Share

BAB 2

Terdengar suara pintu terbuka pada apartemen Nyonya Song, ternyata anak bungsu dari nyonya song baru pulang dari belajar tambahannya.

“Oh, wasseo?” Nyonya Song bertanya kepada Jaesung.

Ne~, apakah eomma sudah memasak makan malam? Aku benar-benar lapar,” Jaesung akan merengek seperti anak kecil ketika sudah merasa kelaparan.

“Sabar sebentar, eomma baru pulang dari berbelanja bahan makanan tadi, dan sebentar lagi siap.”

“Oh ya, kita kedatangan tetangga baru di lantai ini, ada seorang gadis menempati apartemen 502, jika bertemu nanti, sapalah, ia sepertinya sebaya denganmu.”

Jaesung yang tengah di landa kelaparan tidak mendengarkan perkataan ibunya, ia hanya melanjutkan kegiatannya membuka ponsel untuk bermain game.

Dan kemudian pintu kembali terbuka, terlihat 2 orang manusia masuk ke dalam apartemen itu, mereka adalah kakak dan ayah Jaesung yang sepertinya baru pulang dari kantor.

Eomma, aku lapar, apakah makan malam telah siap?” Adik dan kakak  itu bereaksi sama, dan sepertinya sebentar lagi suaminya juga akan berkata hal yang serupa.

“Makan malam siap, Jaesung-a, siapkan meja makan,” Jaesung yang mendengar perintah dari ibunya langsung bangkit sebelum ibunya ataupun cacing-caing diperutnya mengomel agar diberi asupan sesegera mungkin.

Makan malam berjalan dengan tenang seperti biasa, keluarga ini memang memiliki tradisi untuk selalu melakukan makan malam bersama, tidak peduli seberapa terlambatnya salah satu anggota keluarga, mereka akan tetap menunggu hingga semua telah berada di rumah, terkecuali untuk Tuan Han jika memang ada kegiatan bisnis keluar kota.

Jaesung-a, Jaewoon-a, hari ini kita mendapatkan tetangga baru di apartemen 502, namanya Rina, jika nanti bertemu di luar jangan lupa untuk bertegur sapa, sepertinya ia hidup sendiri di negara ini,” jelas nyonya song.

“Apakah dia cantik eomma? Berapa umurnya?” Seperti biasa Jaewoon bersemangat jika mengenai seorang wanita, mungkin dikarenakan ia adalah seorang yang suka bermain-main dengan perasaan wanita.

“Sampai kapan kau akan seperti itu hyung!? Nanti kau akan terkena karma! Berhentilah sebelum terlambat.” Jaesung mengingatkan kakaknya mengenai kebiasaan buruk tersebut, pada akhirnya karma tentu saja akan menghampiri, hanya saja kita tidak tau apakah disaat yang sama kita telah siap menanggung resikonya atau tidak.

Ya! Aku kan hanya bertanya, apa dia cantik dan berapa umurnya! Kenapa kau sampai membahas sampai karma huh!? Jangan sok mengajariku, kau saja tidak pernah mempunyai pacar, malah berlagak lebih berpengalaman dariku.”

Tuan Han yang melihat kedua putranya meributkan hal yang tidak jelas akhirnya angkat suara, “Sudah-sudah, jika memang penasaran, pergilan bertamu untuk sekedar bertegur sapa dengannya, jangan meributkan hal yang tidak jelas, appa lelah dan ingin istirahat, jika kalian ribut kembali, kalian berdua tidur di luar saja!”

Jaesung dan jewoon lengsung terdiam, jika appa mereka sudah angkat bicara, tidak akan ada yang berani menjawab. Mereka berdua langsung memasuki kamar takut nantinya jika memang harus tidur di luar.

Ya! Mari kita taruhan.” Dengan bersemangat Jaewoon melancarkan taktik liciknya.

Hyung, jangan mengada-ngada, ingin taruhan apa kita malam-malam begini, aku lelah hyung, kau kan tau sebentar lagi aku akan ujian kelulusan, tolong jangan ganggu ketenanganku hyung.” Jaewoon cemberut melihat dirinya diabaikan oleh adiknya.

“Dasaar, berhentilah terlalu memaksakan diri, cobalah untuk mencari pacar! Bahkan ketika kau tidak belajar, nilaimu akan baik-baik saja Jaesung-a, sebelum usia remajamu berakhir cobalah mengenal seorang gadis, jika tidak kau akan menyesal karna tidak pernah memiliki pengalaman, dasar bodoh!” Lihatlah siapa yang berbicara, bahkan tanpa dijelaskan pun Jaesung lebih unggul dalam bidang akademik dibanding Jaewoon, tapi dengan seenak hati pria kurang ajar itu mengatakan Jaesung bodoh.

Karna terlalu lelah mendengarkan ocehan kakaknya, Jaesung memutuskan untuk keluar mencari angin segar atau sekedar mencari camilan malam ketika kakaknya memutuskan untuk mandi terlebih dahulu.

“Daripada aku harus dipengaruhi oleh orang toxic seperti nya, lebih baik aku keluar mencari angin segar.” Bukannya akan kalah berdebat dengan makhluk itu, tapi ia ingat salah satu pepatah yang mengatakan bahwa kita hanya akan membuang-buang waktu berdebat dengan orang bodoh.

Jaesung turun untuk mencari camilan pencuci mulut, siapa tau ia bisa menemukan makanan enak yang hanya akan ia nikmati tanpa ada gangguan dari orang idiot yang mengatakan dirinya bodoh. Melihat betapa ramainya suasana di malam hari benar-benar membuat tubuh dan pikiran Jaesung merasa tenang, kesibukannya sehari-hari yang hanya menghadapi buku serta jurnal-jurnal, membuat Jaesung kelelahan baik fisik maupun mental, ia hanya memiliki sedikit waktu untuk sekedar menikmati istirahat, bukannya tidak mau, ia hanya tidak ingin usahanya selama ini rusak hanya karna godaan sementara, ia sudah menata sedemikian rupa masa depannya, ia tidak akan hidup seperti kakaknya yang hanya mengikuti arus, dan tentunya itu disebabkan karna kebodohannya yang lalai ketika remaja.

Jaesung memang berbeda dengan Jaewoon, ia adalah seorang pekerja keras dan mempunyai target hidup yang jelas. Ia telah memutuskan akan menjadi trainee ketika telah menyelesaikan pedidikan, bukan tidak tertarik di bidang akademis, hanya saja ia benar-benar sangat berbakat dalam hal seni.

Waktu telah menunjukkan pukul 21.00 malam, Jaesung memutuskan untuk kembali pulang dan ia yakin bahwa kakaknya telah terlelap dengan nyenyak. Ketika sampai di lantai 5 dan akan keluar dari lift, Jaesung melihat seorang lelaki menggunakan pakaian dan hoodie serba hitam berjongkok di depan pintu yang bertuliskan nomor 502. Mendapati seseorang tengah memperhatikannya, pria itu bergegas berdiri dan langsung menuju tangga darurat untuk turun. Jaesung yang benar-benar lelah mencoba mengabaikan kejadian yang baru saja ia lihat, dan memutuskan untuk segera mandi dan beristirahat karna kepalanya sudah mulai sakit untuk sesaat.

“Apa yang salah? Kenapa kepalaku sangat sakit,” tanpa sadar Jaesung mencoba meraih tepian meja makan untuk tetap berdiri tegak, pandangannya mulai kabur dan tanpa sadar ia menyentuh sebuah gelas kaca yang akhirnya jatuh kelantai.

Mendengar suara gaduh dari dapur, Nyonya Song bangun untuk melihat apa yang sedang terjadi. Betapa kagetnya ia mendapati Jaesung terjatuh lemah sembari memegang kepalanya.

Jaesung-a, wae geurae? Apa yang terjadi?” Nyonya Song mencoba untuk memanggil suaminya sembari berusaha menolong Jaesung untuk duduk, disampingnya terlihat pecahan beling yang berserakan.

Seketika Tuan Han bangun dan panik melihat keadaan di depan matanya, ia mencoba untuk memapah Jaesung kembali ke kamar. Melihat Jaewoon yang tertidur pulas dengan earphone tersemat di telinganya membuat Tuan Han marah dan memukul Jaewoon menggunakan bantal.

Ya! Apa kau tidak sadar adikmu sakit! Lihatlah keadaan nya sekarang, bukan malah tidur nyenyak.” Tuan Han mulai menaikkan nada suaranya. Kaget dengan suara keras ayahnya membuat Jaewoon langsung terbangun dan memperhatikan sekelilingnya dengan keadaan setengah sadar.

Jaesung-a, apa yang terjadi padamu!?” Jaewoon sangat kaget melihat Jaesung yang terlihat menahan sakit sambil memegang kepalanya, bahkan air mata Jaesung mengalir untuk menahan sakit yang tidak jelas penyebabnya.

“Aku akan menelpon dokter agar segera kemari.” Tuan Han langsung mengambil ponsel dan mencari nomor dokter keluarga yang biasa membantu mereka.

“Halo? Maaf mengganggu anda di malam hari, saya sedang butuh bantuan anda, anak saya sakit mendadak, bisakah anda kesini?” Terdengar jeda beberapa saat sebelum akhirnya Tuan Han mengucapkan terimakasih dan memutuskan sambungan telepon.

Nyonya Song sekarang menempelkan plester penurun panas di dahi Jaesung, ia tidak tau ternyata anak bungsunya tengah demam, apa ini akibat ia yang terlalu keras menyiapkan ujian kelulusannya? Bagaimana pun ia tidak bisa menyalahkan Jaesung yang terlalu keras terhadap dirinya sendiri, karna sebenarnya itu juga adalah sifat Nyonya Song ketika muda.

Setelah beberapa saat melakukan pemeriksaan,  dokter memberikan beberap obat yang harus dikonsumsi Jaesung untuk beberapa hari ke depan, dokter mengatakan Jaesung sangat kelelahan dan stres, jadi dokter menyarankan Jaesung untuk beristirahat sementara.

Setelah berterima kasih dan mengantarkan dokter keluar, Tuan Han kembali ke kamar putranya untuk memastikan kondisi Jaesung.

Jaesung-a, bagaimana perasaanmu sekarang? Apakah kepalamu masih sakit?” tanya tuan han khawatir.

“Sudah mendingan appa, tidak usah terlalu khawatir, aku yakin dengan beristirahat dan minum obat, aku akan segera membaik.” Jaesung berusaha meyakinkan keluarganya bahwa ia baik-baik saja, ia tidak ingin terjadi kepanikan dalam keluarga ini, sedangkan yang saat ini ia butuhkan adalah ketenangan untuk bisa mempersiapkan ujian kelulusannya.

“Baiklah kalau begitu, Jaewoon, tolong kau jaga adikmu malam ini, jangan hanya tidur seperti orang mati, jika Jaesung membutuhkan sesuatu, bantu ia untuk mendapatkannya, arasseo!?

“Baik appa,” sebenarnya Jaewoon sungguh kaget melihat keadaan adiknya, belum pernah selama hidupnya ia melihat Jaesung kesakitan seperti tadi, kalaupun sakit, Jaesung hanya pernah demam, dan paling parah itu hanya mimisan, walaupun terlihat menyebalkan, sebenarnya Jaewoon menyayangi adiknya itu, hanya saja karna Jaesung yang keras kepala dan sering kali memancing keusilan Jaewoon untuk menggoda adiknya.

“Apa kau butuh sesuatu? Ingin aku ambilkan air?” tanya Jaewoon khawatir.

“Tidak ada hyung, aku hanya ingin beristirahat, kau tidurlah dengan nyaman, aku tidak apa-apa.” Melihat Jaewoon yang berencana untuk tidur di lantai membuat Jaesung meminta kakaknya untuk naik ke ranjangnya, ia tidak ingin Jaewoon juga akhirnya sakit, karna ia yakin keesokan hari keadaannya akan lebih membaik.

***

Pagi-pagi sekali Rina bersiap untuk melakukan lari pagi di sekitar apartemennya, ia tidak sengaja kemarin melihat jogging track di sepanjang sungai yang berada tak jauh dari apartemennya, mencoba untuk menyibukkan diri karna hidup sendiri ia rasa adalah hal yang tepat.

Tepat setelah membuka pintu apartemennya, ia menemukan secarik kertas yang dilipat secara rapi tergeletak di depan pintu apartemennya, gadis itu mengira bahwa kertas tersebut hanya semacam sampah yang di jatuhkan atau dibuang oleh orang yang tidak tahu aturan, tetapi entah mengapa posisi kertas tersebut terlalu tidak biasa jika memang di buang secara tidak sengaja. lipatan yang begitu rapi membuat rasa penasaran Rina menjadi semakin bertambah, dan pada akhirnya, gadis itu memutuskan untuk mengambil kertas itu dan mencoba untuk membaca isinya, namun kegiatannya seketika terhenti ketika mendengar seseorang memanggil namanya.

“Oh nak Rina, ingin lari pagi ya?” sapa Nyonya Song.

“Oh Nyonya Song, iya, saya berencana untuk berjalan-jalan di tepi sungai, sepertinya cuaca hari ini sedang sejuk, kenapa Anda keluar pagi-pagi sekali?” Terlihat bahwa Nyonya Song tengah menenteng beberapa plastik berisi buah-buahan.

“Aku mencoba membeli buah segar, jika kesiangan nanti hanya akan tersisa yang kurang segar, putraku malam tadi tiba-tiba sakit, jadi aku memutuskan untuk membeli buah untuknya,” terang Nyonya Song sambil mengangkat beberapa plastik belanjaannya.

“Oh begitu ternyata, semoga putra anda cepat sembuh Nyonya, kalau begitu saya permisi dulu.” Rina dengan sopan melewati Nyonya Song setelah di balas anggukan oleh wanita paruh baya tersebut.

Benar saja, cuaca pagi ini tidak terlalu panas, mendung mencoba menutupi sinar matahari yang sudah mulai naik, udara yang cukup segar membuat paru-paru Rina serasa mendapatkan pasokan terbaik. Jalanan kecil di tepi sungai ini masih terlihat lengang oleh pejalan kaki, sesekali Rina hanya menemukan beberapa pesepeda berlalu melewatinya. Setelah dirasa cukup jauh Rina memutuskan untuk berhenti di sebuah mini market untuk membeli air mineral, mulutnya benar-benar terasa kering, ia butuh istirahat beberapa saat sebelum harus kembali ke apartemennya.

Selagi duduk-duduk santai, Rina berfikir untuk berkunjung ke rumah Nyonya Song, setidaknya untuk memperkenalkan diri dan juga melihat putra Nyonya Song yang sakit, lagipula Nyonya Song telah menawarkan untuk mampir kerumah wanita tersebut ketika tidak sengaja bertemu Rina tadi malam.

“Benar, tidak ada salahnya aku berkunjung, tapi aku harus membawa apa ya? Tidak mungkin aku datang hanya dengan tangan kosong, kalau buah pun Nyonya Song sudah banyak membeli buah, apa yang harus aku bawa ya?” Rina bingung harus membawa apa ke rumah Nyonya Song, namun pada akhirnya ia tetap membeli buah walaupun tau bahwa tadi Nyonya Song telah membawa banyak buah, ia juga membawakan beberapa vitamin untuk diberikan kepada putra Nyonya Song.

Rina menarik nafas beberapa saat sebelum menekan bel apartemen Nyonya Song, ia gugup jika harus bertemu dengan orang baru, tapi ia yakin jika jam segini mungkin hanya ada Nyonya Song dan putranya di rumah, sementara suaminya pasti sudah berangkat kerja.

Tak beberapa lama, pintu apartemen dengan nomor 504 itu terbuka, menampilkan Nyonya Song yang tengah menggunakan apron, sepertinya wanita itu sedang memasak.

“Oh Rina, silahkan masuk, maafkan rumahku masih berantakan, aku juga baru selesai memasak, kau duduk disini ya, aku akan ambilkan minum.” Nyonya Song terdengar sangat ramah, menjadikan gadis itu merasa rindu akan sosok mama yang telah pergi meninggalkannya.

“Terimakasih Nyonya, ini aku bawakan beberapa buah-buahan, aku tidak tau harus membawa apa ketika ingin berkunjung untuk menyapa dan juga teringat bahwa putramu yang tengah sakit, dan juga ada beberapa vitamin.” Rina menyerahkan bungkusan itu kepada Nyonya Song.

Aigoo-ya, kenapa repot-repot, aku senang jika kau berkunjung, lain kali tidak usah membawa apa-apa yaa.” nyonya song tersenyum sambil membawa bungkusan itu ke dapur dan mengambilkan minum untuk Rina.

“Kenapa sangat sepi Nyonya? Bagaimana keadaan putramu? Apa sudah baikan?” Rina mencoba mencari topik pembicaran, situasi saat ini benar-benar membuatnya gugup.

“Hhh, anak itu memang keras kepala, ia tidak ingin melewatkan satu hari pun untuk sekolah Rina-ya, mungkin karna ia juga akan menghadapi ujian kelulusan”, Nyonya Song terlihat khawatir memikirkan putra bungsunya yang keras kepala itu.

“Ini aku buatkan lemon tea, ini baik untuk tenggorokanmu Rina, minumlah.” Sekarang Rina benar-benar merindukan mamanya.

“Terimakasih Nyonya, aku jadi merepotkanmu.” Minuman itu sangat enak membuat Rina hampir menghabiskan semuanya jika tidak ingat bahwa ia sedang berada di rumah orang lain.

“Bagaimana apartemenmu? Apakah kau sudah selesai beres-beres? Apa perlu bantuanku gadis muda?” tawar Nyonya Song.

“Tidak apa nyonya, aku sudah selesai menata apartemenku, sekali-kali berkunjunglah, aku akan mencoba membuatkan makan malam yang enak untukmu.” Dalam hati Rina mulai menyesali perkataannya, makan malam enak? Bahkan ia baru saja belajar untuk memasak.

Obrolan mereka berjalan lancar hingga beberapa saat Rina akhirnya memutuskan untuk kembali ke apartemennya, badannya yang sudah minta disirami air membuat Rina gerah dan merasa gatal-gatal di seluruh tubuhnya.

“Nyonya, aku pamit dulu, ingin membersihkan diri, semoga putramu cepat sembuh, sampaikan juga salam ku untuk Tuan Han.” Rina mencoba untuk bisa seramah mungkin, ia benar-benar berusaha keluar dari zona nyaman hidupnya.

“Baiklah, terimakasih sudah berkunjung Rina-ssi, jangan pernah ragu untuk mampir kembali ya, aku benar-benar senang bisa memiliki teman bicara sepertimu.” Rina sangat yakin bahwa Nyonya Song sangat nyaman berbicara dengannya, mungkin juga karna wanita tersebut satu-satunya perempuan dalam keluarga itu, tentu saja berbicara dengan sesama jenis lebih menyenangkan untuk mengobrol mengenai berbagai hal. Rina tersenyum menanggapi Nyonya Song sebelum akhirnya pulang ke apartemennya.

Waktu menunjukkan pukul 3 sore, setelah selesai mandi dan mencoba membaca beberapa buku setelah pulang dari rumah Nyonya Song, membuat Rina akhirnya terbang ke alam mimpi. Kini perutnya minta diisi kembali, ia lupa jika telah melewatkan jadwal makan siang.

“Aku harus makan apa ya?” Rina bergumam sembari melihat isi kulkas yang hanya ada air mineral dan beberapa minuman kaleng, ia baru ingat jika ia belum berbelanja untuk mengisi kulkasnya. Dan akhirnya Rina mencoba pergi ke supermarket sekalin mencari asupan untuk perutnya yang saat ini sudah terlalu berisik.

Ketika akan keluar dari lift, ia tersadar bahwa salah satu tali sepatunya terlepas, kemudian gadis itu berjongkok untuk kembali mengikatkan tali sepatunya, di saat bersamaan seorang pemuda masuk dan bertanya kepada Rina, “Apakah anda tidak ingin keluar?” Rina baru tersadar bahwa ia harus segera keluar lift, “Tolong tahan pintunya sebentar” pinta Rina tanpa memperhatikan seseorang yang sedang ia mintai tolong. Jaesung yang kebingungan hanya menatap gadis itu sembari salah satu tangannya menahan tombol lift agar tidak menutup, jujur saat ini Jaesung merasakan hal aneh dari gadis tersebut, rambut sebahunya jatuh bebas di samping siluet wajahnya, hanya menampilkan sebagian wajahnya yg juga ikut tertutupi.

Setelah selesai dengan urusan tali sepatunya, Rina bergegas keluar dari lift. Jaesung benar-benar tercegang melihat sikap gadis itu. “Ternyata benar-benar ada orang yang tidak tau sopan santun, bahkan untuk melihatku saja tidak, ah sudahlah.” Bagai telepati, saat itu Rina tersadar belum mengucapkan terimakasih kepada orang yang telah membantunya menahan pintu lift, seketika ia berbalik untuk mengucapkan terimakasih, ternyata pintu lift sudah menutup. “Yaah aku belum mengucapkan terima kasih, bagaimana ini?” Rina menjadi bingung. Tapi akhirnya memutuskan untuk tetap melanjutkan niatnya berburu bahan makanan untuk isi kulkasnya. “Mungkin lain kali aku akan berterima kasih ketika bertemu kembali.” Padahal Rina tidak mengetahui orang yang telah membantunya.

Rina segera mengecek list bahan makanan pada ponselnya, “Sawi, kentang, ah sudah semua, baiklah mungkin aku harus melihat beberapa camilan untuk menemaniku malam ini.” Sembari berputar pada rak camilan, ia berhenti di salah satu rak dan melihat coklat yang sangat ia sukai, sudah lama ia tak menjumpai cokelat itu, tanpa ragu gadis itu langsung memasukkan 1 pack cokelat ke dalam trolinya. “Baiklah, aku pikir ini sudah cukup untuk mengacaukan diet ku.” Kemudian Rina bergegas untuk melakukan pembayaran, ia benar-benar ingin segera pulang, dan menikmati cokelatnya.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status