benar khawatir."Kenapa dia mencari aku?" Sherley terlihat tegang."Hemmm ... kamu harus berhati-hati, Sherley. Aku takut kalau William mencurigai kamu soal ini.""Baik, Jill. Ester, di mana William menunggu aku?""Di lantai bawah, Nyonya.""Baik aku akan ke sana juga."Bergegas Sherley menuruni beberapa anak tangga. Dia tak ingin sampai William tahu ini adalah perbuatan dirinya. Melihat keaaan yang smekain runyam, Jill pun mengekori Sherley."Sherley, tunggu!"Wanita itu hanya menoleh dan meneruskan langkahnya."Ada apa, Jill?""Berhati-hatilah, William saat ini sedang didukung oleh Lady Rose. Dia sangat berbahaya, dan mampu membalikkan keadaan de

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status