Reyna menggeleng seraya tersenyum kecil, wanita di depannya ini selalu saja membuat dirinya muak.
"Aku sebenarnya kasihan dengan mas Aldi dan Azlea, kenapa mereka harus memiliki wanita yang tidak pantas untuk dicintai," ucap Reyna seraya melangkah meninggalkan Nadia.
"Apa maksudmu, wanita sial!" ucap Nadia marah.
Reyna tidak meladeni Nadia dia tetap melangkah meninggalkan Nadia yang wajahnya memerah menahan amarah.
Dasar wanita mandul, syukurlah sebentar lagi kau akan berpisah dari suamiku!" teriak Nadia kesal.
Hei ... santai nona, kenapa kau marah ? Aku hanya memberi pendapat sesuai dengan yang aku saksikan," jawab Reyna kembali tersenyum tanpa menoleh pada Nadia.
"Aku yakin kau pasti membujuk papa Azlea untuk tidak bercerai. Kau pikir dia akan mengikuti keinginanmu? Dia bahkan ingin sekali mempercepat prosesnya!" dusta Nadia membuat Reyna terkek
Ahhhhh aku baper ...pen nangis dulu... Love you
Reyna dan Farel baru saja sampai di rumah, ketika Farel tiba-tiba menahan langkahnya. Reyna, apa boleh aku tahu, apa yang terjadi? Kenapa diam?" tanya Farel. Reyna menatap wajah tampan Farel, mata mereka saling beradu. Ada banyak kata yang ingin diungkapkan Reyna dari tatapan matanya. Dan Farel merasa terluka, dia seakan merasakan apa yang Reyna rasakan. "Aku tahu ini sulit," ucap Farel, Dia mengikuti Reyna menuju kamar wanita itu. "Aldi bertanya padaku apakah dia mampu menjalani hidupnya setelah kami berpisah? Dan mirisnya aku pun menanyakan hal yang sama di hatiku, Kak," ucap Reyna dengan air mata yang kembali mengalir. Rasanya seakan ada yang hilang di hatinya Reyna duduk di tepi tempat tidur seraya mendongak menatap Farel yang berdiri di hadapannya. "Kak, aku tidak sanggup," ucap Reyna terisak dengan air mata yang membanjiri wajahnya.
Pria tampan dengan lesung pipi itu mengalihkan pandangannya ke arah lain. Pertanyaan Reyna membuatnya bingung untuk mencari jawaban yang dia inginkan. "Kenapa Kak Farel diam? Aku sejak dulu tidak pernah melihat Kak Farel dekat dengan teman wanita. Apa Kakak tidak pernah mencintai seorang wanita tanya Reyna lagi kali ini membuat wajah Farel merah karena gugup. Farel kemudian menarik tangan Reyna tanpa menjawab pertanyaan Reyna, dia membawa Reyna kembali' ke mobil lalu melajukan mobilnya perlahan. Reyna bertanya-tanya dengan kelakuan Farel yang menurutnya aneh. Mata Reyna melirik ke arah Farel melalui kaca spion mobil yang berada di depannya. "Kita kemana Kak Farel?" tanya Reyna bingung karena sampai saat ini Farel sama sekali tidak mengeluarkan suara. Pria itu seakan asik mengemudi mobil sambil menatap.lurus ke jalan. Farel melirik Reyna juga melalui spion mobilnya
Reyna membelalakkan matanya seraya menatap Farel. Bisikan Farel barusan membuatnya shock. Farel kembali membawa Reyna ke ruangannya. 'Ma-maksudmu apa, Kak?" tanya Reyna sekali lagi saat mereka sudah berada di dalam ruangan. "Ayo menikah denganku, aku akan selalu membuat mu bahagia, Reyna. Kakak janji," jawab Farel lagi. "Kau serius, Kak?' "Sangat serius." Reyna menatap iris mata Farel dengan tajam, dia ingin sekali mengetahui arti kesungguhan ucapan Farel padanya. Reyna tertegun sesaat, susah sekali rasanya untuk mengeluarkan kata-kata. Reyna sungguh belum pernah berpikir harus menikah dengan kakak angkatnya walau dia amat menyayangi Farel. "Kau tahu aku masih belum bercerai, Kak." Farel melangkah mendekati Reyna, di genggamnya tangan Reyna seraya menatap penuh kasih. &nb
Dua pekan setelah kepergian Farel, Reyna kembali menjalani aktifitas nya sendiri. Namun Farel tidak pernah melupakan waktu untuk menghubunginya. Bahkan seperti minum obat saja jadwal Farel hingga tiga kali sehari menghubungi wanita itu dengan rutin. Apla5gi saat terakhir berpisah, Reyna berjanji untuk menerima Farel menjadi seseorang yang istimewa dalam hidupnya kelak. Hal itu membuat Farel lebih merasa memiliki tanggung jawab untuk hidup Reyna sejak saat ini. Hari - hari wanita itu sejak kepergian Farel disibukkan dengan mengelola butiknya yang baru. Karena sistem promosi dan kualitas produk yang mereka jual memiliki kualitas yang tinggi tentu saja membuat butik mereka melejit cepat. "Mbak Reyna, jangan lupa undangan ulang tahun nyonya Alicia, pelanggan kita yang merupakan istri dari CEO Armajaya Coorporation." Reyna mengambil undangan yang di sodorkan oleh Ika, asistennya.
Di tempat yang lain tepatnya di negara Singa putih terlihat seorang pria yang sedang kesal dengan benda pipih di telinganya. "Kerja kalian bagaimana sih? Aku meminta kalian untuk menjaga nyonya Reyna, kenapa kalian membiarkan dia dipermalukan seperti itu!" bentak pria itu menggeram marah. Pria itu berdiri seraya mengepalkan tangannya. Jika tidak ingat urusan perusahaan yang harus dia selesaikan, Farel akan segera terbang dan menemui wanita terkasihnya. Kejadian buruk yang menimpa Reyna membuatnya cemas dan panik. "Maaf Tuan, kami terlambat bertindak Saat nyonya mulai diserang, kami sudah akan mengambil alih namun, tiba-tiba Tuan Aldi datang menyelamatkan nyonya." "Huh, kalian tidak bisa aku andalkan! Sekali lagi kau membuat kesalahan, aku tidak akan segan membuatmu tidak bisa bekerja lagi." "Ampun, Tuan. Saya dan teman-teman akan lebih hati-hati lagi menjaga
Reyna membuka matanya, dia merasakan ada beban yang bersumber di atas perutnya. Penat di tubuhnya dia abaikan saat dia sadar apa yang terjadi padanya semalam. Wanita itu menggeliat kecil lalu mencoba menyingkirkan tangan yang berada di atas perutnya. "Bolehkah aku meminta agar tangan ini tetap diam di sana?" bisik pria di sampingnya. Reyna berbalik menghadap pria yang saat ini menatapnya seraya tersenyum. Rupanya pria itu terbangun karena ulah Reyna yang mencoba menyingkirkan tangan pria itu di atas tubuh nya. "Ah, bahagianya melihat senyuman ini datang kembali. Seandainya saja waktu bisa berhenti sejenak, aku ingin momen ini aku nikmati bersamanya," benak Reyna tanpa mengalihkan tatapannya. Aldi membelai kepala Reyna dengan penuh kasih. Tatapan keduanya seakan menggantikan apa yang mereka rasakan. "Kenapa membawaku ke apartemen mu ini
Reyna perlahan membuka matanya, dia samar-samar melihat bayangan seorang laki-laki yang menatapnya cemas. Laki-laki itu duduk di samping tempat tidurnya seraya menggenggam tangannya. "Aku di mana, Kak?' "Rumah sakit." Reyna teringat sesaat sebelum dia tidak sadarkan diri. "Siapa yang membawaku ke sini?" Farel tidak menjawab dia hanya membelai puncak kepala Reyna dengan mata yang menyimpan setumpuk aksara. "Ika?" tanya Reyna lagi berharap Farel memberi jawaban. Farel mengangguk seraya tersenyum tipis. Reyna ingin beranjak dari tempat tidurnya namun, laki-laki itu menahannya. "Istirahat Reyna, aku tidak ingin kau banyak bergerak dulu." "Aku sakit apa, Kak?" tanya Reyna. Farel tidak langsung menjawab pertanyaan Reyna, dia men
Reyna melepaskan dirinya dari pelukan Aldi. Wajah wanita itu seketika panik dan memerah. "Terima kasih," ucap Reyna sambil mencoba berdiri dengan memegang perutnya. Aldi bergeming, dia memandang perut Reyna yang membesar. Tanpa sadar tangannya menyentuh perut Reyna. "Berapa bulan?" tanya Aldi dengan tatapan menyelidik." "Em, masih sekitar 5 bulanan," jawab Reyna berdusta. Aldi mengangguk seraya tersenyum. Tatapan rindu dari mata laki-laki itu terlihat nyata. "Mas kurusan," tanya Reyna melihat Aldi yang memang terlihat lebih slim." "Iya, beberapa bulan ini aku sangat sibuk, projek yang aku kelola sudah harus selesai akhir tahun ini." Keduanya kembali diam, suasana terlihat kaku, ada banyak kata yang tidak bisa terucap dari keduanya. "Maaf aku ke toilet ya,