LOGINAngin meniup lembut wajah Hera, membawa aroma manis yang lembab, anggur yang melimpah baru saja dipetik dari perkebunan milik kakeknya, semua pekerja sedang sibuk memetik buah anggur dalam diam, tidak ada pembicaraan diantara mereka. Rambut Hera ditimpa matahari siang yang masih suram, samar-samar indra nya mencium sesuatu jauh di belakangnya, bau asing yang mengingatkan Hera pada Dubai.Parfum, rempah, logam, dan ketakutan.Ia menggeleng cepat. Berusaha untuk fokus. Semua kengerian yang sudah ia alami harus terbayarkan dengan pemandangan dan suasana tenang di perkebunan milik kakeknya. Bukankah hal itu semuda berlalu, ia tidak perlu mengingat hal itu lagi.Namun hatinya tak sepenuhnya percaya dengan ritme kerja Ruben yang secepat kilat. Pria itu mampu meng-handle segalanya. Kemarin ia masih berusaha lari dari jaringan penjualan wanita, tergantung di udara, merasakan kemewahan yang luar biasa di dalam pesawat pribadi, mobil mahal, pengawal dan kakeknya. Kini ia sudah berada di Ita
Darah mengalir di lantai, kepala pria itu berlubang tepat di antara kedua alisnya. Hera menjerit, suasana pesta yang erotis berubah menjadi mimpi buruk, segalanya kacau, semua penjaga telah tertembak senjata dengan minim suara, tapi efeknya mematikan.Segalanya tampak chaos, tiba-tiba tangan Hera ditarik oleh seorang wanita berambut pendek dengan gaun cream backless, Hera awalnya menolak sampai wanita itu berbalik untuk menatapnya, “Jenni?!!!”Hera akhirnya mengikuti Jenni tanpa suara, ia akhirnya menemukan kelegaan dari semua kekacauan ini. Mereka berdua menaiki tangga dan akhirnya sampai ke atap gedung, suara helikopter menderu diatas kepala mereka, Ruben tampak menyeringai di atas kepala mereka dengan memakai kacamata hitam.Jeni menggandeng Hera untuk menaiki tali yang dilempar Ruben ke arah merekaAnak buah Ruben berjaga dengan senjata api di tangan masing-masing.Hera dibantu oleh Jenni untuk melilitkan tali ke tubuhnya, setelah itu Ruben berteriak keras,Angkat!" perintah Ruben
Hera menatap cermin besar di ruangan persiapan. Wajahnya nyaris tak dikenali, riasan tebal, gaun tipis berkilau, mata yang biasanya berbinar lembut kini menyimpan bara keputusasaan. Seorang wanita berambut pirang dan memakai perhiasan berkilauan mendekat padanya lalu perempuan itu tersenyum palsu.“Relax Beb. After tonight, you won't remember anything. They'll give you something to forget everything.""Maaf aku gak ngerti" sahut Hera, dirinya merasa malas untuk merespons kata-kata itu, karena mendadak ia teringat pada Alexa, yang tertinggal di dalam gedung pesta pertaman kali mereka dipersembahkan pada tamu-tamu sultan dengan naluri binatang."Kau beruntung sudah dibawa ke tempat ini girl. Kau mungkin akan tewas mengenaskan jika masih di istana itu, you know what I mean,mereka memberitahuku kau berasal dari sana." "Siapa?""Hahaha... disini segala gosip beredar dengan cepat beb, come on, be prepared" sahut wanita itu samil berlalu, meninggalkan aroma parfum mahal yang menyeruak.Hera
Udara di ruangan itu beraroma mawar dan kemenyan. Hera terlihat berkilau dan indah di bawah cahaya lampu kristal yang memantul dari gelas-gelas kaca dan juga dinding-dinding berlapis emas. Kain sutra berwarna gading menutupi sebagian tubuhnya. Semua para gadis telah di dandani sepanjang hari, setelah mereka sampai ke gedung pencakar langit, seorang perempuan yang Hera perkirakan berusia 40-an dan berkulit zaitun, mengenakan abaya hitam dengan belahan dada rendah, menuntun mereka untuk membersihkan diri, dan pakaian yang tidak bisa disebut pakaian.Hera sendiri mendapatkan pakaian terbuka yang sungguh tidak nyaman, meskipun latar belakangnya adalah seorang kupu-kupu malam, tapi baju seperti ini sama sekali bukanlah baju, melainkan kain penutup dada sampai bokong. Dari kejauhan, suara dentingan gelas berpadu dengan gendang dan alat musik yang mengundang kesenangan.Hera merasakan dinging di telapak tangannya, dan denyut nadi yang berkejaran cepat di pelipisnya. Udara di ruangan itu ber
Kegelapan yang mutlak, dingin, dan berbau besi.Ketika Hera sadar, hal pertama yang ia rasakan adalah sakit yang berdenyut di belakang kepalanya, bekas pukulan yang dilayangkan para penculiknya kemarin. Ia mencoba menyentuh area yang terasa basah dan lengket itu tapi kedua tangannya diikat erat ke belakang dengan kabel zip tie tebal, menusuk pergelangan tangannya.Ia berada di dalam kontainer baja. Udara di dalamnya pengap, bercampur bau keringat, ketakutan, dan aroma laut yang lembap. Telinganya berdengung, tetapi perlahan, ia mulai mendengar suara lain. Isak tangis. Suara-suara lirih wanita lain yang terikat, dikumpulkan dalam kegelapan yang pekat."Kau sudah sadar?" bisik suara serak yang berasal dari dekatnya. "Mereka membius mu setelah memukul kepalamu kemarin malam." Alexa berusaha menjelaskan. Hera menatap Alexa sebentar.Keadaan temannya itu tidak jauh lebih baik dari dirinya, hanya saja tangan Alexa diikat ke depan bukan di belakang.Hera mendengus pelan, menahan rasa sakit.
Ruben mengepalkan tangan, darahnya menetes ke lantai baja dermaga. “Dimitri... kau baru saja menyentuh milikku,” Bisiknya.Semua perasaan tidak enak dan terasa salah ini bukanlah sebuah ketakutan, melainkan dendam yang belum selesai ia laksanakan. Setiap kali Dimitri muncul, sesuatu yang buruk pasti akan menimpanya, Dimitri ini terasa seperti kutu yang sangat ingin ia musnahkan, tapi ketakutan lain muncul bersamaan setiap kali ia melihat pria itu, beberapa hal tidak bisa hilang dari ingatannya. Meskipun itu sudah 20 Tahun yang lalu.Saat Ruben kecil dipaksa ibunya untuk tinggal bersama ayahnya, ia tidak pernah tau alasannya, yang pasti dia menyadari satu hal yaitu kenyataan bahwa Ibunya adalah kekasih gelap ayahnya.Keluarga mereka menyebutnya "Bastardo" meskipun saat itu ia masih berusia 7 tahun.Udara di lapangan pelatihan menembak belakang kediaman utama Don Valentino terasa tajam dan dingin, tetapi tidak sedingin tatapan yang selalu ia terima dari sudut matanya. Di usia dua belas