Sebuah cerita lama mengatakan, ratusan tahun lalu di daratan Eropa tepatnya tahun 1711, berdiri sebuah kerajaan besar yang hidup bersekutu dengan para makhluk penghisap darah atau yang biasa disebut dengan vampir.
Mengenyampingkan fakta bahwa vampir adalah makhluk penghisap darah, kerajaan yang besar itu tak pernah merasa takut. Baik kerajaannya maupun bangsa vampir, hidup berdampingan dan bahkan saling berteman. Semua tak lain karena keyakinan pemimpin keduanya untuk menghilangkan kesan buruk yang dimiliki bangsa vampir—bahwa tak semua vampir menyukai pembantaian terhadap manusia.
Agar bisa hidup berdampingan kembali, perjanjian leluhur yang dulu sempat berlaku pun diperbarui, dan dijadikan pedoman bagi kedua kerajaan dari dua makhluk berbeda agar bisa hidup berdampingan dengan damai dan saling menguntungkan.
‘Kerajaan Verstellar akan menjadi penyumbang makanan utama bangsa vampir; darah. Kerajaan para vampir, Lucretia, akan memberikan sihir mereka untuk membantu Kerajaan Verstellar. Tanpa saling membunuh dan menyakiti, kedua kerajaan akan menjadi sekutu dan saling membantu memperkuat kesejahteraan satu sama lain.’
Sebagai makhluk anti-mati yang memiliki kekuatan supernatural, bangsa vampir menjadi sekutu yang sangat menguntungkan bagi Kerajaan Verstellar, terlebih lagi dalam bidang kemiliteran. Kerajaan Verstellar menjadi kerajaan besar dan tak terkalahkan dibandingkan kerajaan lainnya, sebab mereka memiliki bantuan dari tentara yang tak bisa mati.
Begitu pun bangsa vampir sendiri, mereka menjalankan kewajiban dengan baik sebagai sekutu agar mereka tetap bisa mendapatkan pasokan darah dari manusia yang menjadi satu-satunya sumber makanan mereka. Bangsa vampir Kerajaan Lucretia akan meminta darah segar lalu menyimpannya, dan mengonsumsinya kala mereka merasa haus—tak jauh berbeda dengan manusia yang makan kala merasa lapar.
Ah! Ada satu peraturan yang akan berakibat fatal bila dilanggar. Yaitu larangan bangsa vampir untuk meminum langsung darah manusia dari tubuh yang masih bernyawa, apalagi jika sampai melakukan pembunuhan. Jika itu sampai terjadi, maka bangsa manusia diizinkan untuk mengangkat senjata, memerangi bangsa vampir yang sudah dianggap sebagai ancaman.
Dan sayangnya ... hal yang tidak diinginkan itu terjadi.
Suatu hari di perbatasan kerajaan, ditemukan mayat seorang penduduk kerajaan Verstellar yang mati dengan bekas gigitan di leher. Sejak saat itu, tak hanya kerajaan Verstellar saja, tapi seluruh bangsa manusia yang mengetahui isi perjanjian leluhur—mendeklarasikan perang melawan bangsa vampir.
Kerajaan vampir menjadi kacau, perang yang tak diinginkan sudah terjadi di depan mata. Sedang sang raja, Oberon Lucretia berkeyakinan teguh—bahwa tak ada satu pun dari rakyatnya yang berani melanggar perjanjian leluhur dengan memangsa manusia.
Ada yang tak beres ....
Tak seperti yang dibayangkan, dalam kasus ini, Neculai Jes Verstellar, raja dari kerajaan Verstellar saat itu adalah yang paling berusaha membangun kembali kepercayaan bangsa manusia. Namun sayangnya, keyakinannya perlahan pudar kala sahabatnya, Oberon Lucretia bersikap pasif dan menolak mentah-mentah untuk mengakui jika bangsanya yang telah membunuh manusia-manusia dalam beberapa kasus. Kemarahan pemimpin beberapa Kerajaan pun mencuat, perang tak lagi bisa dielakkan.
Mereka menyebutnya 'Skyfall', perang besar yang terjadi antara bangsa vampir dan manusia yang dulunya saling menggenggam dan hidup damai. Langit gelap seakan-akan itu bisa runtuh kapan saja, gemuruh petir menambah ketegangan perang dan banyak darah di mana-mana.
Hasil dari perang yang tak diinginkan, bangsa vampir yang memiliki populasi paling sedikit—dipukul mundur. Banyak rakyat vampir yang mati, dan bahkan hari itu menjadi hari terakhir Raja Oberon dapat memohon untuk yang terakhir kali sembari memegang tangan Raja Neculai.
“Kau bilang jika perang ini akan selesai kalau tidak ada bangsa vampir yang hidup, kan?” ujarnya pada Raja Neculai, menatap mata orang yang dulu menjadi sahabat karibnya dengan pancaran keteguhan yang tampak tak akan mudah dihancurkan. Ia tersenyum miring lalu berkata, “Kalau begitu, biarkan perang ini tidak selesai.”
“Apa maksudmu?”
“Aku tidak bersalah dan tidak akan mengakui kesalahan apa pun yang manusia tuduhkan pada kaumku. Tapi aku akan memohon kepadamu untuk yang terakhir, biarkan istriku melahirkan anak kami. Biarkan anak itu lahir dan menyelesaikan perang yang sudah terlanjur terjadi ini. Odd eye akan terlahir, odd eye akan menghukum siapa yang salah di medan ini. Dan keturunanmu, akan berperang dengannya untuk membuktikan pada manusia suatu saat nanti, bahwa kami—bangsa vampir—sama sekali tidak bersalah.”
Dipenghujung napasnya, amarah dan rasa putus asa yang Raja Oberon simpan—menjadi sumpah dan mengikatnya dengan makhluk lain yang tak seharusnya ada di bumi.
‘Aku putus asa, dan memohon padamu ... para iblis. Berikan kekuatan odd eye pada anakku, dan biarkan dia menyelesaikan perang ini. Ambil apa pun yang kau mau sebagai bayarannya, dan jadikan dia sebagai yang terkuat di alam semesta.’
Tak lama setelah perang itu berakhir, anak pertama Raja Oberon dan Ratu Demelza lahir. Seorang anak laki-laki yang memiliki darah vampir murni, memiliki dua mata dengan warna yang berbeda. Dengan ini, sang odd eye yang diinginkan telah terlahir, permintaan Raja Oberon telah dikabulkan. Tapi tak pernah ada yang tahu, apa yang diinginkan iblis sebagai penebusnya.
Nama sang odd eye adalah ... Ilucca Lucretia Reev.
-Bersambung-
Halo, ini Melodearose, author atau penulis dari The Odd Eye Has Fallen.
Ini sudah berjalan lumayan lama, tapi saya akan memberi pengumuman penting mengenai kelanjutan cerita ini. Cerita ini akan saya lanjutkan tapi karena banyak kekurangan yang perlu diperbaiki, saya memutuskan untuk mengubah beberapa unsur dari cerita ini, seperti: nama, latar, dan beberapa hal yang berhubungan dengan pemeran utama.
Perlu saya katakan kalau saya adalah penulis yang belum cukup bagus dan masih perlu melakukan banyak riset, jadi saya pikir cerita ini mungkin masih memiliki kecacatan baik dalam cerita atau kepenulisan. Tapi untuk para pembaca semua, saya pastikan akan mengetik cerita ini dengan baik dan sepenuh hati. Saya harap para pembaca sekalian dapat menikmati cerita ini dan memberikan dukungan sebaik-baiknya agar performa saya semakin baik.
Terima kasih banyak, salam, Melodearose.
Yoon Haejin. Tahun ini ia berusia 23 tahun dan sedang bersiap untuk mencari pekerjaan tetap untuknya ketika ia sudah dinyatakan lulus sebagai sarjana. Saat ini dia berprofesi sebagai mahasiswi di salah satu universitas ternama di kotanya, Daechon. Kota kelahirannya yang menyimpan banyak kenangan masa kecilnya, sekaligus kota yang menyimpan kenangan akan luka terbesarnya. Hari-hari Haejin selepas lulus dari sekolah menengah atasnya hanya diisi kesibukan. Ia sibuk bekerja siang dan malam, belum lagi ketika ia resmi menjadi mahasiswi. Dia seakan tidak diberi waktu untuk menikmati masa mudanya, tetapi kesibukan itu tidak cukup untuk menutup lubang menganga dalam hatinya yang masih belum bisa merelakan kematian sang ibu 3 tahun lalu. Haejin masih mengingatnya dengan sangat jelas. Waktu itu ia duduk di bangku kelas tiga, sebentar lagi akan menghadapi ujian kelulusannya. Ketika ia pulang dari les saat malam hari, perasaan lelah yang tak bisa ia tahan itu membu
Yoon Haejin terbangun di tengah malam ketika sesuatu mengusik alam bawah sadarnya. Ia terduduk di kasur luasnya, menatap lurus ke depan tanpa tujuan dan maksud apa-apa. Ah, bermimpikah dirinya? Haejin menanyai dirinya sendiri yang masih belum sadar sepenuhnya. Tidak berniat untuk memikirkannya lebih jauh, ia mungkin akan memutuskan untuk kembali tidur. Itu hanya menjadi keinginannya yang berlalu bak angin sekilas ketika ia mendengar suara teriakan dari lantai bawah. Haejin terkejut, ia terpaku di kasurnya. Kesadarannya langsung naik ke level tertinggi, ia sangat sadar untuk mendengarkan kembali dan memastikan apakah suara itu nyata atau hanya halusinasinya. Tapi ketika suara teriakan sang ibu terdengar jelas di telinganya, Haejin memutuskan untuk menganggap itu bukan mimpi belaka. Haejin buru-buru turun dari ranjangnya, berlari secepat mungkin menghampiri asal dari suara teriakan ibunya yang terdengar dari lantai bawah. Haejin tidak memanggil,
Pemakaman ibu Haejin, Yoon Sona, dilakukan pagi hari setelah kematiannya. Tim autopsi mengatakan jika Sona meninggal sebab luka yang ia alami membuatnya kehilangan banyak darah. Melihat luka yang diterima pada bagian perut, kemungkinan besarnya adalah Sona mengalami tindak pembunuhan oleh seseorang. Tapi itu tak menjadi dugaan kuat sebab melihat kembali bentuk lukanya, itu bukan seperti tertusuk pisau tajam.“Apa anda berpikir kalau ibu saya meninggal bukan karena dibunuh seseorang?” Haejin bertanya pada polisi yang menangani kasus kematian ibunya.Polisi laki-laki itu bernama Kang Bongshin, polisi yang katanya terhebat se-kota dalam menangani kasus. Dia menjawab pertanyaan Haejin. “Saya tidak bisa memastikan itu tindak pembunuhan, tidak ada barang bukti senjata tajam yang ditemukan di sekitar tempat pembunuhan. Juga, tiga luka robek di perut yang sejajar rasanya seperti luka yang didapat dari cakaran hewan buas.”“Jadi, hewan buas mana yang masuk ke rumahku da
Seperti memang tak ada waktu untuknya terus berduka, gadis itu memilih untuk terus berjalan.Satu hari setelah pemakaman selesai, Haejin masuk sekolah seperti biasa. Dia bertemu temannya dan belajar seperti biasa, dia juga langsung pergi bekerja setelah sepulang sekolah. Seperti biasa ....Mungkin, hanya senyumnya saja yang akan menghilang setelah kepergian ibunya, dan itu pasti tidak akan berlangsung lama. Sama seperti ketika ia kehilangan ayahnya, dia pasti bisa kembali tersenyum setelah melihat orang-orang yang ia cintai.Ah, sayangnya, yang pergi darinya itu adalah sosok yang amat ia cintai. Dia sendirian, tidak akan dikuatkan oleh kata-kata ajaib ibunya lagi. Bahkan pelukan hangat yang sangat ia butuhkan, tak kunjung datang untuk meringankan sesaknya.“Jangan ..., jangan menangis Haejin ....” Haejin Yoon mengusap air mata yang hampir melintasi pipinya, lalu mendongak, menatap langit sore Kota Taekbaek. Selaras kemudian, senyum
Malam itu sekitar pukul sebelas, Beomyu kembali ke kediaman ayahnya. Mungkin karena sudah malam, semua orang tak menyambutnya yang pergi sejak siang.Ketika Beomyu mengatakan ia tidak kabur hanya untuk menemui Haejin, dia memang berkata yang sebenarnya. Karena itu, rasanya lega sekali setelah kembali dan mengetahui Haejin baik-baik saja.Beomyu pergi menuju dapur, mungkin yang ia butuhkan saat ini adalah segelas air putih untuk menetralkan tubuhnya yang sedikit lelah. Tanpa berbasa-basi, ia segera membasahi tenggorokannya dengan air dan berniat untuk kembali ke kamar untuk istirahat.Tapi ketika melewati ruang makan, Beomyu berhenti saat sebuah suara memanggilnya dalam kegelapan.“Sudah pulang, Tuan Muda Beomyu?”Beomyu sempat terperanjat, dia tak menyangka jika ada seseorang yang duduk di sisi tergelap ruang makan itu, kursi yang berada di sisi paling ujung meja makan dan berseberangan dengannya berdiri saat ini. Beom
“Selamat pagi, Nona Yoon. Aku Choi Hyeonjun, salah satu dari detektif supernatural yang kebetulan tertarik dengan kasus kematian ibumu.”Haejin terdiam, cukup lama. Gurat bingung tampak kentara di wajahnya, dan lama pula lelaki bernama Hyeonjun itu terdiam sebab Haejin tak kunjung memberi respons atas apa yang baru saja ia ucapkan.Bertahan dalam kecanggungan, Hyeonjun akhirnya tersadar dan bergerak memberi Haejin sebuah kartu. Itu adalah kartu identitasnya sebagai seorang detektif, seperti yang dia katakan. Haejin membaca isi kartu identitas itu dengan konsentrasi penuh.“Detektif supernatural?” ucapnya, dengan nada bingung dan bertanya. “Aku baru mendengar yang seperti ini,” lanjut Haejin.“Ah, biar kujelaskan sedikit. Detektif supernatural adalah orang-orang yang bekerja untuk menangani kasus-kasus yang mungkin sudah tidak bisa ditangani lagi oleh para polisi. Biasanya, orang-orang yang meminta bantuan detektif supernatural adal
Ilucca bertopang dagu, dia menghadap Haejin seakan sedang menatap wajah gadis itu. Sementara Haejin, tampak ia masih diselimuti kebingungan akan ucapan yang dilontarkan Ilucca beberapa detik lalu.“Sudah kubilang, berhenti mengatakan hal-hal aneh!” tukas Haejin pada akhirnya. Dia yang merasa cukup meluangkan waktu untuk meladeni Ilucca, berpikir mungkin sudah saatnya kembali bekerja. Tapi saat dia akan bangkit dari kursi, Ilucca secepat kilat menahan tangannya.Haejin terkejut, sekaligus kembali mendaratkan bokongnya ke kursi dengan cukup keras. Tapi rasa nyeri itu sengaja ia abaikan, sebab melihat wajah Ilucca yang serius membuatnya berpikir akan ada hal berguna yang lelaki itu lontarkan.“Kau mau pergi dan membiarkan lelaki tampan ini duduk sendirian?” Mungkin tidak seharusnya Haejin mengharap sesuatu yang berharga keluar dari mulut lelaki itu. Dari tingkah dan ucapannya saja, sudah terlihat jika dia adalah pribadi yang senang mengerjai orang
HeejinHaejin pulang dengan diantar oleh Zakiel, dan saat ini gadis itu sudah berada di tempat kerjanya sejak setengah jam yang lalu.Haejin biasanya akan mulai bekerja sepulang sekolah sampai larut malam menjelang, tapi karena urusannya dengan Ilucca, dia jadi meminta sedikit waktu dan terlambat kerja.Kedai ramyeon dan Jajangmyeon tempatnya bekerja merupakan kedai yang lumayan terkenal di daerah sekitarnya. Kalau sudah seperti ini, Haejin akan mengabaikan segala hal dan fokus saja pada pekerjaannya melayani pelanggan dan menjadi kaki tangan koki di sana.“Nona Yoon, tolong berikan ini pada pelanggan di sebelah sana.” Haejin mengangguk, lalu dengan sigap menerima pesanan itu dan mengantarnya pada pemesan. Dia menuju meja paling ujung, dekat sudut ruangan yang biasanya tak banyak pelanggan suka untuk duduk di sana.Di sanalah, Haejin menghampiri pelanggannya yang tampak fokus membaca sesuatu dari sebuah buku