Share

162. Malam pertama

Author: Donat Mblondo
last update Last Updated: 2025-07-27 08:24:31
Sua mencium tanahnya. Ia meringis. “Ada bau asam… dan logam. Seperti darah dan besi tua. Campurannya tidak wajar.”

Rai menyusul, matanya menyapu ladang yang mulai dipenuhi tanaman aneh itu. Ia tak perlu ditanya dua kali. “Sihir tanah dari Mangewu.”

Sua mengangguk. “Mereka menanam ini seperti jebakan. Tanaman palsu yang akan menyerap zat hara tanah dan mematikan bibit asli. Dalam seminggu, ladang ini akan tampak hijau — tapi kosong. Tidak ada yang bisa dipanen.”

Rai mengepalkan tangannya, rahangnya menegang. “Mereka ingin rakyat kita kelaparan tanpa mengangkat satu pedang pun. Serangan senyap. Licik.”

Sua berdiri, napasnya pendek karena marah dan cemas. “Kalau kita biarkan satu ladang rusak, ini akan menyebar ke desa lain. Tanaman ini bisa tumbuh seperti gulma. Hanya butuh waktu.”

“Lalu apa yang bisa kita lakukan sekarang?” tanya Rai meminta pendapat istrinya.

Sua menatap Rai, mata hitamnya tajam seperti obsidian. Sorotnya tidak menggigil oleh rasa takut, melainkan terasah oleh amarah
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter
Comments (1)
goodnovel comment avatar
Norma Yunita
ga seru malam pertama nya
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Tabib Cantik Milik Pangeran   184. Mengamuk

    Seketika, mata Rai mendelik. Tatapannya menyapu seluruh penjuru lorong dan berhenti pada barisan para tetua Klan Zhen yang berdiri di kejauhan, di balik bayangan kabut yang mulai menipis.Matanya tak lagi merah membara. Tapi juga bukan mata manusia biasa.Itu adalah mata seseorang yang baru saja kehilangan segalanya, yang tak lagi peduli hidup atau mati.Rahang Rai mengeras. Otot-otot tubuhnya menegang. Napasnya berat, seperti ditahan oleh bara panas yang tak kunjung padam. Tubuh Sua masih ada dalam dekapannya, tapi perlahan ia membaringkannya ke tanah. Tangannya gemetar saat menyentuh wajah itu untuk terakhir kalinya.Lalu ia berdiri.Satu langkah. Dua langkah.Akar-akar mati yang berserakan di sekelilingnya mulai menghitam, terbakar tanpa api. Kabut yang semula diam berubah liar, berputar seperti pusaran badai.Para tetua tersentak. Salah satu dari mereka, Zhen Ruoyin, mengangkat tangannya, mencoba menahan dengan lapisan pelindung napas batin. Tapi terlambat.Hawa membunuh milik Rai

  • Tabib Cantik Milik Pangeran   183. Meninggalkan Angkara

    Sua berlari menerobos kabut dan angin dingin, jubah Jenderal Thai Cung melambai seperti sayap burung yang lelah. Tanah di bawahnya sudah tak lagi terasa seperti batu atau tanah, tapi seperti aliran napas dingin bumi yang naik ke permukaan. Setiap langkah seperti menginjak bayangan.Napasnya tercekat. Dada kirinya terasa panas dan berat, seolah ada tali tak kasatmata yang menariknya menuju arah tertentu. Suara detak jantung Rai—atau entah apa yang tersisa dari jantung itu—terus berdetak dalam pikirannya, tak beraturan, tak stabil, seolah setiap dentum adalah jeritan tanpa suara.Dan akhirnya... ia melihatnya.Di tengah lingkaran tanah yang retak dan hitam, dikelilingi puluhan tombak akar runcing yang mencuat dari bawah tanah, berdiri sesosok makhluk.Rai Yuan.Atau lebih tepatnya... sosok setengah-serigala dengan tubuh luka parah, bulu hitam kelam, dan mata merah membara. Napasnya memburu, dan darah masih mengalir dari sisi rusuknya yang terkoyak.Formasi itu “Tombak Akar Penghancur Ra

  • Tabib Cantik Milik Pangeran   182. Formasi tombak penghancur raga

    Darah Shan Kerei masih menghangat di cakar. Tapi hawa tubuh Rai sudah mulai mendingin. Bukan karena kelelahan—tapi karena kesadaran.Apa yang telah kulakukan?Tubuh Shan Kerei tergeletak di belakangnya. Tangan kirinya masih meraih tabung racun yang gagal dilepaskan. Matanya terbuka, menatap ke arah langit-langit yang retak, seolah masih mencari alasan mengapa ajalnya datang dari seseorang yang dulu dianggap teman.Rai menarik napas. Napas serigala. Panjang, berat, dan bergetar.Dan untuk pertama kalinya sejak ia berubah... ia merasa takut.Bukan pada musuh.Tapi pada dirinya sendiri.Ia menunduk menatap tangannya—tidak, cakarnya. Masih ada daging yang menempel di ujungnya. Tulang jari yang semula manusia kini lebih mirip bilah belati. Dada dan bahunya membesar tak proporsional. Napasnya seperti dentum drum perang yang belum berhenti.Darahku... ini darah siapa?Shan Kerei?Atau... masih ada yang lain sebelum dia?Suaranya serak, tak keluar dari tenggorokan. Yang keluar hanya lolongan

  • Tabib Cantik Milik Pangeran   181. Membunuh Shan Kerei

    Zhen Lurong dan saudarinya, Zhen Qiao, si kembar tua penjaga ritual, bergerak serempak. Mereka mengangkat simbol spiral yang tergantung di leher, dan napas mereka menyatu dalam gumaman formasi akar. Dari celah lantai, energi tanah naik, menciptakan tombak-tombak cahaya akar yang menukik dari segala arah, seperti kawanan ular berekor tajam.Rai berputar di udara. Tubuhnya tinggi, berotot, dibalut bulu kelam membentuk pusaran maut. Tombak-tombak itu hancur sebelum menyentuhnya. Serpihan cahaya beterbangan seperti debu bunga api.Lalu ia mendarat dan mengaum. Auman itu seperti badai. Menembus lapisan batu lorong. Menggetarkan dinding. Menggetarkan jiwa. Para tetua terhuyung.Zhen Ruoyin, pemimpin klan mencoba menstabilkan formasi pelindung di ujung lorong. Tapi bahkan tangannya gemetar. Ia sadar — makhluk di depannya bukan sekadar prajurit. Ini adalah hasil kegagalan mereka di masa lalu. Keturunan dari malam berdarah yang mereka sembunyikan dari sejarah.Di balik barisan tetua, Zhen Ming

  • Tabib Cantik Milik Pangeran   180. Tetua Klan Zhen

    Para Tetua Klan Zhen tidak pernah dikenal sebagai sosok yang terburu-buru mengambil keputusan. Tapi sekali mereka bergerak, dunia seolah memekik dalam diam.Di antara kabut tipis Celah Guyu dan formasi akar yang terus berdenyut di bawah tanah, lima nama berdiri sebagai poros kekuatan klan mereka. Merekalah penjaga warisan Zhen Lian, dan kini pembawa kehancuran bagi Shewu.Yang tertua adalah Zhen Ruoyin, kakak dari mendiang Permaisuri Zhen Lian. Ia dikenal sebagai Penjaga Mata Akar, perempuan bermata tajam yang nyaris tak pernah berbicara tanpa tujuan. Di balik tatapannya yang dingin tersimpan keyakinan mutlak: darah kaisar yang ada di tubuh Rai Yuan adalah penghinaan bagi leluhur. Ia tidak butuh pengakuan atau belas kasihan. Ia hanya ingin dunia bersih dari darah yang menurutnya tidak layak tumbuh di atas napas bumi.Di sisinya berdiri si kembar sunyi, Zhen Qiao dan Zhen Lurong.Zhen Qiao adalah pemanggil roh dan penjaga ritual, dikenal karena suaranya yang lirih seperti angin malam y

  • Tabib Cantik Milik Pangeran   179. Jantung Rai

    Hening.Thai Cung menoleh setengah badan. Wajahnya tetap tenang, tapi otot rahangnya menegang sesaat.“Saat seseorang berdiri di medan pertempuran selama dua puluh tahun,” katanya perlahan, “ia belajar membedakan antara ambisi dan perasaan pribadi. Dan aku tidak akan mengorbankan satu kerajaan hanya untuk mengejar bayangan masa lalu.”Sua mengangkat alis. “Jadi... benar. Anda memang mengejar bayangan.”Thai Cung menghela napas, pendek tapi berat. “Ibunda Anda adalah satu-satunya orang di istana menteri yang pernah menolak tawaranku untuk berpihak pada Rongewu—dengan cara yang sangat elegan, sangat memalukan.”“Memalukan?” Sua memiringkan kepala. “Untuk Anda?”“Untukku, dan lima pengawalku,” jawab Thai Cung tanpa senyum. “Ia membuat kami seolah-olah tamu kehormatan, hanya untuk memutar semua informasi yang kami bawa menjadi senjata melawan kami di ruang dewan malam harinya. Bahkan sebelum kami sempat duduk.”Sua terkikik pelan. “Kedengarannya seperti beliau.”“Dan aku,” lanjut Thai Cun

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status