“Na wasseo~.” Terlihat Jaesung yang kelelahan baru pulang dari sekolah, walaupun ia tau bahwa tubuhnya tidak dalam kondisi yang baik, ia tetap bersikeras untuk masuk sekolah, dan pada akhirnya kedua orang tua beserta kakaknya menyerah untuk bisa membuah Jaesung beristirahat di rumah.
“Bagaimana keadaanmu selama disekolah? Apa baik-baik saja? Apa kepalamu terasa sakit lagi?” Nyonya Song menyerang Jaesung dengan banyak pertanyaan.
“Aku sudah baikan eomma, tak perlu khawatir.” Jaesung kembali meyakinkan ibunya bahwa keadaannya sudah membaik.
“Baiklah, segera ganti baju, eomma akan mempersiapkan makan malam.” Jaesung segera masuk ke dalam kamar untuk segera membersihkan diri dan juga merebahkan diri sembari menunggu ibunya selesai menyiapkan makan malam.
“Jaewoon-a, tolong antar ini kepada Rina.” Nyonya Song ingat ketika gadis itu harus keluar untuk mencari makan malam ketika mereka pertama kali bertemu, ia yakin gadis itu belum menyiapkan apa-apa untuk makan malamnya. Dengan segera Jaewoon menjalankan perintah ibunya, disamping niatnya yang ingin berkenalan dengan sosok bernama Rina tersebut.
Setelah menekan bel 3x tetapi tetap tidak ada sahutan atau pun tanda-tanda pintu akan terbuka, Jaewoon menghela napas panjang, haruskah ia menunggu sebentar lagi? Ia benar-benar berharap bisa bertemu dengan gadis itu, tapi cacing-cacing di perutnya sudah melakukan protes terlebih dahulu, dan pada akhirnya Jaewoon memutuskan untuk kembali ke apartemen nya.
Baru berniat untuk membalikkan tubuhnya, ia mendengar suara seorang wanita di sampingnya.
“Maaf, ada yang bisa saya bantu? Kenapa Anda berdiri di depan pintu apartemen saya?” Terlihat seorang gadis dengan rambut sebahu tengah menenteng beberapa plastik belanjaan di kedua tangannya.
“Oh maafkan saya, saya yang tinggal diseberang, nomor 504.” Jaewoon berusaha menetralkan detak jantungnya, bagaimana bisa ada gadis cantik sekaligus memiliki tatapan mempesona seperti Rina.
“Oh, Anda pasti putranya Nyonya Song, maafkan saya, sebentar, saya bukakan pintu ... silahkan masuk.” Rina mencoba ramah kepada orang yang ia yakini masih dengan kondisi yang belum terlalu sehat itu, ia merasa bersalah sudah membuat pemuda itu berdiri lama di depan apartemennya.
“Bagaimana keadaan Anda?”, Rina bertanya kepada Jaewoon sekaligus menerima panci yang sedari tadi di bawa oleh Jaewoon. Mendapat pertanyaan aneh seperti itu membuat Jaewoon berpikir keras untuk menjawab pertanyaan gadis di depannya ini.
“Ya, aku baik-baik saja, hanya saja sepertinya jantungku tidak baik-baik saja.” Jaewoon tanpa sadar mengucapkan kata konyol kepada seseorang yang baru ia temui hari ini.
“Apa anda merasakan sesak? Perlukah saya panggilkan Nyonya Song?” Ada tersirat nada cemas dalam pertanyaan Rina. Namun, Jaewoon hanya menggeleng pelan sembari tersenyum.
“Aku Han Jaewoon, siapa namamu?” Baiklah Jaewoon merasa jantungnya benar-benar akan keluar dari mulutnya. Melihat uluran tangan dari Jaewoon, Rina segera menyambut tangan tersebut, “Saya Rina.”
“Sepertinya umur kita tidak terlalu jauh, tolong jangan terlalu formal, kau bisa panggil aku Jaewoon saja, atau oppa juga boleh.” Jaewoon benar-benar gila sekarang. Rina mencoba tersenyum mendengar jawaban aneh Jaewoon. “Ah, tunggu sebentar,” Rina mencoba mencari-cari sesuatu di dalam plastik belanjaan yang ia bawa tadi. ”Ini, aku tadi membeli beberapa cokelat.” Rina menyerahkan beberapa coklat kepada Jaewoon. Rina yakin Jaewoon sedang butuh asupan gula, Rina merasakan tangan Jaewoon yang dingin ketika berkenalan tadi, Rina pikir beberapa cokelat juga bisa membuat kondisi Jaewoon akan segera membaik. Dan lagi Rina belum menyadari kesalahpahaman ini.
“Tolong ucapkan terimakasihku kepada Nyonya Song, aku akan menikmati makan malamnya.” Rina mengantarkan Jaewoon hingga depan pintu dan tersenyum kepada Jaewoon.
“Bisakah aku mendapatkan nomor ponselmu?” Mendengar tidak ada respon atas pernyataan gadis itu sebelumnya, Rina hanya tersenyum dan akhirnya mengucapkan selamat malam sebelum menutup pintu, ia rasa Jaewoon benar-benar sakit dan perlu istirahat sekarang.
***
“Eomma, aku bertemu bidadari hari ini.” Jaewoon berteriak kegirangan, ibunya hanya menatapnya dengan tatapan aneh. “Bisakah kau sedikit waras hari ini? cepat panggil adikmu, makan malam telah siap, appa sebentar lagi juga akan pulang, tadi katanya sudah di jalan.” Jaewoon masih dengan senyum gilanya bergerak menuju kamar untuk memanggil Jaesung.
“Dongsaeng-aaaaa, babmokjaa~.” Jaesung yang melihat gelagat aneh dari kakaknya mulai menegakkan tubuh, melihat sikap kakaknya membuat bulu kuduknya berdiri.
“Apa yang salah dengan mu hyung, berhenti bersikap konyol.” Jaesung berlalu meninggalkan Jaewoon sendirian di dalam kamar, bahkan akibat terlalu senang berkenalan dengan Rina, sekarang Jaewoon berguling guling di atas kasur seperti bayi yang senang mendapatkan mainan baru.
“Eomma, ada apa dengan hyung? Apakah dia mendapatkan nilai baik hari ini? Ia sangat aneh.” Jaesung bertanya kepada ibunya mengenai sikap gila kakaknya.
“Nilai baik? Mana bisa dia mendapatkan nilai baik jika ia hanya berkencan setiap hari, sudahlah, biarkan saja, mari makan.” Tuan Han langsung meminta beberapa lauk pauk untuk disediakan di piringnya kepada Nyonya Song.
“Ya Jaewoon-a! Cepat keluar, atau kau tidak akan bisa makan malam ini.” Ancaman Tuan Han benar-benar mengerikan, secepat kilat Jaewoon keluar kamar dan mendaratkan bokongnya di kursi samping Jaesung.
“Jaesung, bagaimana keadaanmu, apakah seharian tadi baik-baik saja disekolah?” Di samping sikap pemarah Tuan Han, sebenarnya ia hanyalah ayah yang penyayang kepada anak-anaknya.
“Aku tidak apa-apa appa, aku benar-benar sudah baik-baik saja, yang tidak baik-baik saja itu dirinya appa.” Sembari Jaesung menunjuk Jaewoon menggunakan garpu yang ada di tangan nya. “Ya! Apa kau akan menusukku dengan itu, cepat turunkan!”
“Jangan terlalu keras terhadap dirimu nak, walaupun ujian kelulusan sebentar lagi, cobalah untuk bersantai sedikit, appa yakin kau akan tetap lulus dengan memuaskan.” Kini suara Tuan Han terdengar lebih hangat.
***
Pagi-pagi sekali Rina terbangun karena merasakan sakit yang luar biasa pada perut bagian bawahnya, dia sampai harus memeluk bantal untuk bisa menenangkan perutnya. Gadis itu baru ingat ketika tadi malam siklus bulanannya datang dan menyiksa nya sepanjang malam, menjelang shubuh ia agak sedikit tenang setelah minum obat pereda nyeri, akan tetapi pagi ini rasa sakit itu kambuh kembali, ia benar-benar tersiksa sebagai wanita. Entah kenapa ia berfikir lebih menyenangkan hidup sebagai laki-laki yang tidak banyak merasakan penderitaan seperti wanita pada umumnya.
Pukul 10.00 Rina berusaha bangkit dari tempat tidurnya, ia mulai mecari teko listrik untuk menghangatkan air, segelas teh hangat cukup untuk bisa memberikan gadis itu tenaga untuk beraktivitas. Sembari menunggu air panas, ia mencoba mengumpulkan beberapa pakaian kotor untuk dicuci, ini sudah hari ke empat ia berada disini, dan ia belum sekalipun mencuci pakaian kotor yang sudah mulai menumpuk. Sebelum memasukkan ke dalam mesin cuci ia mengecek kantong-kantong baju maupun celana untuk memastikan tidak benda atau pun uang yang tertinggal di kantong.
Pada saat memeriksa jaket nya, ia menemukan kertas yang telah lusuh di dalam saku jaketnya, ia baru ingat jika itu adalah kertas terlipat yang tergelatak di depan pintu apartemennya beberapa hari yang lalu, ia belum sempat membuka dan membacanya karna berpapasan dengan Nyonya Song pagi itu.
Setelah memastikan semua pakaian kotor telah masuk kedalam mesin cuci, Rina beranjak menuju dapur untuk membuat teh hangat. ia masih bingung dengan pengirim surat itu, apakah itu benar ditujukan untuk dirinya? atau tidak sengaja terjatuh di depan pintu apartemennya? Setelah menempatkan diri secara nyaman di sofa ia mulai membuka surat itu.
Tidakkah kematian kedua orang tuamu terlalu mendadak? Kenapa hanya menerima tanpa mengusut kematian itu? Seharusnya kau curiga Rina. Jika ingin menemukan siapa pelakunya, jangan abaikan sms yang telah kau terima
Rina tiba-tiba mematung membaca isi surat tersebut, ia yakin bahwa pengirim surat tersebut adalah orang yang sama dengan yang menelepon dan mengiriminya sms ketika pertama kali datang ke negara ini.
Jadi selama ini kematian orang tua nya disebabkan oleh orang lain? Bukan murni kecelakaan? Tiba-tiba Rina merasakan sesak dan amarah yang benar-benar besar. Ia tidak menyangka akan mendapatkan kabar seperti ini setelah 5 tahun berlalu, apa yang sebenarnya terjadi?
Ingin sekali ia menghubungi nomor tersebut, akan tetapi ia baru ingat bahwa nomor tersebut mengirimkan alamat yang bisa ia tuju, tanpa pikir panjang Rina mengambil jaketnya dan segera memasang sepatu ketsnya, dengan tergesa-gesa ia keluar dari apartemen, ia ingin segera menuju ke lokasi tersebut, tanpa sengaja ia menabrak seseorang di depan lift. Karna dikuasai amarah, gadis itu hanya berlalu dan langsung menekan tombol lift hngga pintunya tertutup.
Jaesung yang kaget setelah mendapatkan tabrak lari yang menyebabkan beberapa berkas materi pelajarannya tercecer menjadi emosi. “Aissh ... kenapa akhir-akhir ini aku bertemu dengan banyak sekali orang yang tidak sopan, aku benar-benar harus menyelesaikan pendidikan dan pindah ke Korea, lama-lama aku bisa stress disini.” Jaesung kesal sendiri sambil merapikan kembali berkas-berkas materinya.
Rina berlari kecil untuk mendapatkan taksi, ia menunjukkan lokasi yang harus ia tuju, mobil itu melaju menembus ramainya jalan raya, berhubung sekarang sudah menunjukkan waktu makan siang, jalanan agak sedikit ramai, setelah lebih dari 40 menit menyusuri jalan raya, akhirnya taksi tersebut memasuki jalan sempit di pinggir kota.
“Kita sudah sampai.” Supir taksi menerima beberapa lembar uang dari Rina.
“Terimakasih pak.” Rina langsung keluar dari taksi tersebut. Ia melihat sekitar, dan yang gadis itu jumpai hanyalah beberapa toko yang sedang ramai oleh pelanggan.
“Apa benar ini tempatnya? Tapi orang ini tidak mengatakan secara eksplisit lokasinya, haruskah aku telepon?” Akhirnya Rina memutuskan untuk menelepon nomor tersebut.
satu kali, dua kali, namun tetap tidak ada jawaban dari seberang sana. Rina benar-benar kesal. Ia terlalu gegabah mendatangi lokasi tersebut tanpa memikirkan rencana sebelum berangkat kesini, ia merasa telah dikerjai oleh orang asing, namun terlalu jahat untuk mengatakan bahwa itu hanyalah lelucon, apalagi sampai membawa kematian orang tua Rina.
Tanpa Rina sadari, dari kejauhan seorang lelaki tengah memperhatikan Rina, melihat pada ponselnya yang menampilkan dua kali panggilan masuk dari gadis itu, lelaki tersebut tersenyum sambil berlalu melewati pertokoan dan menghilang di balik persimpangan.
***
“Aku menemukan gadis itu, sepertinya ia benar terpancing dengan surat itu.” Lelaki yang tadinya memperhatikan Rina dari kejauhan, memberikan laporan kepada atasannya.
“Baiklah, akhirnya kita akan kembali memulai misi kita kembali, kau hanya harus memastikan tangan kita bersih dari hal-hal mengerikan, biarkan semua di selesaikan oleh gadis itu, pastikan bahwa ia akan datang kembali kepada kita.” Pria paruh baya itu tersenyum di balik meja kerjanya.
***
Rina benar-benar kesal, setelah pulang dari lokasi yang di tunjukkan pada pesan tersebut, Rina merasa dipermainkan, ia benar-benar ingin mengetahui apa yang sebenarnya terjadi pada orang tuanya, menjadi sebatang kara bukanlah hal mudah, akan tetapi dengan adanya informasi yang ia terima sebelumnya, membuat Rina merasa hidupnya semakin berat.
“Sialan, siapa orang gila yang beraninya mempermainkanku!” Rina mengumpat kesal sambil menjatuhkan tubuhnya pada sofa, ia merasa harus bertemu orang tersebut, namun semuanya tiba-tiba menjadi samar, bahkan nomor yang sebelumnya terlalu sering menghubunginya itu sudah tidak dapat di hubungi lagi.
“Apa yang harus aku lakukan sekarang? Haruskah aku hanya berdiam diri seperti ini?” Tiba-tiba mata Rina menjadi panas, tanpa bisa ditahan akhirnya cairan bening itu mengalir keluar.
“Haha, apa-apaan kau Rina, saat ini bukan saatnya menangis”, Rina berusaha menguatkan dirinya.
“Aku harus mandi terlebih dahulu.” Rina berjalan dengan gontai menuju kamar mandi.
***
Malam harinya Rina tidak bisa tidur dengan nyenyak, ia terus memikirkan bagaimana cara agar bisa bertemu si pengirim surat, bahkan ia kembali mencoba menghubungi nomor sebelumnya, berharap bahwa nomor tersebut aktif kembali, namun semuanya nihil.
Ditengah kebingungan hatinya, Rina memutuskan berjalan-jalan keluar untuk mencari angin segar, waktu menunjukkan pukul 22.30, namun jalanan masih terlihat ramai. Terlihat lampu-lampu yang tersusun rapi di tepi jalanan, Rina mencoba mencari tempat yang bisa ia gunakan untuk menjernihkan fikirannya, dan matanya jatuh pada salah satu kursi taman yang kosong.
Sembari memperhatikan pergerakan orang-orang di malam hari, Rina mengeluarkan earphone, ia memang menyukai karamaian, namun ia tidak suka kebisingan, memutar salah satu lagu kesukaannya sambil menikmati sekaleng cola benar-benar menenangkan jiwanya.
“Rina?” Rina terkejut ketika seseorang berdiri tepat di depannya, ia melepaskan earphone dan menatap pemuda di depannya.
“Maaf anda siapa?” Rina bertanya kepada pemuda tersebut, ia mengeluarkan sebuah surat dari saku jaketnya dan meletakkan nya disamping Rina. Gadis tersebut terkejut melihat lipatan surat yang saat ini ia pegang mirip dengan surat yang ia temui secara misterius di depan apartemennya, namun sebelum menanyakan menganai surat itu, pemuda tersebut telah menghilang dari hadapannya. Bagai asap, Rina tak menemukan jejak pemuda tersebut.
Temui dokumen penggelapan dana di SMA maria, dan jatuhkan di samping tempat sampah kepolisian kota.
Surat itu cukup singkat, Rina bingung harus bereaksi seperti apa, “Kenapa aku harus melakukan hal bodoh ini?”
Ponsel Rina bergetar, sebuah pesan masuk dan Rina segera membukanya.
Tentu saja kau harus melakukannya untuk mengetahui kisah orang tuamu Rina
Ternyata dari nomor yang beberapa saat lalu masih ia usahakan untuk di hubungi. Kembali Rina menekan tombol dial pada nomor tersebut, malangnya nomor tersebut sudah tidak aktif kembali.
“Apa aku harus mengikuti permainan orang gila ini?” Bukannya takut untuk melakukan hal seperti ini, tapi gadis itu telah kecewa karena dipermainkan seperti tadi siang.
“Baiklah, akan aku fikirkan beberapa hari ini” Dan Rina memutuskan untuk kembali ke apartemennya dengan membuang kaleng cola yang telah kosong ke dalam tempat sampah.
Sejujurnya Rina masih ragu untuk melakukan hal yang telah ia fikirkan beberapa hari yang lalu, hanya saja rasa penasaran Rina lebih besar dan mengalahkan segala keraguan yang ada, ia tidak ingin tenggelam dalam pikirannya sendiri mengenai kematian orang tuanya, maka dari itu ia memutuskan untuk melakukan perintah yang ia terima dari kertas tersebut.Tepat pukul 8 malam, Rina telah siap untuk melakukan misinya, entah benar ini adalah misi atau tidak, yang jelas ia hanya ingin mengungkap cerita dan misteri pesan tersebut. Gadis itu menggunakan jeans, jaket kulit dan menutupi kepalanya dengan topi, semua tampak hitam, tak lupa ia mengantongi sebuah masker untuk menutupi identitas nantinya.Setelah 15 menit menumpangi taksi, akhirnya gadis itu sampai di pintu gerbang SMA Maria, ia menarik nafas dalam, keraguan kembali menyelimuti hatinya, akan tetapi pikirannya telah mengambil alih, ia sudah berada di medan perang, bukan saatnya untuk mundur tanpa melakukan penyerangan, ia
Pagi ini Rina dikejutkan oleh kedatangan seorang pemuda. Disaat dirinya sedang mencoba membuat sarapan seperti biasa, bel apartemennya berbunyi. Setelah melepaskan apron yang tengah ia gunakan, Rina membuka pintu. Untuk sesaat Rina heran menatap tamu di depannya, seorang pemuda yang belum pernah ia temui sebelumnya.“Maaf Anda siapa yaa?”“Annyeong baby.” Pemuda tersebut tersenyum dengan lesung pipi yang sangat menggemaskan. Ia langsung memasuki ruangan sebelum mendapatkan izin dari Rina.Rina menatap waspada kepada pemuda tersebut, akhir-akhir ini terlalu banyak kejutan dalam hidupnya.“Apa yang coba anda lakukan?” tanya Rina waspada.Setelah memposisikan dirinya dengan nyaman pada sofa, pemuda tersebut tersenyum, “Nuna~ tak bisakah kau berikan tamu ini minuman terlebih dahulu sebelum bertanya? Aku benar-benar haus, apakah kau sedang memasak sarapan? Aku juga lapar.”
Hari ini adalah akhir pekan, Rina berencana pergi ke toko buku untuk melihat-lihat, mungkin saja ada buku yang bisa ia jadikan referensi untuk perkuliahannya, lagipula ia merindukan hobi lamanya untuk membaca komik. Ketika keluar dari apartemen ia menemukan Jaesung berada di depan lift.“Kau ingin kemana?” sapa Rina kepada Jaesung.“Hanya berkeliling untuk mengistirahkan fikiranku, kau sendiri? Bukankah biasanya wanita jika di akhir pekan lebih suka dirumah untuk berberes rumah?” Jaesung sangat mengetahui kebiasaan ibunya yang selalu berusaha menghabiskan akhir minggu untuk membersihkan rumah dan merawat tanaman-tanaman hiasnya.“Aku ingin ke toko buku, mencari beberapa referensi dan komik.” Rina mengikuti Jaesung yang sudah memasuki lift.“Apa ingin aku temani? Setidaknya kau butuh guide ketika berkeliling di tempat baru bukan?” Jaesung menawarkan diri, lagipula tidak ada salahnya menemani Rina men
Hari ini rina kembali berencana untuk jalan-jalan ditepi sungai seperti hari sebelumnya, hanya saja hari ini ia hanya ingin menghabiskan waktu karna terlalu bosan sendirian di apartemen, tapi bukankah dia memang selalu sendiri?Ketika sedang menikmati sejuknya angin yang bertiup, ia mendapati ponselnya bergetar dan menunjukkan nama 'Jeong min ❤', terakhir kali ia berjumpa dengan anak itu ketika sedang menikmati suasana kampus beberapa hari yang lalu, ada apa Jeong min menghubunginya kembali? Bukankan misi nya telah selesai?.“Ah, bisa saja dia ingin memberikan informasi yang dijanjikan.” Dengan semangat rina menggeser layar untuk menerima panggilan Jeong min.“Halo?” Rina mencoba menetralkan detak jantungnya, berharap ia benar-benar mendapatkan informasi itu.“Annyeong baby~, dimakah kau nuna?” Jeong min langsung menanyakan keberadaan rina.“Aku sedang berjalan-jalan santai di tepi sungai,
Setelah menyelesaikan makan siang, Jeong min mengajak Rina untuk bermain game, hanya beberapa permainan sederhana, “Bagaimana kalau Truth or Dare?” tantang Jeong min, “Baiklah kalau memang itu maumu.”Setelah bermain batu gunting kertas untuk menentukan siapa yang akan memulai, terpilihlah Rina sebagai pemula, ”Aku akan memilih truth.” Rina benar-benar bersemangat untuk menggali informasi.“Kau, kenapa kau bekerja di bidang ini?” jujur Rina penasaran dengan hal tersebut, ia hanya menemui pekerjaan seperti ini di dalam novel atau cerita fiksi lainnya, dan tidak tahu bahwa ini benar-benar ada di dunia nyata.“Tentu saja karna ini menyenangkan, walaupun nantinya aku menempuh jalan yang sulit, sebenarnya ini adalah suatu kebaikan, hanya saja dengan cara yang tidak biasa, aku menyukai tantangan, Nuna.”Setelah dipikir-pikir memang pekerjaan ini untuk tujuan yang baik, hanya
Pada pukul 11.45 Rina telah selesai dengan urusannya, sekarang gadis itu tengah duduk di ruang tamu menunggu Jeong min menjemputnya, sesekali ia membuka ponsel untuk kembali melihat pergerakan beberapa saham, akhir-akhir ini memang perekonomian sedang melemah, sehingga gadis itu menjadi lebih sering melakukan pengecekan. Ketika Rina hendak beranjak menuju dapur untuk mengambil air minum, terdengar suara bel rumahnya yang berbunyi. “Sebentar ... ” Rina bergegas untuk minum dan menyambar tasnya, ia membuka pintu dan tampak Jeong min yang tengah berdiri di depan pintu. “Annyeong baby” sapa Jeong min. Rina yang mendengar hal itu kembali tertawa, kenapa segala sesuatu yang di lakukan manusia di depannya terdengar sangat imut? “Ya! Berhentilah bersikap sok keren, kau sama sekali tidak keren Jeong min-a.” Rina tertawa meledek tingkah Jeong min. “Nuna~ jangan membohongi dirimu, kau tidak akan pernah bertemu pria sep
Hari ini adalah hari dimana Rina memulai kegiatan perkuliahannya, gadis itu terlihat bersemangat sejak pagi tadi, menyiapkan sarapan dan memilih pakaian untuk hari pertamanya. Setelah dirasa semuanya telah siap, Rina mulai melangkah keluar dari apartemennya, ia sedikit bergegas, bukan karena takut terlambat, tetapi gadis itu ingin memiliki sedikit waktu untuk menikmati suasana kampus sebelum memasuki kelas. Ketika keluar dari gedung itu, ia melihat Jaewoon yang sedang berjalan menuju halte, melihat hal itu membuat Rina sedikit berlari untuk menghampiri pemuda itu. “Selamat pagi.” sapa Rina sembari mendahului langkah Jaewoon. Pemuda itu terkejut dengan kemunculan Rina. “Apa ini hari pertamamu?” Jaewoon mencoba menyamakan langkah dengan gadis itu. “Iya, doakan hari ini menyenangkan ya oppa.” Jawab Rina. “Jika kau butuh bantuan, kau bisa beritahu aku nantinya, setidaknya kau butuh kenalan senior untuk memudahkan urusanmu.” Jaewoon
“Jaewoon-a, panggil adikmu untuk makan malam,” terdengar teriakan Nyonya Song dari dapur. “Okaaaay.” Jaewoon bangkit dari kegiatan bermalas-malasannya dan menuju kamarnya. Ia menemukan manusia yang sudah seperti patung tengah duduk di depan meja belajar, saking fokusnya, bahkan Jaesung tidak sadar akan kehadiran kakaknya. “Ya~ ayo makan, eomma sudah menyuruh berkumpul.” Terlihat Jaesung masih tidak menghiraukan kakaknya. “Apa kau tuli? Bagaimana mungkin kau mengabaikanku Jaesung-a.” Tampak Jaewoon mulai merengek di samping pemuda itu. “Aku dengar hyung, nanti aku akan keluar.” Akhirnya patung itu berbicara. “Aku tidak akan mempercayai kata-katamu, cepatlah, sebelum aku dimarahi eomma.” Jaewoon mulai menarik-narik tangan Jaesung. Dengan terpaksa Jaesung mengikuti langkah Jaewoon keluar dari ruang pertapaan itu. “Berapa lama lagi ujianmu nak?” tanya Tuan Han di sela-sela