Share

PENGUNTIT MISTERIUS

Juan pamit pulang begitu usai mengantarkan Ella ke rumah neneknya. Joshua berkata akan menyusulnya nanti. Lepas kepergian Juan, Ella dan Joshua terdiam tanpa bicara beberapa saat.

"Kau ceroboh." itu adalah kalimat pertama yang dikeluarkan Joshua. Mereka duduk berhadapan di ruang tamu, terpisah sebuah meja kayu jati yang telah gugus di tepiannya. Nenek Ella sedang menjahit di ruang tengah. Hanya suara mesin jahitnya yang terdengar.

Ella mengusap puncak hidungnya dan menyadarkan punggungnya ke kursi dengan wajah tanpa rasa bersalah sama sekali.

"Maksudmu? Aku kurang hati-hati dalam mempertimbangkan segala sesuatu?"

"Jika aku tidak menyela tadi, kau tentu sudah membuka identitasmu pada Juan. Padahal dia masih tetap orang asing..."

"Aku tahu apa yang aku lakukan."

"Pantaslah Mr. Yubatan mengirimku untuk menyusulmu..."

Ella menatap tajam pada pemuda itu. Kali ini dia melihat ekspresi serius tergambar di wajah Joshua yang biasanya penuh guyonan.

"Ayolah, Jos. Jangan ikut ikutan menyebalkan seperti Mr. Yubatan. Aku tahu apa yang sedang aku kerjakan. Juan layak mendapat kepercayaan.."

"Atas dasar apa?" Joshua menatap lurus.

"Feelingku mengatakan seperti itu. Dan firasatku jarang meleset." tegas Ella.

"Informasi apa saja yang sudah kau dapatkan?" Joshua mengalihkan pembicaraan.

Ella menceritakan hasil penyelidikannya sejauh ini. Pemuda gondrong itu hanya diam mendengarkan.

"Ada satu hal yang ingin kuberitahu padamu." katanya setelah Ella selesai bercerita. Dia berdiri, bersiap untuk pergi.

"Seseorang, atau mungkin sesuatu, sedang mengintipmu dibalik jejeran karang di tepi pantai itu. Aku tidak tahu pasti apa itu. Namun siluet ganjilnya diantara bayangan karang yang khas sudah cukup membuatku paham, kau sedang di posisi buruk tadi, tanpa kau sadari. Karnanya aku memanggil saat kalian masih bicara di puncak batu."

Ella terdiam.

Joshua menyisir rambutnya ke belakang dengan tangan. Sambil tersenyum dia mencondongkan tubuhnya ke arah rekannya itu sambil berbisik.

"Triple Seven, kau harus lebih berhati hati dan lebih jeli lagi."

Joshua melenggang keluar diiringi tawa kemenangannya melihat paras Ella yang telah berubah merah saga.

"Aku akan memastikan aku tidak membutuhkan bantuanmu!" teriak Ella, tegas dan keras.

"Dasar wanita!" Joshua hanya menggumam sambil tertawa tawa. Sesaat kemudian sepeda motor FU nya telah melaju pergi, meninggalkan Ella yang dengan mencak mencak melangkah masuk ke dalam rumah.

"Kamu harus lebih tenang, Sayang." Suara neneknya memecah keheningan. "Apapun yang kamu lakukan dan kerjakan, kamu harus menyikapinya dengan tenang, jika matamu dipenuhi emosi dan jengkel, kamu tidak akan bisa menganalisis sesuatu dengan mata terang, dan akan sulit menemukan jalan keluar."

"Terimakasih, Nek." balas Ella sambil memeluk wanita tua itu sebentar sebelum akhirnya masuk ke dalam kamarnya.

***

Ella tidak keluar ber jam- jam dari kamarnya. Jika dia menganalisa suatu persoalan, gadis itu memang akan mengambil waktu sendirian untuk waktu yang cukup lama.

Ketika dia keluar, tubuhnya telah terbalut jeans panjang dan jaket hitam longgar. Neneknya sedang di kamarnya, dan dia pergi diam diam karna takut mengganggu istrahat wanita tua itu.

Ella meninggalkan sepeda motornya dan memilih berjalan kaki menyusuri jalanan desa. Entah apa yang ada dipikiran gadis itu. Dia berjalan lurus lurus, membelah udara yang hitam karnanya minimnya lampu jalan.

Tudung jaketnya diturunkan, menampilkan wajah orientalnya yang cantik. Jalanan sudah sepi. Pintu pintu rumah warga rata rata sudah tertutup.

Dia berbelok di sebuah lorong sempit yang sunyi, diam membisu selama beberapa saat disana, matanya yang berkilau dalam gelap melirik ke samping. Senyum setengah yang tidak sempurna menggayut dibibir Ella. Dia membalik, menyusuri jalannya yang tadi.

Diujung jalan dimana tak ada lagi rumah rumah penduduk, perempuan ini kembali menghentikan langkah. Situasi yang sunyi terasa benar benar mencekam. Meremangkan bulu roma.

Ella membalikkan tubuhnya, menatap lurus ke arah pepohonan di pinggir jalan yang gelap.

"Disitu rupanya...Baiklah aku akan tunggu sampai kau memperlihatkan mata dan hidungmu padaku." desis si gadis, nyaris tidak kedengaran.

Namun sekian lama ditunggu tidak terdengar atau terlihat pergerakan apa apa.

Ella tahu usahanya gagal. Dia melangkah kembali, meniti jalan dalam diam sambil sesekali melirik ke belakang.

Entah sudah seberapa lama berjalan, saat rumah neneknya sudah terlihat, gadis itu mendengar suara langkah di belakangnya. Gadis ini berhenti. Suara langkah yang menguntitnya ikut berhenti. Ella memperkirakan jarak si penguntit sekitar dua setengah meter dibelakangnya. Perlahan, dia memutar tubuh.

"Mengapa kau mengikutiku, Joshua?"

Pemuda yang tegak dihadapannya hanya tersenyum dalam keremangan cahaya. "Bukan aku yang mengikutimu. Aku menguntit 'yang mengikutimu' sejak dari balai desa."

"Kau melihatnya?"

Joshua melangkah melewati si gadis. "Dua sosok, jangkung. hitam hitam."

bisiknya sebelum berlalu.

"Temui aku besok pagi." Balas Ella sambil lalu.

"Bukankah kau tidak butuh bantuanku?"

Tak ada lagi balasan. Mereka telah melangkah pergi sendiri sendiri, berjarak, seolah olah tak saling mengenal. Namun mereka maklum bahwa esok keduanya harus bertemu untuk menganalisis kasus itu bersama.

***

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status