Share

RAHASIA TOGONG OLOYOMATE : TRIPLE SEVEN

"Kau sedang memikirkan sesuatu tampaknya." suara Juan menyentakkan Ella dari lamunannya.

Gadis itu mengangkat bahu. "Aku hanya bingung saja. Orang sini masih percaya kutukan ya?"

"Begitulah, El. Kita itu orang desa. Dan kau tahu kan, desa itu kuat dengan takhayul, hal hal keramat, dan lain sebagainya..."

"Ayolah. Ini sudah tahun 2020!" Ella mengusap puncak hidungnya. "Masih jauhkah rumah Kades itu?"

"Tidak lagi. Sehabis rumah cat biru itu, kita akan sampai. Sebelah sana, yang ada pohon mangga didepannya." jawab Juan.

Si gadis tak bertanya lagi. Tak sampai lima menit mereka pun tiba di depan sebuah rumah besar sederhana, bercat putih dengan pentras yang cukup luas.

Seorang pria separuh abad yang merupakan orang nomor satu di Alasan itu sedang duduk bersantai dengan 2 orang lelaki berpakaian rapi di beranda rumah. Sebuah mobil sedan terparkir di depan , mungkin milik tamu tamu itu karna setahu Juan, Kades tidak memiliki mobil. Ella dan Juan memasuki halaman rumah tepat saat kedua tamu lelaki berpakaian perlente khas pejabat itu berdiri untuk berpamitan.

Mereka berpapasan dengan kedua tamu itu dan sama melempar senyum dan sedikit membungkukan badan.

Ella maupun Juan menunggu sampai para tamu Kades itu masuk ke dalam mobil, barulah mereka memasuki beranda rumah dan menyapa lelaki setengah abad itu sambil bersalaman.

"Tamu dari mana, Pak?" tanya Juan membuka percakapan ,saat mereka dipersilakan duduk.

"Dari Kota." jawab sang Pak Mulyo, kades Alasan itu dengan suaranya yang berat dan terkesan berwibawa.

"Pejabat ya?" celetuk Ella.

Yang ditanya mengangkat bahu sambil melinting rokoknya. "Anak ini dari mana?"

"Dari Kota. Saya cucunya.Nek Erlina. Ella."

"Oh iya. Berlibur ?"

"Iya. Saya cuti beberapa bulan."

"Maksud berkunjung?"

"Hanya ingin silaturahmi saja, Pak."

Lelaki itu tertawa pelan. Sesaat kemudian dia menawarkan minum. Namun kedua muda mudi itu menolak dengan halus.

Mereka bercakap cakap santai dengan topik ringan. Mereka sudah akan berpamitan, saat selintas pikiran muncul di benak Ella.

"Jujur saja saya merasa sedikit takut Pak, karna saya dengar beberapa hari lalu ada mayat yang ditemukan di Pantai Alasan Pak. Menurut Bapak, kira kira mengapa orang malang itu bisa mati secara aneh begitu?"

Ada keheningan tidak mengenakkan yang memenuhi suasana. Juan melirik gadis itu , seolah ingin protes dengan pertanyaannya.

"Saya juga tidak tahu. Namun bisa menduga. Mungkin dia tenggelam...? Barangkali dia kecapean saat pulang melaut dan akhirnya jatuh sebelum sampai ke rumahnya." Kades itu menjatuhkan abu rokoknya dan membuka mulut menjawab.

"Memangnya tidak ada orang yang melihat dia sebelum meninggal?"

"Sepertinya tidak ada. Saat ditemukan dia sudah tidak bernyawa."

"Oh...memangnya siapa yang menemukan, Pak?"

"Seorang nelayan muda. si Thamrin."

"Semoga tidak ada kejadian seperti itu lagi, Pak..." harap Ella.

"Kita tidak tahu, Nak. Namanya ajal, siapa yang akan mengetahui? Ada sebab ada akibat..."

Gadis itu mengerutkan keningnya sesaat, tampak tidak paham dengan kalimat terakhir Pak Mulyo. Ada sebab, ada akibat? Apa maksudnya?

Namun sebelum ia membuka mulut, Juan sudah mengajaknya berpamitan. Mereka pun meninggalkan rumah Kades itu dan berjalan pulang.

"Rasa penasaranmu agak kelewatan, El." celetuk Juan datar.

"Maksudmu? Kurasa pertanyaanku masih wajar wajar saja!"

"Itu bagimu. Namun bagi orang sini? Ada banyak hal yang harus kau pahami tentang desa ini, Ela. Kau harus berhati hati bicara agar tidak menyinggung siapapun."

"Kau bicara berselubung selubung. Aku tidak mengerti. Sudahlah. Besok aku mau mengunjungi rumah istrinya almarhum Pak Nurfan. Dia masih tinggal disini kan?"

Pemuda tanggung itu menghentikan langkahnya. "Untuk apa?"

"Beri sedikit bantuan. Aku prihatin mendengar ceritanya."

Ella menoleh dan menatap pemuda itu. "Tapi ingat, hanya kau yang boleh tahu tentang itu. Aku tidak ingin tindakanku terlalu mencolok. Aku percaya padamu!" bisiknya.

"Kau ini...gadis aneh..." ujar Juan dengan sorot mata jujur.

"Kalau tindakan kemanusiaan kau anggap aneh, berarti ada yang salah dengan dirimu!" kecam Ella setengah bergurau sambil melanjutkan langkahnya kembali. Juan menggeleng gelengkan kepala dan mengikuti jejaknya.

***

Malam itu awan gelap menggelantung menyelimuti langit yang kelam. Namun anehnya tidak turun hujan. Ella duduk di kursi plastik yang sudah terkelupas sana sini, memperhatikan perempuan berkulit gelap dan bertubuh kurus itu. Seorang bocah perempuan berusia sekitar 7 tahun, bergayut disisi kursi ibunya, memperhatikan tamu asing didepan mereka. Juan duduk agak jauh dari mereka.

Ella melirik sebuah dipan lebar di sudut ruangan, dimana disana terbaring 3 orang bocah lelaki, sedang tertidur lelap.

"Kalau boleh tahu, maksud kedatangan Nona apa ya?"

"Saya hanya ingin bertanya beberapa hal, Ibu." sahut Ella. "Tapi saya harap Ibu tidak marah..."

"Ada apa memangnya?" tanya perempuan itu. Sinar lampu lima watt yang remang menerpa sosok kurusnya, Ella dapat melihat betapa kerasnya Ibu empat anak ini berjuang sepeninggal suaminya.

"Saya ingin menanyakan beberapa hal mengenai kematian suami ibu."

Paras tirus gelap itu mendadak pias dan berubah. Matanya yang sendu mendadak tenggelam dalam luka. "Sejujurnya, saya tak mau mengingatnya lagi."

"Saya minta maaf, Bu. Tapi saya harus mengetahuinya. Apa menurut ibu, kematian Pak Nurfan itu tidak terasa janggal?"

"Mereka bilang, suamiku terkena kutukan. Aku tidak percaya hal itu... dia...." suara wanita itu mendadak tercekat. Putrinya mendadak merengek disisinya. "Ibu, tidur ayuk..."

Ella berdiri dan mendekat. Dirangkulnya bahu wanita itu. Sebuah pendekatan lumrah yang biasa dilakukan para wanita.

"Bisa Ibu ceritakan kronologi peristiwanya?"

"Kau ini siapa?"

Ella menunduk, membisikkan sesuatu di telinga ibu empat anak itu. Raut wajahnya mendadak melunak. Sementara Juan duduk terpekur. kehadirannya seolah tak ada.

"Beberapa hari sebelum dia ditemukan meninggal, suamiku bercerita mengenai harta karun disuatu tempat. Dia begitu bersemangat, dia yakin kehidupan kami akan berubah kalau dia berhasil mendapat harta terpendam itu. Namun aku menganggap dia hanya bergurau." Perempuan itu menelan ludah dan berusaha menguatkan batinnya.

"Dia akhirnya pergi disuatu pagi. Kukira dia hanya pergi mencari kerang. Sampai sore ia tak pulang. Hingga akhirnya pada senja hari seseorang datang memberitahuku bahwa suamiku ditemukan tewas mengambang dengan kepala robek diantara jejeran karang di pesisir pantai. Aku sangat bingung dan terpukul. Kata mereka suamiku kecelakaan karna mendapat kutukan. Kutukan apa? Dari siapa? Karna apa? Apa salah suamiku?" Suaranya tercekat. ditepisnya airmata sembari memeluk putrinya erat erat.

Keadaan sunyi yang melankolis terasa beberapa lama, sebelum Ella kembali membuka suara.

"Apakah dia pernah menyebut tempat harta karun yang dikatakannya?"

Wanita didepannya terdiam. Berusaha mengingat ngingat. "Dia menyebutnya... Togong Oloyomate...."

"Ella, sudah cukup." Juan bersuara untuk pertama kalinya. "Kau membangkitkan kenangan pahit untuk Ibu Nurfan."

Ella tidak menoleh sama sekali pada pemuda itu. Sesaat kemudian di wajahnya yang simentris muncul sebuah senyuman lembut. Dirangkulnya wanita malang itu. "Kalau boleh saya tahu, siapa yang menemukan jenazahnya pertama kali...?"

"Seorang bapak. biasa di panggil Pak Gun..."

"Dia seorang nelayan?"

istri mendiang Nurfan itu mengangguk. Ella menyelipkan tangannya ke tangan wanita itu. Memberikan sebuah amplop putih. "Saya hanya membantu sedikit, Bu. Saya harap Ibu mau menerima saya bertandang lain hari."

Gadis itu merapatkan jaketnya, tersenyum simpul melihat wanita itu yang masih memandangnya heran dengan amplop ditangan.

"Te...terimakasih, Nona."

Ella mengangguk. "Kami pamit. Selamat malam." Dia kemudian membalik dan keluar dari rumah panggung sederhana itu, diikuti Juan.

Mereka meniti jalan dalam diam, beriringan.

"Ella?"

Gadis itu hanya menyahut dengan deheman sambil memakai topi hitam dikepalanya, dan menutupnya lagi dengan topi jaket.

"Siapa kau sebenarnya?" suara pemuda itu datar, namun tekanannya menuntut jawaban sepasti pastinya.

Gadis didepannya menghentikan langkah. Dia menoleh memandang pemuda itu separuh wajahnya yang tertutup kegelapan tak dapat menyembunyikan sebuah senyum sinis yang muncul disana.

Dia mengeluarkan sesuatu dari jaketnya, diperlihatkan pada Juan. Pemuda itu tidak melihat dengan jelas. dia hanya melihat sesuatu berbentuk logam persegi kecil, dengan lambang garuda, dan deretan angka timbul 777.

"Triple Seven?" desis pemuda itu, hanya di tenggorokan. "Aku tidak mengerti."

"Suatu saat kau akan mengerti. Tenang saja, aku akan memberitahumu nanti." Ella memasukkan benda itu dengan gerakan kilat kedalam jaketnya dan kembali melangkah. Tak ada yang bicara lagi. Hanya suara detak detak sepatu mereka teredam menghantam jalan.

***

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status