Share

Pesta Dansa

“Pesta dansa!” teriak Mira.

“Iya benar,” jawab Leo santai.

“Ta-tapi aku belum pernah datang ke pesta dansa.”

“Baguslah kalau begitu, jadikan ini pengalaman pertamamu denganku,” ucap Leo dengan wajah bahagia, karena merasa spesial menjadi yang pertama bagi Mira.

Mira masih merasa canggung dengan istilah pesta, di kepalanya terngiang-ngiang atribut pesta, yaitu baju, sepatu, tas dan asesoris. “Seperti apa itu?” pikirnya.

Mira masih dalam lamunannya, tiba-tiba, empat pembantu Leo berbaris di hadapannya, masing-masing membawa kotak, yang kemudian diletakkan di meja depannya.

“Itu adalah baju, sepatu, kalung, gelang, anting dan terakhir adalah tas. Semua ini untuk keperluan pesta besok.” Leo menunjuk satu persatu kotak dan menjelaskan isinya.

“Besok, aku jemput setengah jam sebelum pesta dimulai,” tegas Leo mengingatkan Mira.

Setelah pulang dari rumah Leo, Mira membolak-balik undangan pesta itu, berusaha memahaminya. “Seperti apa acara pesta besok? Yang jelas, teman-teman Leo pasti akan berkumpul di sana. Apakah aku bisa berbaur di pesta itu? Bagaimana kalau tingkahku salah dan membuat malu?” Pertanyaan-pertanyaan itu selalu saja muncul di benak gadis manis itu, sampai akhirnya dia ‘pun tertidur.

***

Tin!

Mobil Leo telah terparkir di depan rumah Mira, membuatnya ingin cepat-cepat selesai membenahi diri di depan kaca. “Oke, akhirnya siap berangkat,” katanya sambil melangkahkan kaki.

Leo memandang Mira mulai dari ujung rambut sampai ujung kaki. “Hmm ... sepertinya masih ada yang kurang.”

Leo kemudian mengajak Mira untuk segera naik ke mobil, dengan cepat dia melaju dan berhenti di depan rumahnya. “Ma, tolong Mira dirias ya!” pinta Leo sambil menarik tangan Mira untuk masuk ke kamar tamu yang terletak di lantai dua rumahnya.

“Baiklah, Leo.” Mama tersenyum melihat dandanan Mira yang sangat sederhana, yang memang terlihat tidak sesuai dengan suasana pesta.

Setelah satu jam lamanya, akhirnya Mama menggandeng tangan Mira keluar dari kamar. Gadis manis itu dengan perlahan menuruni anak tangga satu persatu, bak seorang bidadari turun dari langit. “Bagaimana menurutmu Leo?” tanya Mama.

Leo mengamati Mira penuh takjub tanpa berkedip. “Cantik sekali. Aku hampir tidak mengenalinya,” ucap Leo dalam hati.

Kemudian lelaki gagah itu tersadar dari takjubnya. “Baiklah, kita sudah terlambat setengah jam. Ayo segera berangkat!” ajak Leo sambil melihat jam tangannya.

“Terima kasih, Ma. Kami pergi dulu, ya,” pamit Leo kepada mamanya.

Akhirnya Leo dan Mira tiba di tempat pesta yang diadakan di sebuah restoran ternama di kota. Pesta itu adalah pesta ulang tahun teman Leo yang dibuat sangat mewah dan meriah. Pada bagian tengah ruangannya, terdapat ruangan dansa yang dibuat penuh nuansa romantis oleh yang berulang tahun.

“Hai, Leo. Kau bersama siapa? Cantik sekali. Biasanya sendirian,” tanya salah seorang pemuda teman Leo.

“Aku bersama kekasihku,” jawab Leo bangga sambil mengambil tangan Mira dan menggenggamnya. Mira membalas senyuman teman Leo, sambil berusaha menarik tangannya kembali. Namun, apa daya, kekuatan lelaki gagah itu, lebih kuat darinya. Gadis itu akhirnya pasrah membiarkan tangannya digenggam oleh tangan Leo kemana ‘pun mereka berada, dikenalkan ke teman-temannya atau sekedar menikmati hidangan yang telah disediakan.

“Ayo kita berdansa,” ajak Leo di tengah ruang pesta. Pada akhirnya, di situlah dia melepaskan tangan Mira.

“Dansa? Aku sama sekali belum pernah berdansa, kamu tahu itu. Sengaja membuatku malu, ya?” tanya Mira geram.

Leo hanya tersenyum. “Ikuti gerakanku,” pinta Leo santai sambil menarik tubuh Mira mendekat ke tubuhnya. Gadis manis itu terkejut sekaligus terpana, sejenak dia lupa akan tompel yang menutupi wajah Leo. Kini, dia bisa mendengar degub jantung Leo dengan jelas.

Deg!

“Kenapa jantungku berdebar-debar.”

“Bau tubuhnya, harum sekali, membuatku ingin terus memeluknya.”

“Dadanya sangat lebar, sepertinya enak untuk bersandar.” Mira tersenyum malu. Kemudian dia mendongakkan kepalanya. “Bibirnya ternyata merah juga, bikin-"

“Argh ... jangan injak kakiku! Sakit!” teriak Leo.

“Siapa yang menginjak? Bukankah kamu yang menginjak kakiku dulu!” sergah Mira.

“Aduh, kakiku. Kesana Mira jangan dekat-dekat!”

“Kamu yang seharusnya menjauh. Auw ... kakiku.” Kata Mira menahan sakit.

Leo dan Mira saling menginjak, menarik, mendorong dan akhirnya,

Bruk!

“Auw ... sakit sekali.” Mira terduduk di lantai sambil memegang salah satu kakinya.

“Ini semua gara-gara kamu, Mira!” Leo kesal karena terjatuh, kemudian dia berdiri sambil berusaha merapikan bajunya yang berantakan. Dia membiarkan Mira merintih kesakitan.

“Jangan berlebihan, ayo cepat berdiri!” Leo memberikan tangannya kepada Mira. Gadis itu tidak segera menerimanya, dahinya mengernyit, ditatapnya wajah lelaki gagah itu dalam-dalam.

“Cepatlah!” pinta Leo sekali lagi memberikan tangannya kepada Mira.

“Jangan hiraukan aku! Aku bisa berdiri sendiri,” kata Mira penuh nada kesal.

Ketika Mira berusaha berdiri sendiri. “Aduh ... sakit.” Dia terduduk kembali ke lantai.

“Jangan bercanda! Ini tidak lucu.”

“Kamu pikir wajahku sekarang terlihat sedang bercanda!”

Leo mengamati wajah Mira, akhirnya dia mulai kawatir. “Bagian mana yang sakit? Biarkan aku menggendongmu!” Leo segera menggendong Mira, membawanya masuk ke dalam mobil, dan melajukan mobil dengan cepat pulang ke rumahnya.

Saat sampai di rumah, Leo menggendong Mira mendudukkannya di kursi ruang tamu. Kemudian, Dia duduk jongkok dilantai dengan satu kaki, kaki lainnya digunakan untuk meletakkan kaki Mira yang sakit. Perlahan-lahan dia sibakkan rok gadis manis itu.

Plak!

“Kenapa kamu menamparku?” Leo memegang pipinya yang kemerahan akibat bekas tamparan Mira.

“Karena kamu akan melakukan hal tidak pantas terhadapku!” jawab Mira penuh emosi.

“Bisakah kamu berpikir positif terhadapku? Aku hanya ingin melihat dengan jelas, bagian kakimu yang terluka!” bentak Leo ikut termakan emosi juga.

“Benarkah? Dasar laki-laki, selalu mengambil kesempatan dalam kesempitan.” Mira membuang mukanya sambil menyilangkan tangannya ke dada.

“Iya, memang benar aku laki-laki, tapi laki-laki baik-baik, bukan seperti yang kamu pikirkan!” teriak Leo, dahinya mengernyit berusaha meyakinkan Mira dengan ucapannya.

“Aku tidak mempercayaimu. Antarkan aku pulang, sekarang!”

“Baiklah, kalau itu maumu.”

“Gendong aku untuk terakhir kalinya!” pinta Mira sambil sedikit mengangkat kedua tangannya.

“Apa! Dasar gadis aneh.” Leo dengan wajah cemberut menuruti kemauan Mira dengan menggendongnya masuk ke dalam mobil.

Sepanjang perjalanan, Mira tertidur. Maklum, saat itu sudah tengah malam. Dia tidak pernah berada di luar rumah selarut itu.

“Mir, sudah sampai.”

“Mir.” Leo mengguncang tubuh gadis manis itu dengan perlahan, agar tidak terkejut saat terbangun.

“Susah juga membangunkannya, tidak bangun-bangun dari tadi,” gumam Leo.

Leo akhirnya keluar mobil, berjalan menuju ke pintu tempat Mira berada, dibukanya pintu itu. Saat mau menggendongnya, dia terdiam, ditatapnya wajah itu lekat-lekat. “Malam ini, kamu memang sangat cantik Mira.” Lelaki gagah itu semakin mendekatkan wajahnya, hingga tak sadar bibirnya menempel pada bibir gadis manis itu, dan seketika itu juga, Mira terbangun. Matanya terbelalak menyadari apa yang baru saja terjadi. Kemudian,

Plak!

Pipi Leo ditamparnya sekali lagi. Tubuh Leo didorong sekuat tenaga. Dia berusaha keluar dari mobil. Kakinya yang sehat dihentakkan dan berusaha berdiri dengan satu kaki. Kemudian, dia berusaha berjalan cepat dengan kaki pincang.

Leo iba melihat kondisi Mira, dengan segera dia melupakan sakit di pipinya, dan berniat membantu gadis manis itu untuk bisa berjalan, tapi gadis manis itu malah mendorong tubuhnya dengan keras. Dia hampir saja tersungkur.

Mira berusaha lari dengan kaki pincang. Emosinya tidak bisa terbendung lagi. Dia berteriak sekuat tenaga. “To-.” Belum selesai dia meminta tolong, Leo sudah menutup mulutnya, mendorongnya ke arah tembok.

Tangan Leo mendorong satu tangan Mira ke tembok, sedangkan tangannya yang lain menutup mulut gadis manis itu.

Mira tetap bertahan dengan sikap berontaknya. Dia membuka jari Leo yang menutupi mulutnya dengan sekuat tenaga, jari itu pelan-pelan akhirnya bisa bergerak sedikit.

Leo gugup mengetahui kekuatan Mira saat menggerakkan tangannya. Tanpa berpikir panjang, dia segera bertindak cepat. Didekapnya kedua tangan Mira ke atas dengan kedua tangannya, dan disumpalnya mulut gadis manis itu dengan bibir indah miliknya, dilumatnya bibir gadis manis itu hingga tidak lagi, dapat berteriak dan memberontak. Dia menciumnya cukup lama, hingga tubuh Mira terasa lemas di dekapannya. Akhirnya lelaki gagah itu melepaskannya perlahan. 

Mira merasakan tubuhnya lemas karena kenikmatan bibir Leo. Dia bisa merasakan kenikmatan itu tanpa memandang ada tompel di wajah Leo. Tubuhnya serasa kehabisan tenaga dan tidak dapat berdiri, hingga tersungkur di lantai bersandarkan tembok. Tiba-tiba,

Teng! Teng! Teng!

Bunyi kentongan poskamling yang dibunyikan oleh warga, yang berdiri tepat di belakang Leo dan Mira.

“Kalian sudah terciduk telah melakukan hal yang tidak baik. Kalian harus segera dinikahkan!” seru Pak RT, disetujui oleh 10 warga yang mengikutinya.

“Baiklah,” jawab Leo dengan lantang. Wajah bahagianya tidak dapat disembunyikan, matanya berbinar-binar.

Mira memegang kepalanya dengan kedua tangan. Dia berteriak sekencang-kencangnya. “Tidak!.”

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status