Share

BAB 4

Sejujurnya Rina masih ragu untuk melakukan hal yang telah ia fikirkan beberapa hari yang lalu, hanya saja rasa penasaran Rina lebih besar dan mengalahkan segala keraguan yang ada, ia tidak ingin tenggelam dalam pikirannya sendiri mengenai kematian orang tuanya, maka dari itu ia memutuskan untuk melakukan perintah yang ia terima dari kertas tersebut.

Tepat pukul 8 malam, Rina telah siap untuk melakukan misinya, entah benar ini adalah misi atau tidak, yang jelas ia hanya ingin mengungkap cerita dan misteri pesan tersebut. Gadis itu menggunakan jeans, jaket kulit dan menutupi kepalanya dengan topi, semua tampak hitam, tak lupa ia mengantongi sebuah masker untuk menutupi identitas nantinya.

Setelah 15 menit menumpangi taksi, akhirnya gadis itu sampai di pintu gerbang SMA Maria, ia menarik nafas dalam, keraguan kembali menyelimuti hatinya, akan tetapi pikirannya telah mengambil alih, ia sudah berada di medan perang, bukan saatnya untuk mundur tanpa melakukan penyerangan, ia bukanlah seorang pengecut.

Rina melirik sekilas pos satpam yang ada di sudut gerbang, memastikan bahwa disana tidak ada seseorang yang akan menghentikan aksinya malam ini, setelah berjalan dengan cukup pelan akhirnya Rina sampai di depan ruang kepala sekolah, sebenarnya Rina tidak tau dokumen itu ada dimana, tapi ia yakin itu tersembunyi di dalam ruangan seseorang dengan jabatan yang tinggi dengan tingkat keamanan yang setara.

Ia mengeluarkan beberapa peralatan kecil untuk membongkar gagang pintu tersebut, kelakuan kriminal seperti ini sudah jauh-jauh hari ia pelajari, mengingat bahwa ia adalah gadis tanpa adanya perlindungan dari orang-orang sekitar, menjadikan Rina memiliki berbagai macam kemampuan untuk bertahan hidup.

Ceklaak..

Akhirnya pintu itu berhasil dibuka, Rina melihat sekeliling ruangan dan itu cukup luas untuk menelusuri sebuah dokumen, tetapi instingnya mengatakan bahwa dokumen itu tidak akan disimpan sembarangan, pasti dokumen rahasia seperti itu disimpan di tempat yang sulit untuk dijangkau atau pun bukan tempat biasa yang sebagaimana mestinya, gadis itu mencoba berkeliling, melihat apakah ada brankas atau laci yang terlihat mencurigakan, cukup lama Rina mencari ke berbagai sudut, ia berfikir untuk menyerah sampai pada akhirnya ia melihat sebuah pot bunga besar yang letaknya di tengah sisi suatu dinding.

“Bukankah seharusnya itu diletakkan di sudut?” Rina mulai penasaran, benar saja, dibawah alas pot itu terdapat sebuah variasi vinyl yang berbeda dengan sekitarnya, Rina mencoba menggeser pot tersebut, karna badannya yang kecil, pot bunga tersebut cukup berat. Dengan sekuat tenaga ia mendorong vas tersebut, ia memang merasakan celah pada vinyl tersebut, tetapi tidak menemukan gagang untuk membukanya, akhirnya ia mengeluarkan sebuah koin dari sakunya untuk membuka lantai tersebut, di dalamnya tidak terlalu luas, hanya dengan kedalaman 20 cm, dan itu sudah dipenuhi oleh kertas-kertas yang sudah lusuh.

“Apakah aku harus memeriksa ini semalaman?” tanpa pikir panjang Rina mengambil semua berkas itu dan tidak lupa memposisikan kembali pot tersebut ke posisi semula. Ia memasukkan semua berkas tersebut ke dalam tas sandangnya dan bergegas untuk keluar, setelah memastikan semua kondisi ruangan tetap seperti sebelumnya, akhirnya gadis itu keluar, tapi secara tidak sengaja menutup pintu kantor dengan cukup keras.

Gadis itu kaget dengan tindakannya sendiri, ia melihat sekeliling dan betapa terkejutnya Rina melihat adanya sorot lampu senter yang sepertinya sedang bergegas mengarah ke arahnya, gadis itu langsung berlari mencari jalan memutar agar bisa turun dengan selamat. Sial nya ia menabrak seseorang ketika telah mencapai teras, Rina sangat terkejut karna ia tidak menggunakan masker sebelumnya, secepatnya ia berbalik dan berlari meninggalkan pemuda yang ia tabrak.

Jaesung yang benar-benar muak karna selalu menjumpai orang yang kurang ajar memutuskan untuk mengejar seseorang gadis yang menabraknya tadi, ia berlari dengan sekuat tenaga, ketika Rina mencoba memastikan keadaan dengan melihat ke belakang, ia panik ternyata ada seseorang yang mencoba mengejar dirinya. Gadis itu berlari lagi sampai akhirnya memutuskan untuk bersembunyi di balik sebuah bangunan toko yang telah tutup.

Rina merasakan jantungnya seperti akan copot, ia berhenti dan mencoba untuk mengatur pernafasannya, ia merasa seperti buronan yang melakukan pembunuhan dan di kejar oleh polisi, ia tidak pernah terfikir akan melakukan hal gila seperti ini. Setelah bersembunyi cukup lama dan memastikan kondisi aman, barulah Rina keluar dari persembunyian. Ia menanggalkan topi dan memasukkan jaketnya ke dalam tas, takut-takut ada yang mengenalinya.

Tepat pukul 10.15 malam Rina sampai di depan gedung apartemennya, ia memutuskan untuk membeli sesuatu terlebih dahulu untuk makan malamnya sebelum kembali ke apartemennya, ia melihat pedagang kaki lima yang menjual nasi goreng di pinggir jalan, dan memutuskan untuk membeli seporsi nasi goreng tersebut.

“Nasi gorengnya satu ya pak” Rina memesan dengan ramah, benar-benar berbeda dengan sifatnya ketika melakukan pencurian dokumen tadi, tatapan tajam nya berubah melembut seakan ia adalah makhluk tanpa dosa.

Jaesung yang telah selesai dengan makan malamnya dan berniat untuk membayar makanannya terkejut ketika ia merasa dompetnya seakan lenyap dari saku celananya. Ia berfikir apakah dompetnya tertinggal di sekolah atau terjatuh di suatu tempat.

“Maaf, apakah saya boleh mengambil uang terlebih dahulu di rumah? rumah saya ada di gedung depan, saya akan kembali secepatnya” tawar Jaesung pada pedagang disampingnya.

Melihat hal tersebut, Rina spontan mengeluarkan selembar uang seraya berkata “Sekalian saja pak.”  Jaesung yang melihat hal tersebut kaget dan mengucapkan terima kasih kepada Rina. “Terima kasih sebelumnya, aku akan mengganti uangnya, bisakah kau tunggu disini sebentar? Aku akan mengambil uangnya sebentar.”

Rina tersenyum ke arah Jaesung, “Tak apa, aku juga tinggal di gedung ini, jangan terlalu sungkan, kau bisa kembalikan kapan-kapan.” Rina tersenyum sembari mengambil bungkusan nasi goreng  yang telah dibungkus.

“Terima kasih pak.” Rina berlalu melewati Jaesung, tanpa Rina sadari Jaesung juga mengikuti dibelakangnya.

“Kau tinggal di lantai berapa? akan aku antarkan uangnya.” Jaesung menawarkan sekali lagi.

“Aku di lantai 5.”

“Lantai 5? Benarkah? Aku tidak pernah melihatmu sebelumnya.” jelas Jaesung, Rina bisa menebak bahwa pemuda di depan nya ini juga tinggal di lantai yang sama dengannya.

“Aku baru pindah sekitar seminggu yang lalu.” Rina memasuki lift diikuti Jaesung yang menekan tombol 5.

“Apakah kau yang tinggal di unit 502?” Jaesung kembali bertanya, Rina menanggapi pertanyaan Jaesung dengan anggukan. Kenapa orang disampingnya ini banyak bertanya, tak tahukah ia bahwa Rina benar-benar kelaparan sekarang? Bahkan ini sudah benar-benar lewat dari waktu makan malam, malangnya Rina yang tidak mengisi perutnya ketika jam makan siang tadi.

Setelah keluar dari lift, Jaesung menahan tangan Rina, “Tunggulah sebentar, aku akan mengambil uang, aku tidak ingin berhutang.” Jaesung segera lari memasuki rumahnya, Rina melihat pemuda itu memasuki apartmen 504.

“Apakah dia keluarga nyonya song? Tapi aku tidak pernah melihatnya sebelumnya.” Rina memutuskan untuk masuk ke dalam tanpa menghiraukan perkataan Jaesung, ia benar-benar lapar.

Pada saat sedang menikmati makan malam, aktivitas Rina terhenti ketika mendengar bel apartemennya berbunyi.

“Apa yang salah dari anak itu, tak bisakah dia kembali besok pagi!?” geram Rina, gadis itu  benar-benar lelah hari ini, dia sudah sangat ingin tidur seusai menyelesaikan makan malamnya.

“Ya?” sapa Rina ketika membuka pintu, Jaesung langsung memberikan 2 lembar uang pecahan.

“Ini untuk yang tadi, terimakasih sudah membayari ku sebelumnya.” Rina langsung mengambil uang tersebut. “Baiklah, tidak masalah, lagipula aku mengenal baik Nyonya Song, apakah kau putranya?” Rina mencoba yang terbaik untuk berbasa basi.

“Jaesung.” pemuda itu merespon dengan mengulurkan tangannya.

“Oh, aku Rina.” Rina tersenyum sembari menerima uluran tangan Jaesung.

“Baiklah, sepertinya umur kita tidak terlalu jauh berbeda, jika butuh bantuan kau bisa langsung ke rumahku.” Hari ini Jaesung merasa dirinya terlalu banyak bicara.

“Dengan senang hati.” balas Rina, padahal umur Rina mungkin 1 atau 2 tahun lebih tua dari Jaesung, mengingat bahwa Rina datang ke negara ini untuk melanjutkan pendidikan ke universitas, sedangkan Jaesung masih memakai seragam sekolah.

“Kalau begitu aku permisi.” Jaesung berbalik untuk memasuki apartemennya.

Rina menyelesaikan makan malamnya yang tertunda, ia bergegas ke kamar mandi untuk membersihkan diri dan segera tidur. Walaupun ia sangat lelah dan matanya sudah meminta untuk di istirahatkan, pikirannya tidak bisa berhenti bekerja, ia memikirkan bagaimana ia harus mengantarkan dokumen yang baru saja ia curi ke kantor polisi kota, di kertas itu pasti sudah ada sidik jarinya, kalaupun ia mengantar langsung, ia yakin bahwa dirinya akan ketahuan melakukan pencurian itu, tanpa disadari waktu menunjukkan pukul 02.00, Rina menghela nafas kasar.

“Haruskah aku menghitung domba?” Rina berguman dan mulai menghitung domba yang akan melompat, benar saja, belum sampai 30 domba, Rina sudah terlelap terbang ke alam mimpi.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status