Setelah berhari-hari melintasi daratan yang asing, menyeberangi padang hitam dan ngarai beracun, Xuan Li akhirnya tiba di sebuah wilayah yang dipenuhi aura kehidupan. Di balik kabut kelabu dan langit merah gelap, berdirilah sebuah kota besar, dikelilingi dinding hitam yang menjulang seperti taring-taring raksasa.Meski wilayah ini masih termasuk dalam kekuasaan ras iblis, suasananya berbeda. Tidak setegang daerah-daerah sebelumnya yang dipenuhi penjaga bersenjata dan tatapan curiga. Di tempat ini, rasa waspada masih ada, namun tersamarkan oleh kesibukan sehari-hari dan bau keringat para pedagang.Kota itu hidup. Hiruk pikuk suara, langkah kaki, dan desau bisik-bisik berdengung bagai nyanyian serangga di musim panas. Bangunan dari batu hitam berdiri berdempetan, dan lorong-lorong sempit dipenuhi makhluk dari berbagai ras. Tak hanya iblis. Ada juga makhluk bersisik dari Ras Laut Dalam, wanita bertanduk yang tampaknya berasal dari Ras Salju Utara, serta manusia bercakar yang mungkin ke
Sinyal perintah itu melesat menembus lapisan langit, membawa jejak aura spiritual milik Lonceng Pengubah Takdir dan energi tubuh giok yang tidak dapat disamarkan. Ia menyusup ke segala penjuru, memantul di sela-sela celah dimensi, dan menyatu dengan aliran roh yang hanya bisa ditangkap oleh eksistensi tertentu.Semua ras iblis yang berada di bawah kekuasaan Dewa Langit Surgawi akan merasakannya. Tidak ada instruksi lain yang lebih penting dari ini. Perintah baru telah ditetapkan: temukan pecahan kelima lonceng dan pemilik tubuh giok dengan segala cara.Jauh dari pusat kekuasaan, di sebuah lembah sunyi yang tersembunyi di Alam Luar, Xuan Li tengah duduk bersila. Napasnya teratur, aliran energinya stabil. Ia sedang menenangkan pikirannya, menyerap esensi energi alam disekelilingnya untuk memperkuat energi spiritual dan kekuatan jiwanya.Namun tiba-tiba, dadanya berdesir. Jantungnya seolah dihantam lonceng besar yang memecah keheningan batin. Sinar lembut di antara alisnya menyala tanpa
Setelah prajurit perak itu pergi, aula utama kembali dipenuhi langkah-langkah berat para utusan lain dari berbagai penjuru. Mereka datang satu per satu, berlutut di hadapan takhta yang diselimuti kabut ungu dan aura menekan.“Pasukan ketiga mengalami kekalahan di tepi Sungai Darah. Pertahanan musuh lebih kuat dari yang diperkirakan.”“Pasukan ketujuh berhasil menundukkan reruntuhan Menara Abu. Namun, pengorbanan cukup besar, tiga jenderal jiwa lenyap.”“Pasukan kesebelas masih bertahan di Lembah Neraka Merah. Tidak ada perubahan posisi.”Laporan demi laporan disampaikan, penuh tekanan, tanpa suara tambahan kecuali deru aura yang terus bergema di sekeliling ruangan. Beberapa suara terdengar patah, lainnya datar tanpa nyawa. Tidak ada yang berani menyampaikan pendapat, hanya fakta.Di atas takhta, Dewa Langit Surgawi duduk seperti gunung tua yang tak bergeming. Wajahnya tak menunjukkan ketertarikan ataupun kejengkelan. Ia hanya mendengarkan. Tapi siapa pun yang berada di ruangan itu tah
Xuan Li tidak segera menjawab pertanyaan Mo Xiang. Matanya menatap diam ke arah jurang kabut di kejauhan, seolah mencari sesuatu di balik lapisan dimensi ini. Ia tahu Mo Xiang resah, tetapi tidak semua hal bisa diputuskan dalam satu tarikan napas.‘Paviliun Gunung Sunyi...’ pikirnya melayang pada sekte yang telah didirikannya.Tempat itu masih membutuhkan kehadirannya. Tabib Hantu Wu memang tinggal di sana, namun bukan berarti semua keputusan bisa diambil tanpa dirinya. Ada urusan yang hanya bisa diselesaikan oleh tangan dan pikiran pemiliknya.Namun, kenyataan yang mereka hadapi di sini tidak bisa diabaikan. Sampai saat ini, belum ditemukan jalur teleportasi yang bisa membawa mereka keluar dari dimensi ras iblis.Bahkan dengan semua upaya yang telah dilakukan, melacak garis rute spiritual, menyelidiki reruntuhan formasi tua, hingga menanyai binatang roh penjaga tanah, hasilnya tetap nihil.Mo Xiang masih menatapnya, menunggu jawaban.Xuan Li akhirnya menghela napas ringan. “Kita tid
Xuan Li menyeringai tipis, matanya menajam. Makhluk itu bukan binatang roh biasa. Aura yang memancar dari tubuhnya pekat, seperti kabut racun yang menekan langit. Nafasnya berat dan berdengung seperti gong perang dari kedalaman bumi."Binatang Azura…" bisik Xuan Li. "Kristalnya akan mempercepat pemulihan inti jiwaku."Makhluk yang tersembunyi di balik kabut itu berdiri tegak. Tingginya tiga kali manusia dewasa, tubuhnya seperti gabungan serigala dan ular. Kulitnya bersisik logam, bercahaya ungu samar. Tatapan matanya tajam, tak memperlihatkan rasa takut sedikit pun, ia adalah penguasa liar di dataran kelam ini.Xuan Li perlahan berdiri dari posisi duduknya, memutus jaring segel spiritual yang tadi ia bentuk.Mo Xiang mendongak, alisnya mengernyit. "Kau mau menghadapi itu sendirian?""Tak sendirian," jawab Xuan Li. Ia memberi isyarat pada serigala hitam dan binatang-binatang roh lain yang telah tunduk padanya."Kau tetap di sini," lanjutnya pada Mo Xiang. "Jika aku gagal, larilah ke ar
Kabut tebal menggulung seperti ular di antara langit dan daratan yang melayang. Di tempat seterpencil ini, di titik paling kelam Alam Luar, kematian terasa lebih dekat dari napas sendiri.Namun Xuan Li tetap berdiri di sana.Dataran terapung itu tak besar, namun cukup stabil untuk berpijak. Di sekelilingnya, binatang roh mulai muncul dari balik kabut. Mata-mata mereka menyala tajam, liar, dan penuh aura haus darah.Dari burung hitam bermata tiga yang melayang tanpa suara, hingga serangga bersisik baja sebesar kerbau yang bergetar dengan frekuensi rendah, semua mengintainya.Tanpa memperlihatkan rasa gentar, Xuan Li mengangkat tangan kanannya.Cahaya spiritual memancar sejenak. Cincin penyimpannya bergetar, dan sesosok makhluk muncul dari dalamnya: serigala hitam raksasa, tubuhnya besar, bulu gelapnya bergelombang seperti bayangan. Makhluk itu memandang sekeliling lalu menggeram pelan, memperlihatkan taring panjangnya.Namun, ia tidak menyerang.Serigala itu langsung menunduk, tubuhnya
Debu belum sepenuhnya mengendap di reruntuhan aula alkimia ketika Xuan Li menghilang. Tanpa jejak, tanpa suara. Tubuh gioknya telah mengamuk, dan langit telah mencatatnya. Ia tahu waktunya tidak banyak.“Aku harus pergi,” ucapnya pelan pada dirinya sendiri saat ia melewati bayangan-bayangan benteng yang mulai runtuh.Aura tubuhnya masih menguap, hitam keunguan, meski samar. Bila satu saja dari tetua tertinggi Alam Iblis mencium sisa kekuatan itu, pengejaran tak akan berakhir.Xuan Li bergerak cepat. Dalam hitungan jam, ia kembali ke kota kedua, tempat ia meninggalkan Mo Xiang. Penginapan sudah sepi. Sebagian besar warga kota mengungsi setelah peringatan bahaya tertinggi diumumkan.Mo Xiang duduk di jendela lantai dua, menatap langit yang masih berwarna merah gelap.Begitu Xuan Li masuk ke dalam kamar, gadis itu menoleh.Keduanya bertemu pandang sejenak. Tidak ada kata-kata.Mo Xiang hanya melihat kabut gelap yang masih melingkar di bahu Xuan Li. Ia tahu, pertarungan itu bukan main-mai
Kegelapan belum sepenuhnya surut saat Ning Jue membuka matanya di lorong bawah tanah. Sejenak ia menahan napas, menajamkan perasaannya. Aura Lu Sha yang biasanya stabil dan pekat, kini hanya menyisakan jejak samar yang mulai memudar, seperti luka yang tak berdarah, tapi menyakitkan.“Lu Sha… mati?” gumamnya perlahan, matanya menyipit.Ia melangkah cepat ke arah aula alkimia. Setiap langkahnya membuat hawa di sekitarnya bergetar, membuat udara terasa kaku dan berat. Saat ia tiba di ambang pintu aula, yang tersisa hanyalah ruang kosong dan bekas formasi yang hangus terbakar dari dalam. Pilar Jiwa di tengah ruangan masih berdenyut, lebih cepat dari biasanya.Satu keping giok merah bersinar redup di pojok ruangan. Ning Jue hanya perlu satu lirikan untuk tahu bahwa itu bukan jimat biasa. Itu adalah segel jiwa.“Wu Yu…”Suara geramnya bergema di seluruh koridor.Tanpa membuang waktu, Ning Jue mengangkat tangan dan melepaskan sepotong jimat hitam ke udara. Dalam sekejap, lima pilar cahaya
Sejak pertama kali Lu Sha melangkah masuk ke aula malam itu, Xuan Li tahu, ada yang berubah.Tatapan iblis itu lebih tajam dari biasanya. Senyumnya lebih lambat, lebih dalam. Tangannya yang biasa santai kini meremas gagang pedang pendek yang tergantung di pinggangnya. Meski ruangan dingin, keringat tipis membasahi lehernya.Xuan Li berpura-pura tidak memperhatikan. Ia tetap duduk bersila di depan meja alkimia, menyusun beberapa bahan seolah sedang bersiap untuk eksperimen berikutnya.“Pil itu… menarik,” kata Lu Sha lirih. “Strukturnya rumit, seperti ada sesuatu yang sengaja disembunyikan.”Xuan Li tetap tenang. “Aku hanya meracik berdasarkan bahan yang kalian beri.”Lu Sha berjalan perlahan ke arah Pilar Jiwa. Ia menyentuh permukaan batu itu dengan jari, lalu memutar tubuhnya. “Kau tahu, aku pernah bertemu satu manusia alkemis lain sebelum kau datang. Pintar sekali… sampai akhirnya kami tahu dia menyimpan sesuatu. Entitas. Parasit. Jiwa asing.”Langkah Xuan Li terhenti.“Ia tahu.”“D