Share

3. HAMIL

Aldi mentap Reyna dengan pandangan rumit. Dia tidak ingin Reyna curiga padanya.

"Semoga saja apa yang kau katakan semuanya benar, Mas."

"Reyna, kenapa kau masih tak percaya kepadaku? Sudah kukatakan tidak ada yang terjadi tadi malam kecuali hanya karena kami meeting hingga larut! Dan aku tidak punya hubungan apapun dengan wanita itu !" bentak Aldi dengan bulir-bulir keringat menuruni pelipisnya. Entah kentara atau tidak, tapi jantungnya berdetak kencang, merasa sangat khawatir dengan persepsi tajam istrinya.

Beberapa saat yang lalu, Aldi baru saja berhasil menjelaskan pada istrinya mengenai apa yang terjadi di malam sebelumnya. Yah, tentu saja dengan setumpuk skenario palsu yang dia bangun dalam benaknya.

"Lalu siapa wanita yang aku dengar memanggil namamu dengan begitu mesra, Mas?" pertanyaan itu sempat dilemparkan kepada Aldi beberapa saat yang lalu.

Lalu, apa jawaban Aldi? Mengatakan bahwa Nadia adalah wanita yang tanpa sengaja dia tiduri kemarin? Tentu saja, tidak!

Aldi menjelaskan bahwa Nadia adalah perwakilan dari partner perusahaan terbarunya, dan kebetulan wanita itu duduk di sebelahnya sehingga suaranya kemarin terdengar begitu jelas di telepon. Seribu satu cara Aldi gunakan untuk menutupi perzinahan yang dia lakukan di hari yang lalu. Namun, Reyna masih bersikeras menyatakan bahwa dia tak percaya dengan ucapan Aldi.

Tangan Aldi menyisir rambutnya, membuat sosoknya yang tampan terlihat begitu kelelahan. Kemudian, dia menggenggam tangan Reyna dengan lembut. "Sayang, percayalah, aku tidak akan mengkhianatimu. Kau adalah satu-satunya wanita bagiku." Itu bukanlah kebohongan. Kalau bukan karena lengah, Aldi tak mungkin berzinah dengan Nadia.

Namun, apa dengan begitu, kenyataan bahwa dirinya telah berselingkuh dengan Nadia akan terhapus?

Mata Reyna menatap lurus ke arah Aldi, berharap dia akan menemukan kejujuran di sana. Walau hatinya masih begitu bimbang, tapi wanita itu akhirnya memutuskan untuk mempercayai ucapan suaminya.

"Kau percaya padaku, bukan?" tanya Aldi lagi.

Dengan sangat dipaksakan, dan juga cinta yang masih tertanam di hatinya, Reyna memaksakan sebuah senyuman. Lalu, wanita itu mengangguk. "Aku percaya padamu, Mas." Setengah dusta.

"I love you,  honey," bisik Aldi dengan lirih. Kemudian, pria itu memeluk istrinya dengan erat. Di saat itu, matanya terbuka dan memancarkan kekhawatiran yang mendalam, "Semuanya akan baik-baik saja, Nadia sendiri berkata bahwa kejadian tadi malam akan dianggap tidak pernah terjadi." Pria itu menutup matanya, menikmati kehangatan Reyna.  "Semuanya akan baik-baik saja," tegasnya lagi dalam hati.

****

Enam Minggu Kemudian …

Di sebuah kafe terlihat seorang wanita cantik yang duduk berhadapan dengan seorang pria tampan. Sesekali terlihat sosok wanita itu meremas tangannya karena gelisah. 

"Ada apa, Nadia? Ada yang ingin kau bicarakan padaku. Kenapa tidak langsung ke kantor saja?" tanya Aldi menatap Nadia yang sejak tadi terlihat gugup.

"A-ku hamil, Pak Aldi." Nadia mengatakan itu tanpa memikirkan apa pun.

Cangkir berisi kopi panas yang laki-laki itu pegang terlihat bergetar. “Apa? Hamil?" ulang Aldi dengan suara ikut bergetar tidak percaya. 

Sungguh laki-laki itu terkejut dengan pengakuan Nadia yang sudah bisa ia duga kelanjutan dari pembicaraan mereka ini. Nadia mengambil amplop dari tasnya, dia lalu menyerahkannya pada Aldi.

"Bukalah dan baca," pinta Nadia pada Aldi dengan nada bicara yang sengaja didramatisir.

Aldi membuka selembar kertas dari amplop berlogo rumah sakit bersalin, lembar pemeriksaan yang menyatakan Nadia hamil dan selembar foto USG yang menyatakan usia janin saat ini adalah tujuh minggu. 

"Apa dia?" tanya Aldi menatap foto USG yang dia pegang.

Mata wanita itu membulat, dia kesal karena orang di hadapannya seperti meragukan ucapannya. "Tentu saja, Pak. Aku hanya melakukannya padamu," potong Nadia seakan tahu isi hati Aldi.

"Tapi, malam itu bukan yang pertama buatmu, bukan?" tanya Aldi masih belum yakin jika anak yang dikandung Nadia adalah anaknya.

Wanita itu kembali meremas tangannya. "Apa Pak Aldi meragukan aku? Aku bersedia melakukan tes DNA jika kau masih ragu" jawab Nadia menantang Aldi.

"Bukan begitu, Nadia. Kau tahu ini bukan hal yang mudah bagiku. Aku memiliki istri yang sangat aku cintai. Bagaimana mungkin aku harus menikahimu?" Aldi menjelaskan sambil membayangkan wajah Reyna yang sudah pasti akan hancur ketika dia tahu kenyataan yang terjadi saat ini.

"Maksud Pak Aldi? Bapak tidak akan bertanggung jawab untuk anak ini?"

Aldi terdiam karena pertanyaan itu. Benak dan kesadaran tentu saja menolak jika dia lari dari tanggung jawab. Aldi masih berpikir keras dan tak lama laki-laki tampan tapi terlihat sangat dingin dan angkuh itu pun mulai mengutarakan pendapat.

"Bagaimana jika saat anak itu lahir, kau berikan saja dia pada kami. Aku dan istriku yang akan menjadi orang tua kandung untuk dia. Aku bisa mengatur seolah-olah anak itu dilahirkan oleh istriku. Dan, dia pun akan terdaftar di kartu keluargaku sebagai anak kandung, bukan sebagai anak adopsi. Lalu, kau masih bisa bebas kembali pada kekasihmu," tawar Aldi berharap Nadia menyetujui usulnya. 

Aldi yakin jika dia membawa anak itu pada Reyna, dia tidak akan ditinggalkan karena Reyna pun sangat mendambakan seorang anak. Dengan alasan dia mengadopsi anak itu sebagai pancingan agar Reyna benar-benar hamil dikemudian hari.

Nadia mendengus mendengar usul laki-laki tampan yang membuatnya tergila-gila, sepertinya dia harus bekerja keras untuk meminta Aldi menikahinya.

"Kau pikir aku ibu yang mudah memberikan anaknya pada orang lain untuk diakui sebagai anak kandungnya," ujar wanita itu tentu saja tidak setuju dengan usul Aldi. Sedangkan tujuan awal adalah menjadi istri lelaki itu. Dan, Nadia yakin hanya anak itulah kelak yang bisa mempersatukan dia dengan Aldi.

Aldi merasa kesal, dia terlihat gusar karena bujuk rayunya tidak mempan membuat Nadia setuju. Wanita itu bahkan tidak terlihat tertarik sedikit pun dengan tawaran Aldi, memperlihatkan betapa keras kepalanya wanita itu.

"Nadia, kau tahu posisiku dan keadaanku, bukan?  Malam itu adalah sebuah kesalahan, kau pun tahu jika malam itu kita melakukan dalam keadaan setengah tidak sadar."

"Pak Aldi pikir, aku sengaja membuat diriku hamil anakmu, hah?" tanya Nadia marah.

Aldi tidak peduli dengan kemarahan Nadia, dia masih berupaya membujuk Nadia untuk mengikuti saran darinya. "Begini saja, aku akan bertanggung jawab kepada anakku. Semua biaya saat kau hamil, akan aku tanggung sepenuhnya. Kirim segera nomor rekeningmu, satu milyar rupiah untuk biaya anak itu sampai dia lahir sudah lebih dari cukup!” 

Aldi mengambil kopi yang ada di hadapannya, menyeruputnya sedikit untuk menepis kegundahan hatinya, setelah itu terdengar suara berat keluar dari bibirnya. "Nanti setelah lahir berikan dia padaku dan biarkan aku yang akan membesarkannya," lanjut Aldi lagi dengan angkuh dan masih berusaha membujuk Nadia untuk menyetujui ide itu.

Wajah Nadia berubah menjadi merah. Dia tersinggung dengan ucapan Aldi. "Pak Aldi pikir anakku barang dagangan? Aku tahu Pak Aldi banyak uang. Tapi, maaf, anak ini anakku. Aku tidak akan membiarkan bayi ini pergi dariku dan berada dipangkuan orang yang bukan ibu kandungnya, kecuali Pak Aldi bersedia menikahiku dan aku satu-satunya ibu anak ini, bukan orang lain!" ancam Nadia.

Aldi merasa tersudut. Di satu sisi dia tidak sanggup untuk menyakiti hati Reyna. Namun, di sisi lain dia harus bertanggung jawab untuk bayi yang dikandung Nadia. Apalagi ini adalah darah dagingnya. Anak yang selama ini sangat dia inginkan. Aldi mengusap wajahnya  dengan kasar. Peluh membasahi keningnya di ruang ber-AC. Wanita dihadapannya tetap saja tidak ada tanda-tanda untuk menerima tawarannya 

"Aku akan menikahimu secara siri. Hanya untuk kepentingan status anak ini, jangan berharap lebih! Jika kau sanggupi, maka kita akan menikah secepatnya. Tanpa acara apa pun, hanya kita, saksi, dan penghulu." Mau tidak mau Aldi melontarkan kalimat itu. 

Dalam benak pria itu yang penting bayi itu memiliki ayah dan tidak menjadi bahan hinaan masyarakat. Untuk selanjutnya, akan dia pikirkan saja nanti. Yang penting Reyna tidak sampai tahu masalah ini.

"Aku setuju," jawab Nadia cepat. Nadia tidak peduli, dia sudah sangat senang Aldi bersedia untuk menikah. Dan yang terpenting dia punya kesempatan untuk merebut hati Aldi dan kelak anak yang dia kandung memiliki ayah yang mengakuinya. Hanya itu yang ada di dalam pikiran Nadia saat ini.

Wanita cantik dengan pakaian yang menonjolkan bentuk tubuhnya itu tersenyum tipis, dia benapas lega. Setidaknya rencana lanjutan yang telah dia persiapkan telah berjalan mulus. 

"Kau sudah masuk perangkapku, sayang, babak berikutnya akan berlanjut, setelah babak pertama dan kedua berhasil," gumamnya dalam hati.

Nadia kembali flash back dengan rencana awal dia dengan seseorang untuk menjebak Aldi. Tujuan utama untuk menghancurkan keluarga bahagia itu, Aldi dan Reyna.

****

Author Note:

Bagaiaman kelanjutannya? Tambah seru dan mulai panas nih!

Kuy ikutin teruz yak...jangan lupa tinggalin jejak dengan komentar dan beri bintang 5 untuk cerita ini ya, biar Author tetap semangat lanjut.

Love you all.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status