Beranda / Fantasi / Tabib Cantik Milik Pangeran / 158. Usai pertempuran 2

Share

158. Usai pertempuran 2

Penulis: Donat Mblondo
last update Terakhir Diperbarui: 2025-07-24 19:58:21

Malam itu, langit di atas Shewu terasa lebih pekat dari biasanya. Awan menggantung berat, namun tidak menurunkan hujan. Di pelataran kecil dekat perumahan rakyat, beberapa anak duduk melingkar di depan perapian yang dibuat seadanya oleh orang tua mereka. Salah satu dari mereka, bocah perempuan berusia sekitar tujuh tahun, menatap ke arah siluet gelap istana.

"Kenapa menara istana tidak menyala malam ini?" tanyanya polos, jari-jarinya menunjuk ke ujung langit yang biasanya dihiasi cahaya keemasan dari lentera istana.

Seorang ibu yang sedang menambal baju duduk di dekat mereka. Ia terdiam sejenak sebelum menjawab dengan lembut, “Mungkin sedang perbaikan, Sayang. Tidak ada yang perlu dikhawatirkan.”

Namun nada suaranya terdengar lebih sebagai penghiburan daripada kepastian. Bahkan anak-anak bisa merasakan bahwa malam itu berbeda. Sunyi yang menyelimuti Shewu bukanlah sunyi yang biasa.

Di pasar pagi keesokan harinya, suasana juga tidak seperti biasanya. Aroma ikan asin dan rempah-rempah m
Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Bab Terkunci

Bab terbaru

  • Tabib Cantik Milik Pangeran   185. Pelepasan Jiwa

    Deg!Rai membeku. Matanya membulat. Di tengah dinginnya kulit Sua, di antara kehancuran yang menelan seluruh tempat suci itu, ia merasakan satu hal yang tak masuk akal — detak jantung.Bukan ilusi. Bukan bayangan.Detak itu nyata. Menggema di dadanya. Pelan, tapi kuat. Seperti palu kecil yang mengetuk dinding hatinya yang retak. Bukan detaknya sendiri — dan bukan pula detak dari tubuh Sua yang sudah tak bernyawa di pelukannya.Detak itu berasal dari tempat lain. Jauh. Seolah melintasi dimensi, menyusuri celah tak terlihat antara dunia ini dan sesuatu yang asing.“… Linjin?” bisiknya, nyaris tak percaya.Ia menempelkan telinganya ke dada Sua — tak ada denyut. Tubuh itu dingin. Nyaris membatu. Tapi tanda kepemilikan yang menghubungkan jiwanya dengan milik gadis itu masih membara samar, seperti sumbu api yang belum padam sepenuhnya.Dan di balik sisa bara itu... detak itu kembali terdengar.Deg.Seperti suara dari mimpi buruk yang belum selesai.Rai menarik napas tajam. Tangannya gemetar,

  • Tabib Cantik Milik Pangeran   184. Mengamuk

    Seketika, mata Rai mendelik. Tatapannya menyapu seluruh penjuru lorong dan berhenti pada barisan para tetua Klan Zhen yang berdiri di kejauhan, di balik bayangan kabut yang mulai menipis.Matanya tak lagi merah membara. Tapi juga bukan mata manusia biasa.Itu adalah mata seseorang yang baru saja kehilangan segalanya, yang tak lagi peduli hidup atau mati.Rahang Rai mengeras. Otot-otot tubuhnya menegang. Napasnya berat, seperti ditahan oleh bara panas yang tak kunjung padam. Tubuh Sua masih ada dalam dekapannya, tapi perlahan ia membaringkannya ke tanah. Tangannya gemetar saat menyentuh wajah itu untuk terakhir kalinya.Lalu ia berdiri.Satu langkah. Dua langkah.Akar-akar mati yang berserakan di sekelilingnya mulai menghitam, terbakar tanpa api. Kabut yang semula diam berubah liar, berputar seperti pusaran badai.Para tetua tersentak. Salah satu dari mereka, Zhen Ruoyin, mengangkat tangannya, mencoba menahan dengan lapisan pelindung napas batin. Tapi terlambat.Hawa membunuh milik Rai

  • Tabib Cantik Milik Pangeran   183. Meninggalkan Angkara

    Sua berlari menerobos kabut dan angin dingin, jubah Jenderal Thai Cung melambai seperti sayap burung yang lelah. Tanah di bawahnya sudah tak lagi terasa seperti batu atau tanah, tapi seperti aliran napas dingin bumi yang naik ke permukaan. Setiap langkah seperti menginjak bayangan.Napasnya tercekat. Dada kirinya terasa panas dan berat, seolah ada tali tak kasatmata yang menariknya menuju arah tertentu. Suara detak jantung Rai—atau entah apa yang tersisa dari jantung itu—terus berdetak dalam pikirannya, tak beraturan, tak stabil, seolah setiap dentum adalah jeritan tanpa suara.Dan akhirnya... ia melihatnya.Di tengah lingkaran tanah yang retak dan hitam, dikelilingi puluhan tombak akar runcing yang mencuat dari bawah tanah, berdiri sesosok makhluk.Rai Yuan.Atau lebih tepatnya... sosok setengah-serigala dengan tubuh luka parah, bulu hitam kelam, dan mata merah membara. Napasnya memburu, dan darah masih mengalir dari sisi rusuknya yang terkoyak.Formasi itu “Tombak Akar Penghancur Ra

  • Tabib Cantik Milik Pangeran   182. Formasi tombak penghancur raga

    Darah Shan Kerei masih menghangat di cakar. Tapi hawa tubuh Rai sudah mulai mendingin. Bukan karena kelelahan—tapi karena kesadaran.Apa yang telah kulakukan?Tubuh Shan Kerei tergeletak di belakangnya. Tangan kirinya masih meraih tabung racun yang gagal dilepaskan. Matanya terbuka, menatap ke arah langit-langit yang retak, seolah masih mencari alasan mengapa ajalnya datang dari seseorang yang dulu dianggap teman.Rai menarik napas. Napas serigala. Panjang, berat, dan bergetar.Dan untuk pertama kalinya sejak ia berubah... ia merasa takut.Bukan pada musuh.Tapi pada dirinya sendiri.Ia menunduk menatap tangannya—tidak, cakarnya. Masih ada daging yang menempel di ujungnya. Tulang jari yang semula manusia kini lebih mirip bilah belati. Dada dan bahunya membesar tak proporsional. Napasnya seperti dentum drum perang yang belum berhenti.Darahku... ini darah siapa?Shan Kerei?Atau... masih ada yang lain sebelum dia?Suaranya serak, tak keluar dari tenggorokan. Yang keluar hanya lolongan

  • Tabib Cantik Milik Pangeran   181. Membunuh Shan Kerei

    Zhen Lurong dan saudarinya, Zhen Qiao, si kembar tua penjaga ritual, bergerak serempak. Mereka mengangkat simbol spiral yang tergantung di leher, dan napas mereka menyatu dalam gumaman formasi akar. Dari celah lantai, energi tanah naik, menciptakan tombak-tombak cahaya akar yang menukik dari segala arah, seperti kawanan ular berekor tajam.Rai berputar di udara. Tubuhnya tinggi, berotot, dibalut bulu kelam membentuk pusaran maut. Tombak-tombak itu hancur sebelum menyentuhnya. Serpihan cahaya beterbangan seperti debu bunga api.Lalu ia mendarat dan mengaum. Auman itu seperti badai. Menembus lapisan batu lorong. Menggetarkan dinding. Menggetarkan jiwa. Para tetua terhuyung.Zhen Ruoyin, pemimpin klan mencoba menstabilkan formasi pelindung di ujung lorong. Tapi bahkan tangannya gemetar. Ia sadar — makhluk di depannya bukan sekadar prajurit. Ini adalah hasil kegagalan mereka di masa lalu. Keturunan dari malam berdarah yang mereka sembunyikan dari sejarah.Di balik barisan tetua, Zhen Ming

  • Tabib Cantik Milik Pangeran   180. Tetua Klan Zhen

    Para Tetua Klan Zhen tidak pernah dikenal sebagai sosok yang terburu-buru mengambil keputusan. Tapi sekali mereka bergerak, dunia seolah memekik dalam diam.Di antara kabut tipis Celah Guyu dan formasi akar yang terus berdenyut di bawah tanah, lima nama berdiri sebagai poros kekuatan klan mereka. Merekalah penjaga warisan Zhen Lian, dan kini pembawa kehancuran bagi Shewu.Yang tertua adalah Zhen Ruoyin, kakak dari mendiang Permaisuri Zhen Lian. Ia dikenal sebagai Penjaga Mata Akar, perempuan bermata tajam yang nyaris tak pernah berbicara tanpa tujuan. Di balik tatapannya yang dingin tersimpan keyakinan mutlak: darah kaisar yang ada di tubuh Rai Yuan adalah penghinaan bagi leluhur. Ia tidak butuh pengakuan atau belas kasihan. Ia hanya ingin dunia bersih dari darah yang menurutnya tidak layak tumbuh di atas napas bumi.Di sisinya berdiri si kembar sunyi, Zhen Qiao dan Zhen Lurong.Zhen Qiao adalah pemanggil roh dan penjaga ritual, dikenal karena suaranya yang lirih seperti angin malam y

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status