Suara palu pelelang berdentang tiga kali, menandai dimulainya sesi utama di Gedung Batu Naga. Xu Ming dan Han Mimi duduk berdampingan di dalam bilik VIP, pandangan mereka tertuju pada panggung utama yang perlahan diselimuti cahaya lampion kristal. Sinar hangat memantul dari dinding giok pucat, menciptakan nuansa megah namun tak berlebihan. Suara-suara dari bilik lain mulai terdengar, meski tak ada yang berbicara keras. Semua terasa tertahan dan penuh perhitungan.“Barang pertama,” suara sang pelelang menggema di aula luas itu. Seorang lelaki tua berjubah biru tua berdiri tenang di tengah panggung. "Sebuah jubah spiritual dari kulit Laba-laba Giok Hitam. Ringan, tahan tusukan, dan mengandung formasi perlindungan kelas rendah. Cocok untuk murid muda atau pelatih luar."Seorang pelayan mendorong meja kristal, menampilkan jubah keunguan yang mengilap di balik kaca pelindung. Kilauan spiritualnya samar, namun stabil.“Dimulai dari seribu batu roh kelas rendah!”Tawaran segera terdengar, sa
Setelah Liam pergi, suasana di lantai dua perlahan kembali normal. Namun jejak ketegangan yang sempat membekukan udara masih terasa samar di dinding dan lantai. Xu Ming berdiri sejenak, menatap Buah Beku Jiwa yang masih tersimpan dalam kotak kristal. Sorot matanya dalam, penuh pertimbangan.Tanpa terburu-buru, ia meraih kotak itu dan menyelipkannya ke dalam cincin penyimpanannya. Gerakannya tenang, nyaris tak bersuara. Di sebelahnya, Han Mimi hanya melirik sekilas, lalu menghela napas, seperti baru saja melewati sesuatu yang menegangkan.“Kalau sudah tak ada urusan di sini,” ucapnya sambil menoleh pelan, “ikut aku ke atas. Pelelangan utama akan dimulai.”Xu Ming mengangguk. Langkah mereka menyusuri lorong menuju tangga utama lantai tiga, yang dijaga empat penjaga bersenjata lengkap. Begitu melihat Han Mimi, keempatnya menunduk hormat dan membuka jalan tanpa pertanyaan.“Lantai tiga hanya untuk tamu khusus,” ujar Han Mimi lirih sambil menaiki anak tangga. “Biasanya hanya keluarga besar
Xu Ming tetap tenang. “Apa kebiasaan orang kaya adalah menyerobot barang orang lain?”Liam menatapnya lama, lalu mengangkat bahu. “Apakah pengemis sudah tak punya mata dan melihat sedang berbicara dengan siapa. Kau bahkan tak layak untuk menatapku dengan pakaian kumuhmu itu. ”Tangan Liam mencengkeram pergelangan Xu Ming dengan erat. Di antara mereka, Buah Beku Jiwa bergetar samar di balik telapak tangan Xu Ming, seolah ikut merasakan ketegangan yang kian menebal di udara. Lorong lantai dua yang tadinya sunyi berubah hening tegang. Para pembeli yang berada di dekat meja dagang mulai memperlambat langkah. Beberapa bahkan berhenti sama sekali, memperhatikan dua pemuda yang berdiri saling berhadapan, seolah keduanya tengah berdiri di ambang medan tempur.Doa Qi dari keduanya mulai merembes keluar perlahan. Belum meledak, tapi sudah cukup membuat udara di sekitarnya menjadi kaku dan berat. Xu Ming tidak bereaksi, tapi tatapannya tetap terarah ke mata Liam, tenang seperti permukaan air dan
Lantai pertama Gedung Batu Naga tampak ramai namun tertib. Di sepanjang lorong batu, berbagai barang dipajang di balik etalase kaca mulai dari pil berwarna pucat, akar tanaman yang masih mengeluarkan embun spiritual, hingga batu roh kasar yang mengeluarkan cahaya samar. Xu Ming berjalan pelan di samping Han Mimi, sesekali menatap isi meja satu per satu.“Bukankah tempat ini seperti pasar umum yang biasa kulihat di dekat desa,” gumamnya.Han Mimi mengangguk. “Benar, seperti yang sudah kujelaskan, lantai pertama tak banyak yang bisa kau lihat. Kau mungkin hanya menjumpai batu roh kelas rendah atau pil penguat pondasi Dao. Tapi bagi orang-orang yang baru mulai berjalan di jalur kultivasi, barang-barang di sini sangat berharga.”Xu Ming berhenti di depan sebotol pil berbentuk bulat kehijauan, lalu memeriksa labelnya sebentar.“Harganya tidak terlalu tinggi, tapi cukup masuk akal,” lanjut Han Mimi. “Itu sebabnya tempat ini selalu ramai.” Beberapa penjual melirik mereka dengan ramah. Ada ya
“Uaaahhh…” Xu Ming menguap lebar sambil meregangkan tubuh. Ia bangkit perlahan dari posisi duduk bersila, membuka mata yang terasa berat setelah meditasi panjang semalam.“Akhirnya kau bangun juga, dasar manusia malas!”Suara mungil bernada tinggi muncul begitu saja, diiringi kilatan cahaya biru di udara. Dari dalam ruang spiritualnya, sesosok peri es kecil muncul sambil melipat tangan di udara. Rambutnya seputih salju, sayapnya bening seperti kristal.“Bing Bing…” Xu Ming tersenyum lemas. “Pagi juga.”“Pagi apanya! Matahari sudah naik diatas kepala!” bentak Bing Bing, mengambang dengan ekspresi sewot. “Kau bilang mau menyuling pil semalam, tapi yang kulihat justru tidur gaya naga malas!”Xu Ming mengusap wajah, masih setengah sadar. “Aku tidak tidur… aku meditasi dalam mimpi.”“Jangan ngelantur!”Peri kecil itu menjambak udara di atas kepala Xu Ming, tapi tak bisa menjangkau lebih dari itu. “Kalau kau terus begini, jangan salahkan aku kalau nanti kau jadi bahan tertawaan di seleksi S
Suara langkah kaki bergema. Perlahan, dari balik pintu utama, muncul seorang pria paruh baya berpakaian jubah panjang warna gelap beraksen emas. Wajahnya tampak tegas dengan rahang kokoh, alis tebal seperti bilah pedang, dan mata yang menyala tenang namun penuh tekanan. Di setiap geraknya, tubuhnya memancarkan dominasi diam sebuah ketenangan milik orang yang sudah lama duduk di atas kekuasaan dan bertahan di tengah badai politik berdarah.Xu Ming segera menyadari sesuatu. “Tekanan ini...,” batinnya bergetar. “Setidaknya ksatria Taraf Empat... seperti Paman Han Su.”Xu ming makin penasaran dengan latar belakang keluarga Han, ia baru menyadari paman Han Su nya di desa kayu juga bermarga Han, apakah paman ini adalah kerabatnya. Atau hanya memiliki kesamaan saja.Han Mimi langsung memekik pelan. “Ayah!”Ia berlari kecil dan memeluk pria itu erat-erat. Han Mo, kepala Keluarga Han, hanya menunduk sedikit, tangan besarnya dengan lembut menepuk punggung putrinya.“Kau terlambat dua hari, Mimi
“Kita hampir sampai.” Lao menoleh ke belakang, suaranya serak. “Gerbang selatan sudah kelihatan.”“Ah, akhirnya,” Han Mimi menghela napas lega, menuruni kereta sambil menepuk debu dari bajunya. “Selamat datang di Kota Pedang Patah, Xu Ming. Rumahku.”Xu Ming berdiri di sampingnya, menatap jauh ke depan. Tembok kota menjulang kokoh, bendera merah bergambar pedang patah berkibar di atas menara penjaga. Suara sorak pedagang, ringkik kuda, dan langkah kaki memenuhi udara yang penuh aroma rempah, besi, dan asap dupa.“Kota ini tak terlalu besar,” ujar Han Mimi sambil berjalan. “Tapi kami punya Sekte Empat Pilar Penyucian sebagai pelindung. Kehidupan sosial dan kultivasi cukup berkembang di sini.”Ia menoleh dan menyipitkan mata. “Orang-orang sini tidak selalu ramah… terutama pada orang miskin dan gelandangan. Dunia ini terlalu terbiasa menilai dari pakaian, bukan isi dada.”Xu Ming hanya mengangguk. Ia mengamati seorang anak jalanan dipukul dengan tongkat karena menghalangi jalan pedagang
“Ambillah,” katanya datar. “Aku tak ingin terlibat dalam urusan keluargamu.”Han Mimi sempat terdiam. Matanya menatap Xu Ming dengan campuran bingung dan kagum. Tangannya gemetar sedikit menolak saat menerima kotak itu.Han Mimi berdiri di dekat Xu Ming, memandangi kotak akar roh seratus tahun yang kini digenggam olehnya. Cahaya ungu dari benda itu masih berdenyut lembut, seolah memanggil kekuatan dari dalam bumi. Ia menghela napas panjang, lalu memejamkan mata. Dalam diamnya, ia seperti menimbang beban yang lebih berat daripada tubuhnya sendiri.Han Mimi membuka mata, lalu mengulurkan kotak itu ke arah Lao.“Aku tak bisa mengambil sesuatu yang bukan milikku,” ucapnya pelan namun mantap.Lao sempat terdiam, sebelum akhirnya mengangguk pelan. “Apa kau yakin mengembalikan barang ini kepada kami? Bagaimana dengan urusan dengan Xie Li?”“Apa pun urusan keluarga Xie dan kutukan itu... akan kuhadapi sendiri. Tanpa mencuri milik orang lain.”Lao akhirnya menerima kotak itu dan menyimpannya k
“Perhatikan matamu itu, bocah, sebelum kucongkel,” hardik wanita itu, suaranya tajam dan penuh amarah.Suara itu memecah hening malam, tajam dan bernada kesal. Wanita muda itu mencabut pedang panjangnya, dan seketika pilar api kehitaman membumbung dari tanah, membelah langit malam hingga setinggi seratus kaki. Aura panasnya membuat tanah berderak dan udara berdesis seperti kuali mendidih.Xu Ming masih berdiri di tempat. Tatapannya menelusuri wajah lawannya bukan karena nafsu, tetapi karena keterkejutan. Ia baru menyadari bahwa sosok yang beradu Dao dengannya... adalah seorang wanita muda. Wajahnya tampak terlalu lembut untuk perang. Terlalu tenang untuk seorang pembunuh. Dan itu membingungkan. Namun bagi wanita itu, tatapan Xu Ming terasa berbeda. Ia mengira itu adalah tatapan lain dari banyak pria yang hanya melihat tubuhnya, bukan dirinya.Belum sempat teknik Dao diluncurkan, suara keras membentak di dalam kesadaran Xu Ming. “Cepatlah bertindak, Nak! Jangan banyak bermain!”Itu Bin