Setelah berjuang melawan kemacetan, akhirnya mobil para gadis sampai juga di sebuah mall. Ketiganya lalu turun dari mobil dan mulai memasuki gedung pusat perbelanjaan itu.
Lia, Sera, dan Mira terlihat sedang berkeliling toko yang menjual perlengkapan untuk belajar ke laut."Guys ... kita cari satu-satu ya, semuanya. Agar tidak ada yang ketinggalan," tutur Lia kepada kedua temannya."Beres, Nona Kapten!" ujar keduanya serentak.Perjalanan mereka kali ini dipimpin oleh Lia sebagai kapten regu. Saat sekolah dulu, sang gadis sering sekali menjadi pemimpin regu Pramuka saat mereka masih duduk di bangku sekolah.Ada beberapa perlengkapan keselamatan yang harus mereka siapkan saat ini. Seperti jaket pelampung, senter air, cermin sinyal, perahu karet, bahan makanan dan minuman yang cukup untuk keperluan darurat. Sehingga dengan perlengkapan yang memadai, ketiganya dapat bertahan dalam kondisi apapun.Setelah semua perlengkapan berlayar berhasil mereka kumpulkan dengan lengkap. Ketiga gadis itu pun berjalan menuju kasir untuk menyelesaikan pembayaran.Tak lupa juga ketiganya singgah ke sebuah swalayan untuk membeli makanan dan minuman yang banyak sebagai bekal mereka selama di laut.Tanpa diketahui oleh para gadis. Di salah satu sudut toko tersebut ada tiga orang pria bernama, Edu, Hezki, dan Ronald. Yang juga ikut mengumpulkan beberapa barang yang akan mereka bawa selama berlayar di laut.Ketiga pria tampan itu, masing-masing adalah CEO di perusahaan milik keluarga mereka. Minggu lalu ketiganya memenangkan tender proyek besar di Pulau Dewata Bali. Untuk merayakan keberhasilan mereka, ketiganya pun merancang sebuah perjalanan laut yaitu berlayar ke perairan di sekitar Pulau Seribu, Indonesia."Bro setelah ini kita ke swalayan, ya? Kita butuh banyak bahan makanan dan yang paling penting dari semuanya adalah alat cukur. Kalian tentunya tidak mau kita kembali kedaratan dengan keadaan rambut gondrong dan penuh bulu!" celutuk Hezki Arion, pria keturunan Jerman, kepada kedua sahabatnya."Ha-ha-ha!" tawa ketiganya."Bisa saja Lo, Bro!" timpal Ronald Shiloh, pria blasteran Inggris-Indonesia."Tapi ada benar juga apa yang dikatakan oleh Hezki, Bro! Sudah, yuk kita masuk ke swalayan. Gue juga mau beli persediaan makanan dan minuman yang banyak," sergah Edu William Silverstone, pria keturunan Belanda-Indonesia tersebut. Sambil mengajak kedua temannya masuk ke dalam sebuah supermarket yang ada di dalam mall itu.Rencananya para pria itu akan menghabiskan waktu mereka selama tiga minggu lamanya. Berada di atas lautan. Hezki yang merupakan lulusan sekolah pelayaran tentunya sangat mahir untuk mengnakhodai sebuah kapal.Hezki juga telah lulus sekolah nakhoda. Pria itu telah sah disebut sebagai kapten kapal, yang merupakan seorang pelaut berlisensi yang memegang komando tertinggi dan tanggung jawab atas sebuah kapal.Nakhoda memikul tanggung jawab penting dalam sebuah kapal. Secara umum tugas seorang Nakhoda adalah bertanggung jawab ketika mengoperasikan sebuah kapal dalam pelayaran.Jadi tidak ada keraguan bagi Edu dan Ronald untuk menjadikan Hezki sebagai kapten kapal dalam perjalanan mereka di atas lautan lainnya.Berbeda jauh dengan Lia, Mira, dan Sera yang telah menyewa seseorang untuk menjadi kapten kapal selama tour mereka di atas lautan.Tanpa direncanakan sama sekali kedua kelompok para gadis dan pria tampan itu berada di supermarket yang sama. Untuk menyiapkan beberapa perlengkapan yang dibutuhkan selama berada di atas lautan bebas.Lia dan Mira terlihat sedang sibuk mengumpulkan bahan makanan kaleng untuk bekal mereka nantinya seperti, cornet, salad buah dalam kemasan, sosis, dan bahan makanan frozen lainnya.Lalu tiba-tiba ketiga gadis itu pun melirik ke arah kiri dan kanan untuk mencari tahu keberadaan Sera yang entah pergi ke mana."Mira ... Lo lihat Sera, nggak?" tanya Lia kepadanya."Gue juga dari tadi lagi nyari tuh, anak. Entah ke mana perginya," seru Mira."Ya sudah, yuk. Kita cari Sera dulu," ajak Lia.Lalu kedua gadis itu pun berkeliling di dalam supermarket luas itu untuk mencari Sera. Setelah lama mencari. Akhirnya mereka pun menemukan sang sahabat."Ya ampun, Sera! Lo ngapain di sini?" ujar Lia kaget."Gue mau beli ini untuk persiapan kita, guys!" sahut Sera dengan wajah berbinar."Woi! Serafina Florine Alvarendra. Lo ngapain beli alat untuk medi pedi? Emangnya Lo mau nyalon di tengah lautan? Ada aja deh, Lo!" tutur Mira kepada temannya."Hei, Guys! Kita tidak tahu kemungkinan apa yang akan terjadi selama kita berada di tengah lautan. Jadi tidak ada salahnya jika kita mempersiapkan semuanya," ucap Sera penuh nada keseriusan kepada kedua temannya.Bahkan sang gadis yang merupakan lulusan fashion designer tersebut, juga ikut membawa peralatan untuk menjahit secara diam-diam ke dalam tas ranselnya tanpa sepengetahuan kedua sahabatnya yang lain.Sepertinya Sera memiliki firasat kurang menyenangkan tentang perjalanan laut mereka kali ini.Namun gadis itu masih bingung dengan perasannya yang sedikit gelisah. Untuk itu, dia memilih untuk menyimpannya sendiri di dalam hatinya."Ya sudah, terserah Lo aja deh, Sera. Kita ke bagian makanan kaleng dulu," ajak Lia kepada Mira."Siap, kapten!" jawabnya.Sera melangkah di bagian pembalut wanita. Dia pun mengisi keranjang belanjaanya dengan begitu banyak pembalut khusus wanita.Nuraninya mengatakan agar dirinya menyediakan semuanya.Saat di kasir dan melakukan pembayaran, Lia dan Mira terlihat geleng-geleng kepala melihat semua hasil belanjaan Sera yang beraneka macam ragamnya dan tidak ada hubungannya sama sekali dengan pelayaran di atas laut."Sera, Lo ngapain beli hal-hal nggak penting itu?" tanya Lia kepadanya."Lagi kepingin aja gue belinya. Semua barang-barang ini pasti sangat berguna kok nantinya, jawab Sera, lalu melakukan pembayaran.Kemudian para gadis itu singgah ke gerai es krim dan menikmati es krim dengan rasa kesukaan mereka masing-masing.Mereka tidak pernah menyadari jika hari ini adalah kali terakhir mereka mencicipi rasa es krim favorit mereka masing-masing.Para gadis itu tidak tahu saja, bahaya yang akan menghadang mereka nantinya selama berada di lautan bebas itu."Mira, bagaimana persiapan kapal yang akan kita sewa?" tanya Lia memastikan semuanya."Aman, kok. Semuanya telah gue persiapkan dengan baik," jawabnya."Bagaimana dengan kapten kapalnya, Mira? Lo cari orang yang benar-benar menguasai perairan laut Pulau seribu, kan?" Sera juga turut memastikan."Iya, dong pastinya. Kalian tenang saja, semua pasti berjalan dengan lancar kok." seru Mira mencoba menenangkan para sahabatnya."Guys, bagaimana dengan prediksi BMKG? Semua aman terkendali kan? Terus bagaimana dengan cuaca di tengah laut nantinya?" Ternyata Sera masih saja khawatir."Yaelah, Sera? Lo kenapa, sih? Kok malah jadi parno begitu, Lo?" cecar Lia."Nggak tahu nih, Guys. Perasaan gue kok jadi nggak enak begini, ya?" tutur Sera dengan wajah memelas.Keesokan harinya, cuaca di Pulau Nias kembali cerah. Setelah sarapan di hotel, Ayah Edu, Ayah Ronald, dan Ayah Hezki terlihat mulai bersiap-siap bersama keluarga mereka untuk perjalanan terakhirnya di Pulau Nias. Hari ini, mereka akan mengunjungi Pantai Pasir Pink, Gawu Soyo, di daerah Afulu, Nias Utara. Semua orang tampak bersemangat untuk mengakhiri petualangan mereka dengan pemandangan yang menakjubkan."Semua siap? Jangan lupa bawa kamera, kita akan melihat sunset yang indah di sana," ucap Ayah Edu dengan semangat."Siap, Ayah!" seru Isaac dan Shakila bersamaan. Diikuti dengan anak-anak lainnya.Semua orang lalu naik ke bus pariwisata yang sudah menunggu di depan hotel. Agus, pemandu wisata mereka, tersenyum dan menyapa para keluarga besar dengan hangat. "Selamat pagi semuanya. Hari ini kita akan menuju Pantai Pasir Pink di Gawu Soyo. Perjalanan ini akan memakan waktu sekitar dua jam setengah, jadi kita bisa bersantai dan menikmati
Keesokan harinya, suasana pagi di hotel di Lagundri begitu tenang. Udara segar dan suara deburan ombak masih menemani ketiga keluarga besar yang tengah bersiap untuk melanjutkan perjalanan mereka. Setelah menikmati sarapan bersama, Ayah Edu, Ayah Ronald, dan Ayah Hezki memeriksa persiapan sebelum berangkat. "Pastikan semua barang sudah tidak ada yang tertinggal," ujar Ayah Edu sambil memeriksa koper-koper di lobby hotel."Sudah beres, semua sudah di bus," jawab Ayah Ronald sambil mengangguk.Anak-anak terlihat bersemangat untuk melanjutkan petualangan mereka. "Kemana kita hari ini, Ayah?" tanya Sherina penuh rasa ingin tahu."Hari ini kita akan ke Kota Gunungsitoli. Kita akan mampir ke Air Terjun Humogo dan mengunjungi Museum Pusaka Nias," jawab Ayah Hezki sambil tersenyum.Setelah semua persiapan selesai, mereka kemudian naik ke bus pariwisata yang telah siap di depan hotel. Agus, pemandu wisata mereka, kembali mengambil peran sebagai penjelas perjalanan h
Keesokan harinya, cuaca di Pulau Nias masih cerah dengan langit biru tanpa awan. Pagi itu, setelah sarapan di hotel, Ayah Edu, Ayah Ronald, dan Ayah Hezki bersama keluarga masing-masing bersiap-siap untuk perjalanan menuju Desa Budaya Bawomataluo. Desa ini terkenal dengan tradisi lompat batunya yang telah mendunia.Pemandu wisata mereka, Agus, sudah menunggu di lobi hotel dengan senyuman ramah. "Selamat pagi semuanya. Hari ini kita akan mengunjungi Desa Bawomataluo, sebuah desa budaya yang sangat terkenal di Pulau Nias. Desa ini berada di atas puncak bukit, jadi kita akan sedikit mendaki."Anak-anak tampak bersemangat mendengar penjelasan Agus. "Yay! Mendaki bukit!" seru Isaac sambil melompat-lompat kegirangan.“Hore! Kita semua sungguh tak sabar!” sergah Hezra.“Ayo, Bang Agus! Tunggu apa lagi?” tukas Sebastian yang sangat antusias.“Come on, kita let's go, Bang Agus!” Jacob juga tak mau kalah.Sang pemandu wisata sangat se
"Ayah juga mendengar tentang acara itu," ucap Ayah Edu sambil tersenyum. "Sepertinya menarik. Apa kalian benar-benar ingin pergi ke sana?""Ya, Ayah!" jawab anak-anak serempak."Kita bisa melihat pertunjukan surfing dan menjelajahi pulau itu," tambah Hezra. "Ini akan menjadi pengalaman yang tak terlupakan."Ayah Ronald mengangguk, "Baiklah, ini terdengar seperti ide yang bagus. Kita bisa mengatur perjalanan ke sana. Bagaimana menurutmu, Bro Hezki?"Ayah Hezki setuju, "Aku pikir ini kesempatan bagus untuk mengenalkan anak-anak pada budaya dan keindahan Pulau Nias. Selain itu, kita juga bisa menikmati waktu bersama sebagai keluarga."Anak-anak bersorak kegirangan."Hore-hore-hore! Terima kasih, Ayah!" seru mereka senang.Seminggu kemudian, hari yang dinanti-nanti tiba. Semua orang bersiap-siap untuk perjalanan mereka ke Pulau Nias. Pagi yang cerah menyambut ketiga keluarga besar yang baru saja
Di sisi lain, Bunda Lia, Bunda Mira, dan Bunda Sera duduk di teras rumah, menikmati pemandangan indah dan kebahagiaan anak-anak mereka. Ketiganya merasa lega dan bahagia melihat anak-anak mereka begitu menikmati suasana baru ini."Aku tidak percaya kita akhirnya tinggal di sini," tutur Bunda Lia sambil menyesap teh hangatnya. "Ini adalah keputusan terbaik yang pernah kita buat.""Bener banget," jawab Bunda Mira. "Lihatlah anak-anak kita, begitu bebas dan bahagia. Ini adalah lingkungan yang sempurna untuk mereka tumbuh."Bunda Sera menambahkan, "Dan kita juga akan memiliki kesempatan untuk membangun sesuatu yang besar di sini. Mengelola resort dan menjalankan perusahaan kita sambil hidup di surga kecil ini. Apa lagi yang kurang dari kehidupan yang indah ini?"Hari-hari berikutnya di Pulau Asu dipenuhi dengan petualangan dan keseruan. Setiap pagi, anak-anak bangun dengan semangat baru, siap untuk menjelajah dan bermain. Mereka be
Pada suatu hari yang cerah di Jakarta, tiga pria yang merupakan sahabat lama sedang berkumpul di rumah salah satu dari mereka. Pria-pria ini adalah para ayah dari tiga keluarga yang memiliki impian besar. Mereka adalah Ayah Edu, Ayah Ronald, dan Ayah Hezki. Ketiga pengusaha sukses ini sedang membahas sebuah proyek besar yang akan mengubah hidupnya dan keluarga mereka untuk selamanya.Di ruang tamu yang luas dengan jendela besar yang memberikan pemandangan indah kota Jakarta, ketiga ayah itu sedang duduk di sekitar meja, memperhatikan peta Pulau Asu yang terbentang di depan mereka. Pulau kecil yang indah ini memegang kenangan manis bagi mereka dan keluarganya yang pernah terdampar di pulau ini selama bertahun-tahun."Aku tahu istri dan anak-anak kita sudah sangat merindukan Pulau Asu," ucap Ayah Edu membuka percakapan. "Mereka selalu membicarakannya, tentang betapa damainya, dan indahnya pulau itu. Mereka ingin kembali ke sana.""Benar," tambah Ay
Setelah beberapa bulan kembali ke kehidupan perkotaan, para orang tua mulai merasakan kebosanan dan kehampaan. Rutinitas yang monoton dan hiruk-pikuk kota yang tak pernah berhenti membuat mereka merindukan kesederhanaan dan ketenangan hidup di Pulau Asu. Meskipun sukses dalam karir dan kegiatan sosial, ada sesuatu yang hilang dalam hidup mereka.Di Rumah Keluarga Silverstone, pagi hari dimulai seperti biasanya. Bunda Lia sedang menyiapkan sarapan sambil sesekali melihat ke arah jendela, merasakan hampa dalam hatinya."Bunda, sarapannya enak, seperti biasa," ucap Isaac, Jacob dan Josie secara bergantian, sambil menikmati roti bakar yang dibuat ibunya."Terima kasih, anak-anak. Apakah kalian sudah siap untuk sekolah?" tanya Bunda Lia sambil tersenyum tipis."Sudah, Bunda. Kami sangat semangat hari ini," jawab Isaac mewakili kedua saudaranya yang lain.Namun, setelah Isaac, Jacob, dan Josie berangkat sekolah, kesunyian kembali menyelimuti ru
Kembalinya keluarga-keluarga dari Pulau Asu ke kehidupan perkotaan tidak hanya berdampak pada orang tua, akan tetapi juga pada anak-anak mereka yang kini harus beradaptasi dengan lingkungan sekolah baru. Namun, berkat pendidikan dasar yang telah diberikan oleh orang tua mereka selama bertahun-tahun di pulau terpencil itu, anak-anak ini menunjukkan kecerdasan dan kemampuan adaptasi yang luar biasa.Pagi hari yang cerah di salah satu Sekolah Internasional, di Jakarta. Delapan anak terlihat sangat bersemangat memulai hari pertama mereka bersekolah di sana. Isaac, Hezra, Sebastian, dan Jacob bersiap untuk kelas mereka yang baru. Sementara Shakila, Josie, Rose, dan Sherina dengan antusias menantikan pertemuan dengan teman-teman barunya.Para orang tua telah menyediakan mini bus khusus untuk antar transportasi anak-anak mereka ke sekolah."Isaac, jangan lupa bawa buku matematikanya. Hari ini kita pasti akan banyak belajar," ucap Hezra sambil memeriksa tasnya.
Di tengah kerumunan, para ibu, Bunda Lia, Bunda Mira, dan Bunda Sera, juga bertemu kembali dengan keluarga besar mereka. Bunda Lia memeluk ibunya, Nyonya Shania, sambil menangis. "Mama, aku kembali.” “Lia, akhirnya kamu pulang." seru Papa Herman. Kedua orang tua bergantian mengusap rambut Bunda Lia. "Syukurlah kamu selamat. Kami sangat merindukanmu." Bunda Mira juga bertemu kembali dengan kedua orang tuanya, Mama Dwi dan Papa Bagas. "Mama, aku kembali.” Papa Bagas menatap putrinya dengan penuh kasih. "Kami sangat bersyukur, Mira. Kami tidak pernah berhenti berharap atas kepulanganmu." Bunda Sera juga memeluk kedua orang tuanya, Papa Theo dan Mama Nara. "Mama, aku akhirnya pulang. Aku sangat merindukan kalian." Mama Nara menangis bahagia. "Kami sangat merindukanmu setiap hari, Sera. Terima kasih Tuhan, kamu selamat.” S