Share

2. TERJEBAK CINTA SATU MALAM

Reyna beranjak dari ranjang, melangkah menuju jendela kamar dan membuka gorden yang menghalangi kaca bening di balik kain panjang berwarna keemasan. Mata indah wanita itu menatap sendu ke arah jalan raya yang telah lengang. Terngiang suara lembut wanita yang memanggil nama suaminya seperti suara desahan penuh nikmat. Desiran halus tetapi pedih di dada seakan menusuk tanpa ampun.

"Ah, sakit sekali. Mas Aldi, kau di mana? Apa yang kau lakukan?" gumam Reyna seraya refleks menekan dada yang terasa sakit.

Segera Reyna membantah pikiran buruk tentang Aldi. Suaminya itu tidak mungkin selingkuh. Aldi sangat mencintai dia. Setidaknya, itu yang ada di dalam benaknya. Tanpa sadar dia menggelengkan kepala berusaha mengusir pikiran buruk tentang Aldi.

Malam itu Reyna tidak bisa memejamkan mata hingga fajar tiba. Berulang kali dia ingin kembali menghubungi Aldi. Namun, urung dilakukan mengingat pesan Aldi untuk tidak mengganggu saat itu. Hingga pagi menjelang barulah Reyna tertidur,  untuk beberapa saat saja.

Pagi itu  di tempat yang berbeda Aldi terbangun saat mendengar suara gemericik air di kamar mandi. Aldi mengerjapkan matanya perlahan, mencoba memperhatikan detail kamar yang terasa asing di tangkapan mata. Menggeliat sebentar, lalu tersentak.

Dada Aldi bergetar hebat saat sadar dan mendapati tubuh yang polos tanpa sehelai benang pun. Dia segera menyibakkan selimut dan langsung beranjak begitu saja lalu memakai pakaian. Aldi berusaha berpikir keras dengan kejadian yang menimpa tadi malam. Dia lalu mencari sesosok wanita yang dia yakin menghabiskan malam bersama.

"Reyna?" Menggumam mencari wanita yang di dalam pikiran bersama tadi malam. 

Mengedarkan pandangan ke setiap sudut ruangan kamar. Dia tidak menemukan sosok yang dia cari. Aldi lalu menduga Reyna berada di kamar mandi. Belum habis rasa kejut dalam diri, Aldi mendengar pintu kamar mandi terbuka dan melihat wanita cantik yang keluar dengan hanya menggunakan bathrobe sebagai penutup tubuh. Wanita itu  ke luar dengan rambut yang basah tergerai. Dia tersenyum menatap Aldi.

Aldi menelan salivanya kasar, seakan tidak yakin dengan penglihatannya pagi ini. “Apa yang terjadi padaku tadi malam?” gumamnya dengan pikiran yang masih kacau.

"Sudah bangun, Pak Aldi? Pulas sekali tidurmu," sapa wanita itu lembut.

"Nadia? Apa yang kau lakukan di sini?" tanya Aldi dengan dada yang bergetar hebat. Pikiran buruk mulai berkecamuk dalam otak. 

"Bapak pikir aku mengerti kenapa aku ada di kamar ini? Aku juga tidak sadar, Pak Aldi. Tadi malam aku mabuk berat. Aku tidak ingat bagaimana aku bisa ada di kamar ini. Yang aku ingat semalam kita seperti pasangan kekasih yang dimabuk asmara. Apa Pak Aldi lupa, bagaimana semalam kita melewati malam panas penuh gairah?" ucap wanita itu santai.

"Maksudmu …? Apa yang kau katakan? Bukannya semalam aku bersama Reyna, istriku? Jadi, ke mana Reyna?" tanya Aldi yang mulai panik.

"Sepertinya semalam kita sama-sama tidak sadar karena pengaruh minuman, Pak!" ucap Nadia seraya tersenyum penuh arti.

Aldi mengembuskan napas dengan kasar, menarik rambut sesaat lalu menutup wajah dengan kedua tangan.

"Apa yang aku lakukan? Kenapa ada kejadian seperti ini, Tuhan?" ucap Aldi pelan.

Sekelebat sosok bayangan Reyna berlari di dalam pikiran. Hati laki-laki itu terasa sakit, dada seakan di tusuk oleh ribuan jarum yang tiba-tiba menyerang tanpa aba-aba.

"Jangan sedih, Pak Aldi. Semua telah terjadi. Aku pun menyesal dengan kejadian ini. Tapi tenang saja, kita hanya melakukan sekali. Aku yakin tidak akan terjadi apa-apa dan anggap saja kejadian tadi malam tidak pernah ada," ucap wanita cantik nan seksi yang telah berdiri dekat di hadapan Aldi dengan tersenyum manis, berusaha menenangkan Aldi yang panik.

Aldi menatap Nadia sesaat.  Tanpa menjawab, Aldi melangkahkan kakinya ke kamar mandi untuk melakukan ritual mandi. Dia sudah tidak peduli dengan keberadaan Nadia. Hati yang tidak tenang menyadari kesalahan yang dia perbuat. Wajah cantik sang ratu, Reyna, terus saja membayangi rasa bersalah yang tak kunjung pergi dan menghilang. Rasa bersalah yang begitu besar bersemayam di hati 

***

Reyna terbangun ketika cahaya matahari mulai masuk di sela-sela jendela kamar. Rasa lelah dan mengantuk karena kurang istirahat sudah tidak dia rasakan lagi. Beranjak bangun untuk segera  mandi dan menanti Aldi pulang. 

Aldi baru saja tiba dan segera mencari Reyna di kamar. Saat masuk ke kamar, Aldi melihat Reyna baru saja selesai mandi dan duduk di depan meja rias. Laki-laki itu segera memeluk erat tubuh Reyna dari belakang. Dagu disandarkan pada pundak Reyna yang menatap ke arah cermin di meja rias.

"Ada yang ingin Mas ceritakan padaku?" tanya Reyna pelan. Dia tidak bereaksi, bahkan ketika Aldi kemudian menenggelamkan wajahnya di tengkuk Reyna. 

"Sayang, maafkan aku tidak sempat memberimu kabar semalam," ucap Aldi berusaha tenang walau hati berkecamuk penuh sesal. 

"Apa ada yang ingin Mas ceritakan padaku?" Sekali lagi Reyna bertanya hal yang sama membuat Aldi melepaskan pelukan. Laki-laki itu menghela napas panjang sebelum memulai menjawab pertanyaan Reyna.

Aldi lalu menceritakan alasan mengapa semalam dia tidak pulang. Dia beralasan bahwa jadwal presentasi yang panjang membuat mereka baru bisa menyelesaikan semuanya ketika fajar akan tiba. Tentu saja disertai kebohongan lain.

Reyna menatap tajam mata Aldi dari pantulan kaca meja rias. "Lalu?" Kembali wanita itu bertanya.

Susah sekali untuk menahan air mata. Dada pun tiba-tiba terasa sesak dan sakit, mata juga mulai berkaca-kaca dan tetap berusaha untuk menahan air mata agar tidak terjatuh menjadi tangisan. Bayangan wajah tampan Aldi yang terlihat gamang di kaca rias, membuat hati Reyna semakin tidak tenang.

"Aku dan beberapa teman memutuskan untuk menanti pagi tiba, kami memutuskan untuk beristirahat di hotel tempat kami meeting. Kami tidak berani mengendarai kendaraan dalam keadaan lelah dan mengantuk," ucap Aldi kembali beralasan.

"Kenapa kau tidak membawa driver menemanimu, Mas?" tanya Reyna lagi, sungguh di hati wanita itu memberontak tidak terima dengan semua alasan suaminya. Dia merasakan atmosfer yang aneh dan tidak biasa.

"Aku yakin pertemuan itu tidak mungkin berjalan singkat, Sayang. Untuk itu aku tidak membawa driver, kau tahu aku tidak pernah ingin menyusahkan orang lain, bukan?" jawab Aldi memberi alasan setelah berpikir cepat karena pertanyaan sang istri.

Reyna menyerah, Aldi sudah berusaha meyakinkan dirinya, walau keraguan masih sangat tampak di wajah wanita itu. Namun, dia kemudian tersenyum tipis. Reyna  mencoba mengalihkan topik. Dia yakin ada yang disembunyikan Aldi. Dia yakin laki-laki itu telah berdusta.

"Mas sudah sarapan?" tanya Reyna.

"Belum, Sayang. Saat aku bangun aku hanya mandi dan ingin segera pulang menemuimu. Aku sangat rindu istriku," ucap Aldi merasa kalau dia sudah aman, dia tidak tahu bahwa sejak tadi istrinya berperang dan memendam kesakitan di hatinya.

"Kenapa panggilan teleponku semalam kau matikan, Mas?" Reyna kembali bertanya.

Wanita itu kemudian beranjak dari kursi dan berdiri menghadap Aldi seakan menantang dan menunggu jawaban yang bisa membuatnya puas.

Aldi terkejut sembari menangkap bola mata Reyna yang menatap tajam ke arahnya. "Sayang telepon Mas?" tanya Aldi sebisa mungkin menyembunyikan keterkejutannya.

Gantian saat ini Reyna yang melotot menatap suaminya gusar sekaligus sedih.

"Mas! Kau tidak sadar semalam aku telepon? Apa Mas sama sekali tidak membaca riwayat panggilan masuk di layar ponselmu? Ini bukan kebiasaanmu, Mas!" seru Reyna dengan suara bergetar dengan mata nanar menatap Aldi.

Aldi terhenyak merutuki kebodohannya. Berapa banyak lagi kebohongan yang harus dia ucapkan dan di catat di kepala Reyna. 

"A-aku saat itu sedang giliran melakukan presentasi, Sayang. Jadi, aku tidak bisa menerima panggilan dari siapa pun," jawab Aldi  gugup dan kembali menambah daftar kebohongan.

Reyna  melirik dengan sorot mata yang masih terlihat penuh tanya. Di mata wanita itu Aldi seperti cacing kepanasan dengan berbagai akting yang dia mainkan. Wanita itu sedih ketika sampai saat ini pun hatinya tidak tenang. Firasat yang mendominasi meyakini suaminya telah berbuat salah walau Aldi telah berusaha membuatnya percaya 

"Kau tahu, Mas.” Reyna memalingkan wajah.  “Aku tidak bisa tidur semalaman karena menunggumu," ucap Reyna dengan suara yang masih bergetar menahan tangis.

Dada Aldi kembali terasa sesak. Dia memeluk Reyna dengan penuh penyesalan seraya berulang kali mengecup puncak kepala Reyna. Sungguh kesalahan yang dia perbuat semalam sangat fatal. Aldi menyadari itu dan  membuat laki-laki itu sangat merasa bersalah. Tubuh pun ikut bergetar merasakan kesakitan yang dirasakan Reyna.

"Maafkan aku, Sayang. Aku hanya  tidak ingin  tidurmu terganggu karena aku," jelas Aldi  dengan tangan yang masih mengusap punggung sang istri

Diperlakukan seperti itu membuat Reyna tidak mampu membendung kesedihan, air mata bercucuran di pipi mulus berwarna putih. Dia mengingat kebiasaan Aldi  saat dia melakukan dinas luar, Aldi tidak akan bisa tenang sebelum menghubunginya, sesibuk apa pun.  Tapi, baru kali ini dia tidak melakukannya. Reyna menyeka air mata dengan punggung tangan. Tatapan sendu dari Aldi tidak bisa membuat air matanya berhenti.

"Sayang, aku ...," ucap Aldi lalu kemudian terhenti karena tenggorokannya terasa tercekat.

***

AN :

Hai  my reader ter love.

Terima kasih sudah mampir membaca karyaku. Semoga bisa menemani kalian di saat santai.

Mau tanya2 Author?

Boleh kunjungi Ig  author ya

Ig    : the.rain96

Love u all

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status